PPh Pasal 24: Pengertian, Perhitungan, dan Mekanisme

pph pasal 24

Ada salah satu pajak penghasilan yang perlu Anda ketahui apabila menjalankan kewajiban perpajakan di luar negeri yaitu PPh Pasal 24. Pajak penghasilan ini diatur dalam Undang Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008. Lalu, apa saja yang diatur dalam PPh Pasal 24 dan bagaimana cara perhitungannya? Melalui artikel ini, AyoPajak akan membahas secara rinci mengenai PPh Pasal 24 yang perlu diketahui apabila Anda menjalankan perpajakan di luar negeri.

Apa Itu PPh Pasal 24?

Sebagaimana yang telah diatur dalam perundang-undangan pajak penghasilan mengatur tentang perhitungan besaran pajak terutang atas penghasilan yang didapat di luar negeri. Singkatnya, ketika Anda mendapatkan penghasilan dari luar negeri, maka ada peraturan pajak dari negara tersebut yang perlu dipatuhi. Pajak yang telah Anda bayarkan dapat dikreditkan agar dapat mengurangi besaran pajak terutang yang dimiliki di Indonesia. 

Adapun yang menjadi subjek pajak dari PPh Pasal 24 ini adalah Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki kewajiban perpajakan atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Berikut ini merupakan rincian sumber penghasilan dari luar negeri yang dapat dikreditkan sesuai dengan yang tercantum dalam UU Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008, yaitu:

  1. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;
  2. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
  3. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
  4. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
  5. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
  6. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;
  7. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan
  8. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Bagaimana Mekanisme Perhitungan PPh Pasal 24?

Untuk memahami mekanisme perhitungan PPh Pasal 24, kami akan memberikan ilustrasi studi kasus sebagai berikut:

Di tahun 2020, PT. Nusantara Jaya memperoleh pendapatan neto dari luar negeri sebesar 15 miliar rupiah dan dalam negeri sebesar 30 miliar rupiah. Sesuai peraturan perpajakan di negara tersebut, PT. Nusantara Jaya harus membayar pajak sebesar 15%. Untuk dapat menghitung total pajak terutang yang harus dibayarkan di Indonesia, maka pertama-tama Anda harus menjumlahkan total pendapatan neto keseluruhan yang menjadi 45 miliar rupiah. Selanjutnya, Anda dapat menghitung total PPh terutang yaitu:

15% x Rp45.000.000.000 = Rp6.750.000.000

Setelah mendapat total PPh terutang, maka selanjutnya Anda perlu menghitung berapa jumlah pajak maksimum yang dapat dikreditkan dengan rumus berikut ini:

(Penghasilan Neto dari Luar Negeri/Total Penghasilan) x Total PPh Terutang

(Rp15.000.000.000/Rp30.000.000.000) x Rp6.750.000.000 = Rp3.375.000.000

Melalui perhitungan di atas, maka total pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp3.375.000

Jadi, itulah seluruh informasi mengenai PPh Pasal 24 yang perlu Anda ketahui apabila memiliki sumber penghasilan dari luar negeri. Apabila ada pertanyaan seputar PPh Pasal 24 ini atau Anda membutuhkan bantuan dalam melakukan perhitungan penghasilan saat ini yang berhubungan dengan pasal ini, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga. AyoPajak siap membantu segala urusan perpajakan apapun dan kapanpun Anda butuhkan.

Banner General (kontak, download app)

Mengenal 6 Jenis Insentif PPh 21

insentif pph 21

Selama masa pandemi COVID-19, pemerintah memberikan insentif pajak kepada masyarakat dan salah satunya adalah insentif PPh 21. Pemberlakuan insentif pajak ini sudah dilakukan sejak April tahun 2020 dan terus diperpanjang mengingat situasi pandemi yang tak kunjung reda. Pemberian insentif pajak ini dilakukan oleh pemerintah agar para pelaku usaha dapat tetap menjalankan bisnisnya dan terus menggerakkan roda bisnis di negara Indonesia.

Seperti yang telah Anda ketahui, pergerakan ekonomi di Indonesia mulai melemah sejak wabah pandemi COVID-19 masuk ke negara kita. Bahkan perusahaan-perusahaan besar sekalipun banyak yang tidak mampu bertahan akibat wabah ini. Oleh karena itu, bagi Anda yang merupakan pelaku usaha di Indonesia perlu mengetahui berbagai insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah, termasuk insentif PPh 21. Simak informasi lengkapnya di bawah ini.

Insentif PPh 21 dan Insentif Pajak Lainnya dari Pemerintah

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23 Tahun 2020, setidaknya ada 6 insentif pajak termasuk insentif PPh 21 yang diberikan kepada masyarakat, yaitu:

1. Insentif PPh Pasal 21

Insentif PPh Pasal 21 diberikan kepada pegawai ataupun masyarakat yang memiliki penghasilan bruto setidaknya tidak lebih dari 16,6 juta rupiah per bulan atau 200 juta rupiah dalam setahun. Jika Anda memiliki penghasilan bruto yang demikian, maka insentif pajak ini dapat diterima sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam PMK nomor 9/2021.

Baca juga: Cara Pengisian e-SPT PPh 21

2. Insentif PPh Pasal 22

Insentif pajak selanjutnya yang diberikan kepada masyarakat adalah PPh Pasal 22. PPh Pasal 22 ini berlaku bagi para importir. Jika Anda merupakan importir yang masuk ke dalam 730 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat (lihat PMK 9/2021), maka akan dibebaskan pemungutan PPh Pasal 22. Tentu saja, ada persyaratan yang wajib dipenuhi untuk dapat menerima insentif PPh Pasal 22 ini yaitu importir harus terdaftar sebagai Wajib Pajak yang telah memiliki kode KLU atau Klasifikasi Lapangan Usaha.

3. Insentif PPh Pasal 23

Pemerintah juga memberikan insentif pajak kepada para pelaku usaha UMKM. Jika Anda merupakan pelaku UMKM yang sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang berbentuk koperasi, CV, Perseroan Terbatas (PT) ataupun firma (baca PP 23 tahun 2018 untuk melihat kriteria UMKM), maka berhak mendapatkan insentif PPh Pasal 23 yang berupa pembebasan kewajiban perpajakan. Adapun persyaratan bagi pelaku UMKM untuk mendapatkan insentif PPh Pasal 23 adalah penghasilan dengan peredaran bruto tidak boleh melebihi 4,8 miliar rupiah dalam 1 tahun. 

4. Insentif PPh Pasal 25

Insentif pajak juga diberlakukan bagi Wajib Pajak yang menjalankan salah satu usaha dari 1.018 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat. Jika Anda merupakan Wajib Pajak dari salah satu perusahaan di atas, maka sesuai yang tercantum dalam PMK 9/2021 para pemilik usaha tersebut berhak untuk mendapatkan insentif pajak berupa pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% dari angsuran yang seharusnya terutang. 

5. Insentif PPh Final Jasa Konstruksi

Pemberian insentif pajak selanjutnya diberlakukan bagi para pengusaha jasa konstruksi yang telah terdaftar dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI). Pemberian insentif PPh Final Jasa Konstruksi ini berupa pembebasan pajak penghasilan dan seluruh pajak akan ditanggung oleh pemerintah.

6. Insentif PPN

Insentif pajak yang terakhir adalah insentif PPN. Pemberian pajak ini berupa restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar. Sesuai yang diatur dalam lampiran PMK 9/2021, jika Anda merupakan Pengusaha Kena Pajak yang masuk ke dalam 725 bidang usaha tertentu, maka berhak untuk mendapatkan insentif PPN tersebut. 

Sekarang Anda sudah memahami insentif PPh 21 dan insentif pajak lainnya yang diberikan oleh pemerintah selama masa pandemi COVID-19 ini, bukan? Jika ada pertanyaan seputar insentif pajak ini dan bagaimana cara mendapatkannya, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga dan kami siap membantu Anda untuk segala urusan perpajakan yang dibutuhkan.

Banner General (kontak, download app)

Cara Pengisian e-SPT PPh 21

espt pph 21

Dalam melaporkan pajak penghasilan atau PPh 21, Anda perlu melakukan pengisian eSPT PPh 21 terlebih dahulu sebelum dapat dilaporkan melalui website Dirjen Pajak yaitu DJP Online. Seperti yang telah Anda ketahui, sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.09/PMK.03/2018 yang diberlakukan sejak tanggal 1 April 2018 yang lalu, seluruh pelaporan pajak harus dilaporkan secara online, termasuk SPT Masa PPh 21.

Apabila Anda masih belum mengetahui cara untuk menggunakan aplikasi e-SPT PPh 21 yang digunakan untuk mengisi pelaporan pajak penghasilan, melalui artikel ini, AyoPajak akan memberitahukan informasi penting seputar cara pengisian e-SPT PPh 21 dengan mudah. Simak pembahasannya di bawah ini.

Bagaimana Cara Pengisian eSPT PPh 21?

Untuk dapat mengisi e-SPT PPh 21, Anda perlu melalui 4 tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Unduh Aplikasi e-SPT PPh 21

Tahapan pertama yang perlu Anda lakukan sebelum dapat mengisi e-SPT PPh 21 yaitu mengunduh aplikasinya terlebih dahulu. Anda dapat menemukan aplikasinya melalui website pajak.go.id. Setelah aplikasi terunduh dan terinstal, maka selanjutnya Anda dapat membuka laman e-SPT PPh 21 kemudian pilih database yang akan dituju lalu login dengan menggunakan username serta password yang Anda miliki.

2. Mulai Pengisian SPT

Setelah Anda masuk ke dalam halaman utama e-SPT PPh 21, maka kita dapat memulai untuk melakukan pengisian SPT PPh 21. Berikut ini langkah-langkah untuk mengisi e-SPT PPh 21, yaitu:

  • Pilih menu ‘SPT’ – ‘Buat SPT’.
  • Pilih ‘Isi SPT’ – klik pada ‘Daftar Pemotongan Pajak’ (1721-1) untuk pegawai tetap – pilih ‘Satu Masa Pajak’.
  • Mulai isi data NPWP, Nama, Kode Objek Pajak, serta jumlah penghasilan bruto serta pajak penghasilan yang dipotong, lalu pilih ‘Simpan’.
  • Pilih ‘Tambah’ jika Anda ingin memasukkan data lainnya.
  • Apabila pelaporan pajak PPh 21 tersebut untuk pegawai tidak tetap, maka silakan pilih ‘Isi SPT’ – ‘Daftar Bukti Potong’ – ‘Tidak Final’ (1721-II).
  • Isi data NPWP, nama, NIK KTP, alamat, lalu pilih ‘Kode Objek Pajak’, kemudian isi form e-SPT sesuai dengan data yang dibutuhkan.
  • Setelah pengisian data selesai baik untuk e-SPT PPh 21 pegawai tetap maupun tidak tetap, langkah selanjutnya adalah masuk ke menu ‘Isi SPT’ – ‘SPT Induk’, dan Anda akan menemukan besaran jumlah pajak terutang.

3. Bayar PPh 21 Terutang

Ketika Anda telah mendapatkan besaran jumlah pajak terutang dari pelaporan PPh 21, maka tahapan selanjutnya adalah membayar pajak yang terutang tersebut. Caranya bagaimana? Anda hanya perlu mencatat besaran jumlah pajak terutang PPh 21 kemudian bayarkan melalui bank manapun. Kemudian, Anda akan mendapatkan bukti setor atau bukti pembayaran pajak terutang.

Di dalam bukti pembayaran pajak tersebut, Anda akan mendapatkan NTPN atau nomor yang dijadikan sebagai bukti bahwa pajak terutang telah dibayarkan. Lalu, kembali lagi kepada aplikasi e-SPT PPh 21, masukkan NTPN tersebut pada SSP (Surat Setoran Pajak) atau SSE (Surat Setoran Elektronik).

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 yang Harus Anda Pahami

4. Simpan Dokumen Pelaporan PPh 21

Tahapan terakhir untuk mengisi e-SPT PPh 21 ini adalah dengan menyimpan dokumen pelaporan PPh 21 tersebut. Caranya, pastikan seluruh data yang dimasukkan ke dalam e-SPT PPh 21 sudah tepat kemudian masuk ke dalam menu ‘Isi SPT’ – ‘SPT Induk’ – klik pada bagian ‘B.1 Daftar Pemotongan’ dan ‘B.2 Penghitungan PPh Sudah Sesuai’.

Selanjutnya, masuk pada bagian D dan Anda akan menemukan checklist untuk dokumen yang akan dilampirkan pada pelaporan SPT. Lalu, masuk ke bagian E dan Anda akan menemukan ‘Pernyataan dan Ttd Pemotong’, klik ‘Simpan’. Setelah data disimpan, Anda dapat melakukan ekspor dokumen dengan cara masuk ke menu ‘CSV’ – ‘Pelaporan SPT’, lalu pilih masa PPh 21 yang akan dilaporkan, kemudian klik ‘Buat File CSV’ dan pengisian e-SPT PPh 21 sudah selesai.

Jadi, mudah sekali bukan cara untuk mengisi e-SPT PPh 21 di atas? Jika Anda membutuhkan pengisian e-SPT PPh 21 untuk seluruh karyawan di perusahaan dan tidak ada orang finance yang dapat membantu, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga karena kami siap membantu untuk segala urusan perpajakan, termasuk pengisian e-SPT PPh 21.

Banner e-Filing

Penjelasan Tarif dan Perhitungan PPh 23

perhitungan pph 23

Perhitungan PPh 23 menjadi salah informasi yang perlu Anda pahami. Sebagai warga negara yang baik, tentu saja Anda perlu taat dalam membayar pajak, sekaligus memahami ketentuan pajak tersebut. PPh (pajak penghasilan) memang dibagi dalam beberapa pasal. Ada PPh Pasal 21, 22, 23, 24, dan 25. Namun pada kesempatan kali ini, AyoPajak akan menjelaskan tentang tarif dan perhitungan dari PPh 23. Simak ulasan selengkapnya!

Penjelasan Tarif PPh 23

PPh 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan berasal dari modal, penyerahan jasa, hadiah, hingga penghargaan, selain yang dipotong PPh 21. PPh 23 dikenakan ketika ada transaksi di antara dua belah pihak. Ada pihak penjual/penerima penghasilan/memberikan jasa yang akan dikenakan PPh 23. Sedangkan untuk pihak pembeli/pemberi penghasilan/menerima jasa akan memotong sekaligus melaporkan ke kantor pajak.

Untuk tarif dari PPh 23 dikenakan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang diberlakukan, yakni 15% dan 2%, tergantung dari objek pajaknya:

  1. Dikenakan 15% dari jumlah bruto untuk:
  • Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan bunga, final, dan royalti;
  • Hadiah dan penghargaan selain yang sudah dipotong PPh 21.
  1. Dikenakan tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
  1. Dikenakan tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa konstruksi, jasa manajemen, dan jasa konsultan.
  1. Dikenakan tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lain, seperti:
  • Jasa penilai;
  • Jasa aktuaris;
  • Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
  • Jasa hukum;
  • Jasa arsitektur;
  • Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
  • Jasa perancang;
  • Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan BUT;
  • Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
  • Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
  • Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
  • Jasa penebangan hutan.
  1. Untuk pihak yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh 23.
  1. Jumlah bruto yang dimaksud di sini adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayar, atau pembayarannya telah jatuh tempo oleh badan pemerintah, penyelenggara kegiatan, subjek pajak dalam mengeri, perwakilan perusahaan luar negeri, atau bentuk usaha tetap lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. Namun tidak termasuk:
  • Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
  • Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian);
  • Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
  • Pembayaran penggantian biaya (reimbursement), yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).

Jumlah bruto tidak berlaku:

  • Atas penghasilan yang dibayarkan berkaitan dengan jasa katering;
  • Dalam hal penghasilan yang dibayarkan berkaitan dengan jasa, telah dikenakan pajak bersifat final.

Baca juga: Memahami Tata Cara Pelaporan PPh 23

Perhitungan PPh 23

Sekarang waktunya melakukan perhitungan PPh 23 dengan contoh berikut:

PT Maju Jaya bergerak di bidang penerbitan buku dan percetakan. Pembayaran royalti untuk tiga orang penulis: Nana dengan NPWP 01.444.888.2.987.000, Ryan NPWP 01.888.555.2.456.000, dan David yang belum memiliki NPWP. Royalti untuk Nana sebesar Rp25.000.000, untuk Ryan sebesar Rp10.000.000, dan untuk David sebesar Rp5.000.000

Pembayaran bunga pinjaman kepada bank milik pemerintah dengan NPWP 03.111.222.2.541.000 untuk bulan Juli sebesar Rp1.500.000.

Perhitungan pajak adalah:

Nana 15% x Rp25.000.000 = Rp3.750.000

Ryan 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000

David 15% x Rp5.000.000 = Rp750.000

Karena David belum memiliki NPWP, maka dikenakan tambahan PPh sebesar 100% = 100% Rp750.000 = Rp750.000

Dengan begitu, David terkena pemotongan sebesar Rp750.000 + Rp750.000 = Rp1.500.000. 

Setelah pemotongan PPh 23, penulis baru bisa mendapatkan hasil hasil bukti pemotongan. 

Pembayaran atas bunga pinjaman kepada bank milik pemerintah dikenakan PPh 23 karena penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank merupakan pengecualian dalam PPh 23. 

Jadi itulah informasi tentang perhitungan PPh 23. Semoga informasi ini bermanfaat dan jangan lupa untuk menggunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner General (kontak, download app)

Cara Update e-Faktor 3.0 Terlengkap

cara update e-faktor 3.0

Seluruh wajib pajak yang berstatus PKP sudah wajib menggunakan e-Faktor 3.0. Namun jika Anda sudah menggunakan e-Faktor edisi sebelumnya, yakni versi 2.2, maka sudah waktunya melakukan update. Untuk cara update e-Faktor 3.0, sebenarnya mudah saja. Jika masih bingung bagaimana caranya, berarti Anda berada di dalam artikel yang tepat. AyoPajak telah merangkum informasi cara update e-Faktor 3.0 di bawah ini. Simak informasi selengkapnya!

Panduan Cara Update e-Faktor 3.0

Total ada enam langkah dalam melakukan update e-Faktor 3.0. Ikuti panduan praktis yang telah diberikan di sini.

1. Backup database e-Faktor

Cara pertama yang harus Anda lakukan adalah melakukan backup database dari e-Faktor. Backup wajib dilakukan agar data-data yang sebelumnya Anda miliki tidak hilang ketika proses update berlangsung. 

Untuk melakukan backup, buka folder aplikasi e-Faktor, cari folder db, lalu lakukan copy-paste ke folder di luar e-Faktor. Dengan begitu, Anda memiliki backup data jika tiba-tiba ada informasi yang hilang ketika proses update selesai.

2. Unduh File Update Patch e-Faktor 3.0

Jika sudah melakukan backup database dari versi lama, Anda bisa mulai mengunduh file update patch e-Faktor 3.0. Ada beberapa file update patch e-Faktor 3.0 sesuai spesifikasi komputer, seperti

Windows 32 bit, Windows 64 bit, Linux 32 bit, Linux 64 bit, dan Mac 64 bit yang dapat diunduh di sini. Anda wajib mengunduh salah satu file update patch tersebut agar bisa e-Faktor versi terbaru.

3. Extract File Update Patch

Setelah melakukan pengunduhan file update patch tersebut, extract file itu. Di dalamnya terdapat tiga aplikasi yang diberikan nama ETaxInvoice, ETaxInvoiceMain, ETaxInvoiceUpd. Anda harus memastikan ketiganya sudah ada di dalam extract file tersebut. Jika ternyata tidak lengkap, maka proses update tidak akan berjalan dengan lancar. 

4. Copy Paste File Update

Tiga file tersebut dapat Anda copy-paste ke folder aplikasi e-Faktor versi lama, yakni 2.2. Masukkan ketiganya ke dalam folder agar proses update bisa dilakukan. Jika ternyata terdeteksi ada file yang sama dengan salah satu dari ketiganya, Anda bisa menimpa atau replace saja. Dengan begitu, file tersebut akan diganti versi terbaru.

5. Mulai Proses Update

Sekarang waktunya Anda memulai proses update dengan mengklik file ETaxInvoiceUpd. Dengan mengklik file itu, proses update mulai berjalan secara otomatis. Tunggu beberapa saat selama aplikasi melakukan update. Jika proses update sudah selesai, Anda dapat mengubah nama (rename) file ETaxInvoiceUpd menjadi ETaxInvoiceUpd_OLD. 

6. Cek Update

Proses update telah berhasil Anda lakukan, namun apakah memang sudah benar-benar menjadi versi 3.0? Anda bisa mengecek update ini dengan membuka aplikasi ETaxInvoice dan lakukan login. Ciri-ciri update e-Faktor yang berhasil adalah buka menu Prepopulated Data, lalu cek versi aplikasi. Jika sudah tertulis 3.0, maka aplikasi e-Faktor ini telah berhasil Anda update. Mudah, bukan?
Jadi itulah cara update e-Faktor 3.0 yang dapat Anda lakukan sekarang juga. Semoga informasi ini bermanfaat dan jangan sampai Anda masih menggunakan aplikasi versi lama karena membuat proses perpajakan Anda menjadi terhambat. Untuk pengurusan pajak, Anda bisa mendapatkan dukungan AyoPajak yang telah berpengalaman dalam hal perpajakan. Ayo gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Ikuti Cara Cek Pajak PBB Terbaru

Sebuah bangunan dan juga tanahnya akan dikenakan pajak. Berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 yang telah diubah menjadi Undang-undang nomor 12 Tahun 1994, pajak ini disebut sebagai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Bila Anda berencana untuk membeli tanah dan membangun rumah, ataupun membeli properti lainnya, maka PBB harus menjadi perhatian Anda. Berikut ini adalah cara cek pajak PBB terbaru yang bisa Anda pahami.

Cara Cek Pajak PBB Terbaru

PBB merupakan pajak bersifat kebendaan. Besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan dari subjek tidak akan berpengaruh terhadap pajak jenis ini. Dahulu, Anda harus datang ke kantor pajak untuk bisa mengurus hal ini. Namun, saat ini sudah tersedia fleksibilitas dimana Anda bisa mengeceknya melalui cara online. 

Pastikan jika properti Anda sudah terdaftar sebelumnya. Jika belum, daftarkan terlebih dulu dengan cara mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas, benar, dan lengkap. Sesuai dengan Pasal 1 angka 7 PER-19/PJ/2019. Lampiran SPOP adalah formulir yang digunakan oleh subjek pajak atau wajib pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak. Lampirkan berbagai hal yang dibutuhkan. Jika sudah, barulah Anda bisa mengecek pajak PBB.

Ikuti langkah-langkah berikut ini:

  • Akses menu BPHTB online di website kantor pajak daerah Anda
  • Klik pengecekan PBB
  • Masukan NOP
  • Akan muncul berbagai data mengenai PBB Anda
  • Apabila data PBB tersebut sudah benar, silakan lanjutkan apabila ingin melakukan pembayaran PBB secara online
  • Bila tidak sesuai, ajukan pembetulan atau koreksi ke Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota masing-masing wilayah. Sertakan bukti-bukti pendukung

Anda juga bisa mengecek tagihan PBB ini melalui cara yang lain. Bisa melalui E-commerce, aplikasi booking tiket, atau situs minimarket. Untuk e-commerce ada Tokopedia yang bisa membantu Anda. Lalu Traveloka, dan terakhir melalui situs klikindomaret.com.

Baca juga: Memahami Cara Mendapatkan SPPT PBB

Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB

Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 dan UU No.12 Tahun 1994 berisi penjelasan mengenai siapa saja dan yang bisa menjadi subjek PBB. Syarat yang harus dipenuhi adalah:

  • Mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;
  • Memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;
  • Memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau;
  • Memperoleh manfaat atas bangunan.

Kemudian, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, pada pasal 3 disebutkan ada beberapa ketentuan yang mengatur objek pajak yang tidak dikenakan PBB. Ketentuan tersebut adalah:

  • Objek digunakan untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional. Tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
  • Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenisnya.
  • Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
  • Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  • Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Tarif Pajak PBB

Dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), telah diatur tarif pajak yang dikenakan. Tarifnya adalah sebesar 0,5 %. Lalu dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998 diatur tentang dasar pengenaan PBB. Dalam hal ini yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Besarnya NJOP akan ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan. Terkecuali untuk daerah tertentu yang akan ditetapkan setahun sekali sesuai dengan perkembangan daerahnya. 

Itulah dia berbagai cara cek PBB dengan mudah dan berbagai informasi penting lainnya. Semoga bisa membantu Anda. Manfatkan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.

Banner General (kontak, download app)

Informasi Cara Menghitung Pajak Terutang Orang Pribadi

cara menghitung pajak terutang orang pribadi

Nilai yang harus dibayarkan kepada negara oleh Wajib Pajak akan disebut sebagai pajak terutang. Baik bagi Wajib Pajak berbentuk badan atau pribadi. Semua ini diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan. Termasuk berapa besar pajak terutang yang harus disetor, pengembalian (restitusi) pajak dari kelebihan pembayaran pajaknya, dan kapan saat membayarnya. Bahkan cara menghitung pajak terutang orang pribadi pun punya ciri tertentu. Berikut ini adalah informasi berguna yang bisa membantu Anda memahaminya.

Cara Menghitung Pajak Terutang Orang Pribadi

Pajak Terutang merupakan pajak yang harus dibayar dalam Masa Pajak, Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak. Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Masa pajak sama dengan satu bulan kalender dan tahun pajak sama dengan satu tahun kalender. Tahun Pajak bisa berlangsung dari Januari hingga Desember. Namun bisa dikecualikan melalui izin. Sehingga akan bisa menggunakan jangka waktu lain.

Pajak terutang didasari oleh 3 undang-undang perpajakan. Undang-undang tersebut adalah:

  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
  • Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Melalui undang-undang ini, diatur juga berbagai macam jenis pajak terutang. Jenis-jenis pajak tersebut adalah:

1. PPh Terutang

Pajak Penghasilan (PPh) Terutang adalah pajak terutang yang dihitung dari Penghasilan Kena Pajak. Mulai dari PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 25/29 orang pribadi, PPh 25/29 badan, PPh 26, PPh 15, dan PPh pasal 4 ayat 2.

2. PPn dan PPnBM Terutang

PPn dan PPnBM Terutang adalah pajak terutang dari tarif Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Baca juga: Memahami Informasi Mengenai Utang Pajak

Perhitungan Pajak Terutang

Dasar penghitungan pajak terutang untuk PPh dan PPn serta PPnBM akan berbeda. Berikut ini adalah caranya.

Perhitungan PPh Terutang

Diatur dalam Pasal 17 UU PPh,  menghitung tarif pajak penghasilan terutang dilakukan dari jumlah penghasilan yang didapatkan. Bagi wajib pajak orang pribadi yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah:

  • 5% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan hingga Rp50 juta per tahun
  • 15% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp50 juta hingga Rp250 juta per tahun
  • 25% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp250 hingga Rp500 juta per tahun
  • 30% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp500 juta per tahun

Sedangkan orang pribadi yang tidak memiliki NPWP, harus membayar tarif 20% lebih tinggi dari yang dibayarkan pemilik NPWP. Untuk jumlah PPh Terutang Badan, penghitungannya berdasar pada besar omzet yang diperoleh per tahunnya.

Perhitungan PPn dan PPnBM Terutang

Penghitungan PPn dan PPnBM terutang akan didapatkan melalui pengalian dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Bentuknya bisa berupa harga jual, nilai ekspor/impor, penggantian, atau nilai yang dipakai sebagai dasar penghitungan. Jumlah DPP dapat dicari dengan mengalikan 100/110 terhadap nilai-nilai tersebut.

Tarif PPn sendiri adalah:

  • 10% dan 0% khusus untuk ekspor BKP Berwujud/Tidak Berwujud
  • JKP 5%
  • Paling tinggi 15% yang harus ditentukan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Sedangkan tarif PPnBM ditetapkan secara progresif tergantung jenis barang impor, mulai dari 10%, 20%, 30%, 40%, 60% dan tertinggi 125%.

Baca juga: Cara Menghitung PPn dan PPnBM dengan Mudah

Itulah dia cara menghitung pajak terutang orang pribadi yang bisa Anda pahami. Permudah proses pembayaran pajak Anda dengan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Aman, nyaman, dan mudah untuk digunakan.

Banner e-Faktur

Ikuti Cara Bayar Pajak Online dengan Cepat dan Mudah

cara bayar pajak online

Untuk bisa membiayai pembangunan dalam negeri, negara membutuhkan bantuan dari rakyatnya. Bantuan yang bisa diberikan masyarakat adalah dengan membayar pajak. Jika dulu Anda harus repot-repot datang ke kantor pajak untuk bisa membayarnya, kini para Wajib Pajak bisa bersenang diri. Karena sudah diperkenalkannya cara bayar pajak online. Cara ini bisa menghemat waktu dan tenaga Anda. Bila masih belum mengerti dengan cara kerjanya, berikut ini adalah informasi yang bisa membantu Anda.

Cara Bayar Pajak Online

Pajak sendiri akan digunakan untuk berbagai keperluan penting untuk negara, beberapa diantaranya adalah:

1. Biaya pengadaan fasilitas umum dan infrastruktur negara.

2. Untuk membiayai semua pengeluaran negara seperti biaya proyek produksi barang ekspor.

3. Keperluan pengadaan persenjataan atau pertahanan negara.

4. Membantu masyarakat dan anak yatim piatu.

5. Keperluan subsidi pangan dan bahan bakar.

6. Membiayai segala pengeluaran negara. Bersifat self liquidating atau hal lainnya. 

7. Membiayai pengeluaran yang bersifat produktif, seperti membangun infrastruktur, anggaran pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lainnya.

8. Biaya pengeluaran non-produktif dan non-self liquidating. Namun masih memiliki manfaat untuk masyarakat.

Akan sedikit merugikan jika para Wajib Pajak tidak bisa membayar pajak mereka. Hal ini akan berdampak pada terhambatnya kemajuan bangsa Indonesia. Konsepnya, Wajib Pajak akan menyetorkan uang mereka yang akan dikembalikan dalam berbagai macam bentuk yang bermanfaat bagi diri mereka dan orang lain. Semakin besar penerimaan negara dari sektor pajak, semakin cepat pula perkembangan dan pembangunan bisa dilakukan.

Baca juga: Ketahui Cara Lapor Pajak Penghasilan Secara Online

Untuk mempermudah, DJP berusaha menghadirkan cara terbaik untuk semuanya. Salah satunya adalah dengan mengajak kerjasama Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) atau ASP (Application Service Provider) untuk mempermudah Anda dalam melakukan pembayaran pajak secara online. Salak satunya adalah Ayo! Pajak.

Salah satu fitur yang dihadirkan adalah E-billing, di mana para Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran pajak mereka tanpa perlu ambil pusing. Beberapa keuntungan yang bisa dirasakan dan membuat fitur ini menjadi mudah untuk digunakan adalah:

  • Adanya jaminan keamanan. Riwayat dan surat setoran pajak akan tersimpan dengan baik dan rapi. Menjaga data Anda dengan nyaman.
  • Satu untuk semua. Cukup dengan satu ID, Anda bisa membuat berbagai macam surat setoran pajak dengan mudah dan aman.
  • Pendaftaran tanpa biaya. ID billing akan bisa dibuat secara gratis, untuk semua wajib pajak.

Melalui kelebihan tersebut Ayo! Pajak berharap kita semua bisa membantu negara lewat pembayaran pajak yang tepat waktu.

Baca juga: Cara Menggunakan DJP Online Untuk Cek NPWP

Membuat Akun Ayo! Pajak dan ID Billing

Anda hanya perlu menyiapkan email yang masih aktif. Lalu akses halaman login nya. Registrasi dengan mengisi informasi sesuai pada form yang tersedia. Setelah selesai, akun Anda sudah bisa digunakan. 

Sedangkan itu, untuk membuat ID Billing, Anda bisa melakukannya melalui beranda Ayo! Pajak. 

  1. Pilih layanan bayar pajak (E-billing)
  2. Lalu klik “buat kode billing”. 
  3. Popup Billing Baru akan muncul. Isilah kolom sesuai dengan keperluan Anda. 
  4. Klik tombol simpan untuk menyimpan data dan mendapatkan kode Billing. 
  5. Popup berisi informasi Billing yang telah Anda buat akan muncul. 

Semua jenis pajak dapat dibayarkan melalui E-Billing Ayo! Pajak. Memudahkan Anda untuk membayar pajak.

Itulah dia berbagai informasi mengenai cara membayar pajak online. Semoga informasi ini bisa membantu Anda. Jangan lupa gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Memudahkan urusan perpajakan Anda!

Banner General (kontak, download app)

Berkenalan dengan Tarif Pajak Dividen

tarif pajak dividen

Pemungutan pajak atas laba yang diterima oleh pemegang saham, pemegang polis asuransi, atau anggota koperasi yang mendapatkan bagian hasil usaha, disebut sebagai pajak dividen. Tarif pajak dividen sendiri akan berbeda tergantung dari pasalnya. Untuk bisa memahami hal yang satu ini, maka ada baiknya untuk mengenal berbagai hal yang berhubungan dengan pajak dividen. Berikut ini adalah informasi yang bisa membantu Anda.

Pengertian Pajak Dividen

Seperti yang sudah disampaikan di atas, pajak dividen merupakan pemungutan atas laba. Sesuai dengan undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, pasal 4 ayat 1 (g) tentang objek pajak adalah penghasilan. Salah satu di antaranya adalah dividen. Dengan nama dan dalam bentuk apapun. Termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Berdasarkan undang-undang perpajakan, dividen termasuk ke objek pajak dan terkena pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan (PPh)

Perlu digarisbawahi, tidak semua dividen merupakan objek pajak. Terdapat kondisi dimana laba yang diterima tidak menjadi objek pajak. Membuatnya tidak perlu mendapatkan PPh. Pembagian dividen akan menjadi:

Baca juga: Mekanisme Perhitungan PPh Badan

1. Dividen Bukan Objek Pajak

Pada pasal 4 ayat 3 huruf F, dividen yang diterima oleh Wajib Pajak meliputi perseroan terbatas (PT), koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang berdiri dan berkedudukan di Indonesia, tidak menjadi objek pajak selama memenuhi syarat:

  • Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
  • PT, BUMN atau BUMD yang menerima dividen memiliki saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetorkan.
  • Melanjutkan pasal tersebut pada huruf F, dividen dari modal yang merupakan dana pensiun tidak termasuk dalam objek pajak.

2. Dividen Objek Pajak

Dividen dengan kondisi atau syarat yang tidak disebutkan dalam pasal maupun ayat tersebut menjadi objek pajak. Namun penghasilan dividen yang terkena pemotongan PPh ini terbagi dua:

  • Penghasilan dividen menjadi objek pajak, tapi tidak terkena potongan atau pemungutan pajak penghasilan.
  • Penghasilan dividen menjadi objek pajak dan terkena pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan.

Untuk dividen objek pajak yang tidak terkena PPh, bentuknya seperti yang dijelaskan dalam pasal 23 ayat 4 adalah:

  1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
  2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
  3. Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);
  4. Bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;
  5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
  6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha. Atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Tarif Pajak Dividen

Ada tiga pasal yang mengatur pemotongan dan kondisi dividen yang menjadi objek pajak dan terkena pajak penghasilan. 

1. PPh Pasal 4 ayat 2: Dividen yang diterima/diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri dikenai PPh sebesar 10% dan bersifat final. Termasuk dividen dari perusahaan asuransi pada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi pada anggota koperasi.

2. PPh Pasal 23: Penerima penghasilan dividen ini merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). Potongan untuk laba ini sebesar 15% dari jumlah dividen, kecuali pembagiannya untuk pribadi maka akan dikenakan final, bunga dan royalti.

3. PPh Pasal 26: Tarif potongan pajak penghasilannya sebesar 20% atas jumlah bruto dividen dikenakan kepada penerima penghasilan dividen merupakan orang pribadi yang tinggal di luar negeri.  Serta perusahaan di luar negeri yang mengoperasikan usahanya melalui dalam bentuk usaha tetap di Indonesia dan perusahaan di luar negeri yang menerima penghasilan dari Indonesia tanpa melalui bentuk usaha tetap.

Itulah dia berbagai informasi yang bisa Anda gunakan untuk berkenalan dengan pajak dividen. Permudah urusan pajak Anda dengan AyoPajak. Merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.

Banner General (kontak, download app)

Pengertian, Jenis, dan Fungsi Bukti Potong Pajak

bukti potong pajak

Bukti potong pajak menjadi hal yang penting ketika pelunasan PPh dibebankan kepada pihak lain melalui pemotongan atau pemungutan. Wajib Pajak akan sangat membutuhkan dokumen ini. Mungkin sebagian dari Anda sudah tahu akan hal ini. Bagi yang masih asing, berikut ini adalah informasi yang bisa membantu untuk memahami pengertian, jenis, dan fungsi dari bukti potong pajak.

Pengertian Bukti Potong Pajak

Bukti pemotongan/pemungutan PPh berbentuk formulir atau dokumen lain yang dipersamakan dan dibuat oleh pemotong/pemungut PPh. Hal ini menjadi bukti atas pemotongan/pemungutan PPh yang dilakukan. Bukti ini juga menjadi cara untuk bisa menunjukan besarnya PPh yang telah dipotong/dipungut.

Dasar hukum yang mengatur hal ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan. Sesuai dengan yang disebutkan sebelumnya, dokumen berupa formulir. Bisa dalam bentuk kertas atau dokumen elektronik. Dibuat oleh pemotong PPh sebagai bukti atas pemotongan PPh.

Istilah pemotongan dipakai untuk pengenaan PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26. Sedangkan, pemungutan digunakan untuk pengenaan PPh Pasal 22. Istilah pemotongan dan pemungutan ini tentu saja berbeda. 

Pemotongan pajak adalah kegiatan memotong sejumlah pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukan. Hal ini menyebabkan penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan berkurang. Untuk pemungutan pajak, kegiatannya berbentuk pemungutan pajak terutang dari transaksi. Menambah besarnya jumlah tagihan. Sehingga jumlah yang harus dibayarkan pelanggan akhir akan bertambah. Kedua istilah ini sangat penting dalam pembuatan dokumen bukti potong.

Baca juga: 2 Cara Membuat Faktur Pajak Keluaran

Jenis Bukti Potong

Jenis bukti potong pajak akan dibedakan menjadi 4 jenis untuk PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26. Jenis-jenis tersebut adalah:

  1. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 (tidak final)/Pasal 26 (Formulir 1721-VI). Bukti pemotongan ini berguna untuk pemotongan PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap. Beberapa contohnya adalah tenaga ahli, bukan pegawai, dan peserta kegiatan.
  2. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 (final) (formulir 1721-VII). Formulir ini digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21. Bersifat final seperti PPh Pasal 21 atas pesangon atau honorarium yang diterima PNS. Dimana dananya berasal dari APBN atau APBD.
  3. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721-A1). Formulir ini digunakan untuk pegawai tetap atau penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala.
  4. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2). Formulir ini digunakan bagi pegawai negeri sipil atau anggota tentara nasional indonesia (TNI) atau anggota Polisi Republik Indonesia (Polri) atau pejabat negara atau pensiunannya.

Fungsi Bukti Potong Pajak

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan atau Pemungutan PPh. Menjelaskan kepastian hukum dan pedoman mengenai kejelasan pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain.

Poin-poin penting dalam pembuatan bukti pemotongan PPh sesuai PMK No. 12/PMK.03/2017 adalah:

  • Bukti potong PPh bisa digunakan sebagai kredit pajak
  • Bukti dari pemotongan bisa dimanfaatkan sebagai bukti pelunasan PPh
  • Bukti pemotongan PPh dapat berbentuk formulir kertas atau dokumen elektronik
  • Bisa dilakukan pembuatan ulang atau bahkan pembatalan bukti potong pajak pada kondisi tertentu

Itulah dia beberapa fungsi dari dibuatnya bukti potong pajak, sehingga ada kejelasan dari pajak yang dipotong/dipungut.

Begitulah informasi mengenai bukti potong pajak yang bisa kami sampaikan untuk Anda. Semoga hal ini bisa membantu untuk memahami dengan baik. Jangan lupa gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.

Banner General (kontak, download app)