Syarat dan Jumlah Tanggungan NPWP

Jumlah tanggungan NPWP

Sebagai Wajib Pajak, mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) menjadi salah satu kewajiban yang harus dilakukan untuk lapor pajak setiap tahunnya. Anda diminta memberikan data diri dan informasi terkait perpajakan, termasuk salah satunya jumlah tanggungan NPWP. Bagi yang baru pertama kali mengisi SPT, hal ini mungkin akan terdengar membingungkan. Apa yang dimaksud dengan tanggungan? Siapa saja yang berhak disebut sebagai tanggungan tersebut? Simak penjelasannya di bawah ini.

 

 

Siapa yang termasuk tanggungan dalam NPWP?

Dalam NPWP, tanggungan mengacu pada orang-orang yang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak dan bergantung kepadanya karena tidak memiliki penghasilan. Idealnya, kolom jumlah tanggungan NPWP diisi oleh Wajib Pajak yang sudah menikah atau berstatus sebagai kepala keluarga.

 

Itulah kenapa biasanya tanggungan NPWP mengacu pada anggota keluarga, khususnya anak dan istri, walaupun sebetulnya anggota keluarga lain juga dapat dikategorikan sebagai tanggungan apabila tidak memiliki penghasilan.

 

Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tanggungan anggota keluarga termasuk anggota keluarga sedarah dalam satu garis keturunan lurus, serta keluarga semenda yang menjadi tanggungan sepenuhnya. Jumlahnya maksimal yang dapat dijadikan tanggungan untuk menghitung penghasilan Kena pajak adalah tiga orang untuk setiap keluarga. 

 

 

Syarat tanggungan NPWP

Apakah lantas seluruh anggota keluarga dengan hubungan sedarah dan semenda lurus dapat menjadi tanggungan NPWP? Ternyata belum tentu. Ada sejumlah syarat bagi seseorang untuk bisa dikatakan sebagai tanggungan NPWP, yaitu:

 

  • Hidup satu atap dengan Wajib Pajak bersangkutan
  • Memiliki status belum menikah
  • Tidak diperbolehkan memiliki penghasilan
  • Tidak lahir atau meninggal pada tahun pajak berjalan

 

 

Baca juga: Inilah syarat membuat npwp pribadi!

 

 

Tanggungan NPWP dan PTKP

Mengapa Wajib Pajak harus mengisi kolom tanggungan NPWP jika memang punya? Jawabannya supaya tanggungan dapat diperhitungkan dalam Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu besaran penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Dengan kata lain, jumlah penghasilan tersebut tidak akan dimasukkan ke dalam Pajak Penghasilan (PPh) saat melakukan perhitungan PPh terutang pada laporan SPT PPh 21.

 

Saat ini, batas PTKP yang diterapkan pemerintah Indonesia adalah Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta setahun. Lantas, siapa saja tanggungan yang dapat diperhitungkan dalam PTKP? Berikut ini daftarnya:

 

  • Istri 
  • Anak kandung, dengan jumlah tanggungan NPWP maksimal tiga anak dan belum memiliki penghasilan sendiri.
  • Orang tua atau mertua yang tidak bekerja dan tidak mempunyai tunjangan hari tua, pensiun, atau sejenisnya.

 

 

Jumlah tanggungan NPWP

Lantas, bagaimana kalau Anda mempunyai jumlah tanggungan NPWP yang banyak? Apakah artinya jumlah pajak yang dikurangi juga akan semakin banyak? Menurut peraturan perpajakan yang berlaku, jumlah tanggungan maksimal yang bisa dilaporkan adalah tiga orang. Jadi, jika misalnya Anda mempunyai jumlah tanggungan sebanyak lima orang, maka tak perlu melaporkan dua orang lainnya. Begini rincian jumlah PTKP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi:

 

  • TK/3 — Status tidak kawin dengan anak dan/atau tanggungan lain sebanyak tiga orang.
  • K/3 — Status kawin dengan anak dan/atau tanggungan lain sebanyak tiga orang.
  • K/I/3 — Status kawin dan istri memiliki usaha terpisah dengan anak dan/atau tanggungan lain sebanyak tiga orang.

 

 

Baca juga: Ini dia cara membuat npwp bagi yang belum bekerja!

 

 

Jadi, bagi yang memiliki tanggungan, pastikan Anda mencantumkannya saat mengisi SPT agar dapat diperhitungkan dalam PTKP. Namun, ingat, jumlah tanggungan NPWP maksimal adalah tiga orang, dengan ketentuan yang telah dijelaskan di atas. Apabila masih bingung, Anda bisa bertanya kepada konsultan pajak bersertifikasi melalui aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

5 Surat Ketetapan Pajak dan Fungsinya

Surat ketetapan pajak

Salah satu kewajiban yang harus dilakukan Wajib Pajak adalah mengisi dan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Jika ditemukan kekeliruan dalam pengisian SPT, maka Ditjen Pajak akan menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP) kepada Wajib Pajak bersangkutan. Ada lima jenis SKP yang berhak dikeluarkan oleh Kantor Pajak Pratama (KPP) berdasarkan hasil pemeriksaan pajak. Berikut ini penjelasannya. 

 

 

Surat Tagihan Pajak (STP)

Sesuai namanya, Surat Tagihan Pajak (STP) dikeluarkan untuk menagih pajak dan/atau sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga. STP akan diterbitkan apabila:

  1. Pajak penghasilan di tahun berjalan belum dibayar atau nominal yang dibayar masih kurang.
  2. Terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah hitung atau tulis.
  3. Terkena sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
  4. Pengusaha yang wajib bayar pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, namun belum melaporkan kegiatan bisnisnya untuk diresmikan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, tetapi membuat faktur pajak.
  6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat faktur pajak, membuat faktur pajak tapi tidak tepat waktu, atau tidak mengisinya dengan lengkap.

 

 

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Surat ketetapan pajak satu ini diterbitkan untuk menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak. Idealnya, Ditjen Pajak mengeluarkan SKPN setelah melakukan pemeriksaan Surat Pemberitahuan. Penerbitan SKPN berlaku untuk:

  1. Pajak Penghasilan (PPh) — nominal kredit pajak setara dengan jumlah pajak terutang atau pajak tidak terutang. Lalu, tidak ada kredit pajak;
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) — nominal kredit pajak setara dengan jumlah pajak terutang atau pajak tidak terutang tanpa adanya kredit pajak;
  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) — jika jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

 

 

Baca juga: Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak!

 

 

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

SKPLB akan dikeluarkan Ditjen Pajak apabila Wajib Pajak membayar pajak terutang dalam jumlah yang melebihi seharusnya. Namun, SKPLB baru akan dikeluarkan apabila ada permohonan tertulis dari Wajib Pajak. Syaratnya, jumlah kredit pajak pada PPh, PPn, dan PPnBM lebih besar dari jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan.

 

Penerbitan SKPLB dilakukan setelah pemeriksaan atas surat permohonan, maksimal dalam waktu dua belas bulan sejak surat tersebut diterima atau sesuai keputusan Ditjen Pajak. Apabila penerbitan terlambat, Wajib Pajak berhak mendapatkan imbalan bunga 2% sebulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.

 

 

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Berbanding terbalik dari SKPKB, surat ketetapan pajak satu ini diterbitkan jika Wajib Pajak kurang atau tidak membayar pajak terutang, telat menyampaikan SPT dari waktu yang ditentukan, adanya salah hitung pada PPN dan PPnBM bertarif 0%, dan besar pajak terutang yang tidak diketahui. 

 

Pada dasarnya, SKPKB adalah surat yang menentukan besarnya jumlah pokok dan jumlah kredit pajak, besarnya sanksi administrasi, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar. SKPKB dikeluarkan dalam jangka waktu lima tahun terhitung sejak berakhirnya masa pajak.

 

 

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Penghasilan dengan Mudah!

 

 

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Setelah Wajib Pajak membayar dan melaporkan pajak terutang sesuai nominal yang tercantum pada SKP, petugas pajak akan kembali memeriksa data tersebut. Apabila masih ditemukan adanya pajak terutang yang kurang atau tidak dibayar oleh Wajib Pajak, maka Ditjen Pajak berhak mengeluarkan SKPKBT. 

 

SKPKBT dikeluarkan dalam jangka waktu lima tahun dengan jumlah pajak terutang yang harus dibayar akan ditambah 100% sebagai sanksi administrasi. Jika Wajib Pajak belum juga membayar kekurangan pajak setelah jangka waktu tersebut, maka akan dikenakan tambahan sanksi sebesar 48% dari jumlah pajak terutang yang wajib dibayar.

 

 

Itulah kelima jenis surat ketetapan pajak yang berhak diterbitkan Ditjen Pajak jika terjadi kondisi sesuai penjelasan di atas. Walaupun memiliki fungsi berbeda, penerbitan surat dilakukan demi kelancaran aktivitas perpajakan. Nah, agar tidak keliru dalam pelaporan SPT, Anda bisa mengandalkan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Mekanisme Perhitungan PPh Badan

Perhitungan PPh badan

Pajak Penghasilan (PPh) badan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan suatu badan. Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia, badan bisa didefinisikan sebagai sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha.

 

Bentuknya bisa berupa Perseroan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Koperasi, lembaga, kongsi, firma, persekutuan, dana pensiun, yayasan, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik, organisasi sejenis, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya juga termasuk. 

 

Badan pun wajib membayar pajak saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Lalu, bagaimana perhitungan PPh badan yang tepat? Berikut mekanisme yang umumnya diterapkan di Indonesia.

 

1. Hitung penghasilan bruto

Agar bisa mengetahui jumlah penghasilan kena pajak badan, Anda terlebih dulu harus mencari tahu nominal penghasilan bruto yang didapatkan selama satu tahun berjalan. Disebut bruto karena jumlah tersebut belum dikurangi biaya operasional untuk memelihara, mendapatkan, dan menagih penghasilan tersebut.

 

2. Hitung penghasilan neto komersial

Setelah mengetahui nominal penghasilan bruto, mekanisme perhitungan PPh badan berlanjut ke penghasilan neto komersial. Cara menghitung penghasilan neto komersial adalah mengurangi penghasilan bruto dengan biaya operasional. Begini rumusnya:

 

Penghasilan neto komersial = penghasilan bruto – biaya operasional

 

3. Hitung penghasilan neto fiskal

Karena adanya perbedaan antara ketentuan komersial dan fiskal kerap mengakibatkan perbedaan pada hasil perhitungan penghasilan neto. Perbedaan atau selisih ini disebut dengan koreksi fiskal, yang sifatnya bisa koreksi positif atau koreksi negatif. Berikut ini rumus menghitung penghasilan neto fiskal:

 

Penghasilan neto fiskal = penghasilan neto komersial + koreksi fiskal

 

4. Hitung penghasilan kena pajak

Pada perhitungan PPh badan tahap ini, Anda bisa mencari tahu nominal penghasilan kena pajak (PKP). Caranya adalah mengurangi penghasilan neto fiskal dengan kompensasi kerugian. Terkait ketentuan tentang kerugian yang dapat dikompensasikan, Anda bisa mempelajarinya lebih lanjut pada UU PPh Pasal 6 ayat (2). Sedangkan di bawah ini adalah rumus menghitung PKP:

 

PKP = penghasilan neto fiskal kompensasi kerugian

 

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 yang harus Anda pahami!

 

5. Hitung PPh badan terutang

Nominal PPh badan terutang bisa didapatkan melalui perkalian antara PKP dan tarif PPh badan yang berlaku, atau seperti yang terangkum dalam rumus berikut ini:

 

PPh badan terutang = PKP x tarif PPh badan

 

Perlu dicatat bahwa tarif yang berlaku untuk setiap perusahaan berbeda-beda. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.30 Tahun 2020, maka mulai tahun 2020 hingga 2021. Tarif PPh Badan dipangkas menjadi 22%, dan kembali akan turun menjadi 20% ditahun 2022, sedangkan untuk perseroan terbuka mendapatkan pengurang sebesar  3% lebih rendah dibandingkan dengan Perseroan tertutup atau badan usaha lainnya   Untuk perhitungan PPh badan Jika badan usaha memiliki pendapatan bruto lebih dari Rp50 miliar/tahun, maka akan dikenakan tarif pajak tunggal 22%. Sedangkan bagi badan usaha yang pendapatan brutonya berkisar antara Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar/tahun, ada dua jenis tarif sesuai UU PPh Pasal 31E:

 

  • Tarif sebesar 22% bagi PPh yang tidak mendapatkan fasilitas (pendapatan bruto antara Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar)
  • Tarif sebesar 11% bagi PPh yang mendapatkan fasilitas (pendapatan bruto hingga sama dengan Rp4,8 miliar)

 

6. Menghitung kredit pajak

Selama berjalannya tahun pajak, sering kali Wajib Pajak sudah membayar pajak melalui prosedur pemungutan dan pemotongan pajak oleh pihak lain. Bisa juga dari pembayaran yang dilakukan Wajib Pajak Badan sendiri. Nah, pembayaran tersebut termasuk dalam angsuran pembayaran pajak yang sah diperhitungkan sebagai kredit PPh terutang. Namun, tidak berlaku untuk pajak bersifat final.

 

Baca Juga: Memahami tata cara pelaporan pph 23!

 

7. Menghitung PPh lebih/kurang bayar

Tahap terakhir dalam perhitungan PPh badan adalah mengurangi PPh terutang dengan kredit pajak. Dari sini akan diketahui apakah status pajak Anda kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Status kurang bayar berarti masih ada pajak yang harus Anda bayarkan, sedangkan status lebih bayar artinya ada kelebihan pembayaran pajak yang dapat dikembalikan. Sementara itu, nihil maksudnya tidak ada kelebihan maupun kekurangan pembayaran pajak.

 

Jika sudah mengetahui nominal pajak yang harus dibayarkan dari mekanisme perhitungan PPh badan di atas, jangan lupa segera menyetorkan dan melaporkan SPT Tahunan PPh badan kepada negara. Anda bisa melakukannya dengan mudah dan praktis melalui aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi serta diawasi langsung oleh DJP.

8 Syarat Perpanjangan Sertifikat Elektronik

8 Syarat Perpanjangan Sertifikat Elektronik

Di Indonesia, Pengusaha Kena Pajak (PKP) membutuhkan sertifikat elektronik agar bisa menjalankan fungsi-fungsi dalam e-Faktur. Sebut saja membuat faktur pajak, meminta nomor seri faktur pajak, serta memanfaatkan layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

 

Menurut SE-69/PJ/2015 tentang Prosedur Pemberian dan Pencabutan Sertifikat Elektronik, sertifikat elektronik adalah sertifikat bersifat elektronik yang dibubuhkan tanda tangan digital serta tercantum identitas yang menunjukkan status hukum masing-masing pihak dalam transaksi elektronik. Satu-satunya penerbit sah sertifikat elektronik adalah DJP.

 

Mengingat pentingnya sertifikat elektronik, usahakan untuk selalu memperbaharuinya sebelum masa berlaku habis alias kedaluwarsa. Tentunya ada syarat perpanjangan sertifikat elektronik yang wajib untuk Anda penuhi terlebih dulu.

 

Kapan Anda harus memperpanjang sertifikat elektronik?

Idealnya, sertifikat elektronik memiliki masa berlaku hingga sekitar dua tahun. Cara mengetahui tanggal pastinya pun tidak sulit. Kemungkinan besar sertifikat elektronik telah ter-install pada browser yang dipakai PKP ketika mendapatkan sertifikat tersebut. 

 

Untuk mencari tahu masa berlaku sertifikat elektronik, bukalah menu Control Panel pada browser.

 

Kemudian, masuklah ke bagian Internet Options dan pilih opsi Tab Content. Dalam Tab Content inilah tersimpan tautan sertifikat elektronik yang memiliki info terkait tanggal masa berlaku.

 

Baca juga: Pahami Cara Lapor SPT Tahunan Badan Online!

 

Daftar syarat perpanjangan sertifikat elektronik

Apabila ternyata masa berlaku tersebut sudah hampir habis, PKP wajib segera mengajukan perpanjangan sertifikat elektronik secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP terdaftar. Apabila tidak, PKP berisiko tidak bisa menerbitkan e-Faktur. Nantinya DJP akan meminta Anda untuk memenuhi berbagai syarat perpanjangan sertifikat elektronik berikut ini:

  1. Dokumen asli dan fotokopi kartu identitas, seperti KTP/paspor/KITAS/KITAP pengurus PKP.
  2. Dokumen asli kartu keluarga (KK) pengurus PKP.
  3. Surat pengajuan perpanjangan sertifikat elektronik yang telah ditandatangani.
  4. Surat pernyataan persetujuan penggunaan surat elektronik DJP yang dilengkapi materai.
  5. Dokumen asli SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir.
  6. Bukti asli dan fotokopi tanda terima pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir.
  7. Soft copy foto terbaru dari pengurus PKP
  8. Menyiapkan password untuk permintaan nomor seri faktur pajak.
 
 

Hal-hal penting lain yang wajib diperhatikan

Selain syarat perpanjangan sertifikat elektronik yang disebutkan pada poin sebelumnya, ada pula sejumlah hal lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan. Salah satunya adalah proses untuk mengajukan perpanjangan sertifikat elektronik hanya bisa dilakukan oleh pengurus PKP yang namanya tercantum pada SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir.

 

Lalu, terkait penggunaan passphrase, Anda dapat memasukkan passphrase baru atau berbeda dari passphrase lama. Selain itu, Anda tidak diminta untuk melakukan registrasi ulang lewat aplikasi e-Faktur setelah berhasil memperpanjang sertifikat elektronik. Namun, bagaimana soal data-data yang telah Anda miliki?

 

Tenang saja, data-data tersebut juga tidak akan hilang saat sertifikat elektronik diperpanjang atau diperbaharui. Sebagai PKP, Anda hanya perlu menghubungkan patch sertifikat elektronik baru yang sudah diperpanjang dengan aplikasi e-Faktur. 

 

Sekarang, coba cek kembali masa berlaku sertifikat elektronik Anda. Jika memang sudah mendekati masa berlaku, segera lakukan permohonan perpanjangan sebelum kadaluarsa. Pastikan Anda memenuhi segala syarat perpanjangan sertifikat elektronik dan memperhatikan hal-hal penting lainnya agar prosesnya berjalan lancar.

 

Dengan begitu, Anda akan tetap bisa memanfaatkan fungsi-fungsi e-Faktur yang dapat diakses dengan mudah melalui efaktur.pajak.go.id. Bisa juga melalui platform aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Hak dan kewajiban wajib pajak

Sebagai Wajib Pajak di Indonesia, Anda memiliki hak dan kewajiban yang harus dipatuhi. Ketentuan terkait hak dan kewajiban Wajib Pajak ini telah diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Lantas, apa sajakah hak dan kewajiban yang dimaksud?

Hak-hak Wajib Pajak

Setidaknya ada total enam belas hak dan kewajiban Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berikut hak-hak Wajib Pajak yang bisa Anda dapatkan:

1. Hak dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan

Anda berhak untuk melihat tanda pengenal pemeriksa, meminta surat perintah pemeriksaan, menerima penjelasan terkait maksud dan tujuan pemeriksaan, meminta detail perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT, serta hadir saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.

2. Hak mengajukan keberatan, banding, dan peninjauan kembali

Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan surat ketetapan pajak dari Ditjen Pajak, maka dapat mengajukan keberatan. Wajib Pajak juga berhak mengajukan banding hingga peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

3. Hak atas kelebihan pembayaran pajak

Jika Anda membayar pajak dengan jumlah lebih banyak dari seharusnya, maka Anda berhak menerima kelebihan bayarnya. Caranya adalah mengirimkan surat permohonan ke Kepala Kantor Pajak Pratama (KPP) atau melalui Surat Pemberitahuan (SP). 

4. Hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak

Bagi Anda yang termasuk Wajib Pajak patuh, maka berhak mendapat pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam waktu minimal satu bulan untuk PPN dan tiga bulan untuk PPh terhitung sejak surat permohonan diterima Ditjen Pajak.

5. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran

Pada kondisi-kondisi tertentu, Wajib Pajak bisa meminta permohonan pengangsuran atau penundaan untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan di Indonesia.

6. Hak kerahasiaan

Hak dan kewajiban Wajib Pajak juga menyangkut perlindungan kerahasiaan atas semua informasi yang Anda sampaikan kepada Ditjen Pajak terkait kepentingan perpajakan. Hal-hal yang dilindungi mencakup data dari pihak ketiga yang sifatnya rahasia.

7. Hak pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB)

Apabila terjadi kondisi tertentu, misalnya kerusakan bumi dan bangunan akibat bencana alam, Wajib Pajak berhak mengajukan pengurangan pajak terutang PBB. 

8. Hak penundaan pelaporan SPT tahunan

Wajib Pajak dapat mengajukan perpanjangan atau penundaan penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun PPh badan dengan alasan atau kondisi tertentu.

9. Hak pembebasan pajak

Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan pembebasan pemungutan atau pemotongan Pajak Penghasilan dengan alasan atau kondisi tertentu.

10. Hak pengurangan PPh Pasal 25

Wajib Pajak dapat meminta permohonan pengurangan jumlah angsuran PPh Pasal 25 dengan kondisi tertentu.

11. Hak mendapatkan insentif perpajakan

Sejumlah kegiatan atau Barang Kena Pajak (BKP) berhak atas fasilitas pembebasan PPN, di antaranya buku-buku, pesawat udara, kereta api, kapal laut, serta perlengkapan TNI/Polri yang diimpor atau diserahkan di area pabean oleh Wajib Pajak tertentu.

12. Hak mendapatkan pajak ditanggung pemerintah

Khusus pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai menggunakan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PPh terutang atas penghasilan konsultan, kontraktor, dan supplier utama ditanggung pemerintah.

Baca juga: Cara Aktivasi e-Filing Pajak!

Berbagai kewajiban Wajib Pajak

Di samping berhak melakukan berbagai hal di atas, Wajib Pajak juga harus mematuhi berbagai kewajiban perpajakan. Berikut ini di antaranya:

1. Kewajiban mendaftarkan diri

Salah satu hak dan kewajiban Wajib Pajak yang utama adalah mendaftarkan diri untuk mendapat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini bisa dilakukan di KP2KP atau KPP. Bisa juga secara online melalui ereg.pajak.go.id atau aplikasi pajak online AyoPajak yang telah diawasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

2. Kewajiban memberi data

Data yang dimaksud adalah informasi orang pribadi atau badan yang dapat menunjukkan kegiatan/usaha, penghasilan dan/atau kekayaan, peredaran usaha, termasuk informasi terkait transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, nasabah debitur, kartu kredit, hingga laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Ditjen Pajak.

3. Kewajiban pembayaran, pelaporan, pemungutan/pemotongan pajak

Wajib Pajak harus menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutangnya sendiri. Anda bisa melakukan hal ini secara mudah dan praktis melalui platform AyoPajak.

4. Kewajiban pemeriksaan

Contoh kewajiban yang dimaksud adalah memenuhi panggilan untuk menghadiri pemeriksaan, memberikan izin untuk memasuki ruangan atau tempat yang dinilai perlu, dan memberikan keterangan jika dibutuhkan.

Baca juga: Cara Mengisi SPT 1770 yang Mudah Disini!

Banner General (kontak, download app)

Itulah sederet hak dan kewajiban Wajib Pajak yang dapat Anda dapatkan dan harus Anda lakukan. Mari menjadi warga negara yang baik dengan taat pajak dan memenuhi berbagai kewajiban tersebut. Penuhi kewajiban pajak Anda dengan praktis dan aman lewat aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. 

Panduan Lapor SPT Tahunan Pribadi Mudah

seorang wanita sedang menghitung lapor spt tahunan pribadi

Sebagai Individu yang sudah menjadi subjek wajib pajak dalam negeri pribadi setiap tahun mempunyai kewajiban untuk lapor SPT Tahunan pribadi. SPT Tahunan merupakan formulir yang digunakan wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak, melaporkan objek pajak, bukan objek pajak, harta dan kewajiban/hutang selama satu tahun pajak. Membuat laporan SPT Tahunan juga sangat menyulitkan dan membingungkan tentunya bagi individu wajib pajak yang baru pertama kali melakukannya.

 

 

Yang Perlu Diketahui Saat Awal Pengisian SPT Tahunan

 

Apakah Anda termasuk seseorang yang kesulitan untuk melakukan pengisian, menghitung pajak, ataupun cara pembayaran pajak dan pelaporannya? Berikut ini beberapa hal yang harus Anda ketahui pada saat awal pengisian SPT Tahunan WPOP:

    1. Ketahui Sumber dan jenis Penghasilan yang diperoleh
    2. Mengetahui Status Kewajiban perpajakannya
    3. Mengetahui penghitungan kembali Penghasilan Non Final atas pajak terutang dalam satu tahun pajak.
    4. Melaporkan harta yang dimiliki pada akhir tahun pajak.
    5. Melaporkan hutang yang dimiliki pada akhir tahun pajak.

Hal-hal yang sudah disebutkan diatas sangat penting untuk diketahui oleh Wajib Pajak karena sumber dan jenis penghasillan menentukan jenis Formulir Pajak yang akan digunakan, yang hingga saat ini terdapat 3 jenis Formulir SPT Tahunan Wajib pajak Orang Pribadi. Status kewajiban perpajakan akan menentukan jumlah dari Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagai pengurang atas Penghasilan Kena Pajak, mengetahui tata cara perhitungan pajak atas penghasilan Non Final yang diperoleh untuk menentukan berapa jumlah Pajak yang terutang dalam 1 tahun pajak. Serta mengetahui jenis harta dan hutang apa saja yang wajib dilaporkan di SPT Tahunan pada akhir tahun pajak.

 

 

Apa Saja yang Harus Dilakukan Untuk Lapor SPT Tahunan Pribadi

 

    1. Persiapkan waktu secukupnya.
    2. Persiapkan data-data identitas Wajib Pajak beserta tanggungannya,Dokumen legal atas kepemilikan  Harta dan Hutang yang masih dimiliki pada akhir tahun.
    3. Lakukan simulasi perhitungan terlebih dahulu atas Pajak terutang di excel/spreadsheet, sehingga bisa diketahui berapa penghasilan yang diperoleh dan berapa pajak yang terutang.
    4. Kumpulkan seluruh Bukti Pemotongan Pajak/Kredit Pajak  yang diperoleh atau angsuran pajak dimuka yang sudah dibayar, untuk mengetahui berapa Pajak yang masih harus dibayar atas pajak yang terutang.
    5. Estimasikan Biaya Hidup Wajib Pajak dan tanggungannya.
    6. Lakukan pembayaran Pajak terlebih dahulu jika terdapat Pajak yang masih harus dibayar.
    7. Mulailah Pengisian SPT Tahunan dari lampiran Tanggungan, Harta dan Hutang.
    8. Bandingkan Harta dan atau Hutang yang dimiliki akhir tahun dengan SPT tahunan yang dilaporkan sebelumnya, agar tidak ada Harta atau Hutang yang lupa terlaporkan.
    9. Bandingkan kenaikkan Harta bersih dengan Penghasilan Netto dikurangi estimasi biaya hidup.
    10. Laporkan SPT Tahunan lebih awal, jangan menunda pelaporan pajak menjelang batas akhir pelaporan pajak, karena bisanya menjelang batas akhir chanel layanan pajak akan sangat sibuk sehingga terkadang menyulitkan dalam pelaporan.

 

Demikianlah point-point yang harus diperhatikan bagi Wajib pajak sebelum mengisi dan melaporkan SPT Tahunannnya, agar tidak terjadi kesalahan dalam pengisian SPT Tahunannya. Selamat mengisi SPT Tahunan anda!

Aplikasi Perpajakan: Solusi Mudah Lapor Pajak

Seseorang sedang menghitung pajak untuk lapor pajak di Aplikasi Perpajakan

Pada saat pandemi seperti sekarang ini tentunya membuat tatanan gaya dan pola hidup masyarakat berubah, dengan lebih memperhatikan gaya hidup yang sehat, memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun dan menjaga jarak kini menjadi hal pokok yang harus kita lakukan. Perubahan ini terjadi begitu juga dengan pemerintah mencari solusi dan cara untuk tetap dapat menggerakkan roda ekonomi negara, saat ini banyak sekali berbagai bantuan dan insentif pajak yang digelontorkan pemerintah kepada pelaku usaha.

Dengan bantuan dan insentif yang diberikan, tentunya penerimaan pajak juga sangat penting untuk dijaga, oleh karena itu,  pemerintah dalah hal ini DJP telah melakukan reformasi yang penting untuk menjaga Penerimaan pajak tersebut khususnya dibidang IT. Salah satunya adalah dengan mengajak pihak swasta sebagai mitra DJP dalam melakukan layanan pajak secara online dengan aplikasi perpajakan. Saat ini DJP sudah menunjuk 14 perusahaan yang di authorized, salah satunya adalah PT. Garda Bina Utama atau ayopajak.com

Perusahaan yang ditunjuk disebut dengan Penyedia Jasa Apikasi Perpajakan atau yang disingkat dengan PJAP adalah pihak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menyediakan jasa aplikasi perpajakan bagi wajib pajak dan dapat menyediakan jasa aplikasi penunjang bagi wajib pajak. Ketahui apa saja hak dan kewajiban dari PJAP dibawah ini.

Kewajiban dan Hak Penyedia Jasa Apikasi Perpajakan (PJAP)

Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan memiliki dua Hak yaitu:

    1. Dipublikasikan sebagai Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan antara lain melalui laman Direktorat Jenderal Pajak.
    2. Mendapatkan informasi penerbitan regulasi baru di bidang perpajakan.

Sedangkan untuk kewajiban yang dimiliki oleh PJAP adalah sebagai berikut:

    1. Menjamin kerahasiaan data pengguna layanan sesuai peraturan perundang-undangan.
    2. Memenuhi ketentuan kualitas layanan sesuai dengan Standar Kualitas Layanan.
    3. Menerapkan prinsip perlindungan konsumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    4. Menerapkan prinsip manajemen risiko.
    5. Memberitahukan bahwa
      • Kerja sama dan/atau pengakhiran kerja sama dengan pihak lain.
      • Penambahan dan/atau penghentian layanan penyediaan aplikasi penunjang.
      • Perubahan susunan kepemilikan saham dan/atau susunan pengurus kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur Teknologi Informasi Perpajakan.
    6. Dalam hal Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan melakukan kerja sama dengan pihak lain, Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan memiliki kewajiban untuk:
      • Memastikan keamanan dan kelancaran pemberian layanan perpajakan, termasuk dalam hal dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain
      • Melakukan pengawasan secara berkala atas kinerja pihak lain yang bekerja sama dengan Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan tersebut
      • Bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang timbul atas penyediaan layanan yang diselenggarakan oleh pihak lain yang berkerja sama dengan Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan tersebut
    7. Membantu Direktorat Jenderal Pajak dalam meningkatkan kepatuhan perpajakan secara sukarela, antara lain dalam bentuk kegiatan sosialisasi, kampanye kebijakan perpajakan, penyediaan layanan pro bono
    8. Mematuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penunjukan Sebagai Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan
    9. Membebaskan Direktorat Jenderal Pajak dari segala tuntutan yang berkaitan dengan penyediaan layanan sebagai Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan, termasuk penyalahgunaan autentikasi identitas digital, seperti Electronic Filing Identification Number (EFIN), identitas pengguna (username), kata sandi (password), Personal Identification Number (PIN), tanda tangan elektronik, sertifikat elektronik, tokenpassphrase, dan autentikasi identitas digital lainnya yang dapat mengakibatkan kerusakan dan/atau kerugian baik langsung maupun tidak langsung, baik berupa kehilangan keuntungan, kegunaan data, atau kerugian-kerugian non-material lainnya.
 

Larangan Penyedia Jasa Apikasi Perpajakan (PJAP)

Melakukan kegiatan yang dapat merugikan Direktorat Jenderal Pajak dan/atau Wajib Pajak dalam kegiatan penyediaan layanan perpajakan.

Layanan Wajib yang Harus Disediakan PJAP

Selain itu terdapat enam poin penting layanan wajib yang Harus disediakan oleh Penyedia Jasa Aplikasi Pajak, yaitu:

    1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan; (eREG)
    2. penyediaan aplikasi penerbitan dan penyaluran Bukti Pemotongan elektronik; (eBUTPOT)
    3. penyelenggaraan e-Faktur Host-to-Host (H2H); (eFAKTUR)
    4. penyediaan aplikasi pembuatan Kode Billing; (eBILING)
    5. penyediaan aplikasi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bentuk dokumen elektronik (eSPT); dan
    6. penyaluran SPT dalam bentuk dokumen elektronik (eFILING).

Dalam memberikan layanannya tentu masing-masing PJAP ada yang gratis dan berbayar. Masing-masing PJAP mempunyai produk layanan tambahan yang dapat membantu dan memudahkan para wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya.

Adapun layanan yang gratis ataupun yang berbayar  dapat dicek langsung di masing-masing website PJAP tersebut, pastikan bahwa layanan pajak dan harga yang tawarkan sesuai dengan kebutuhan anda maupun perusahaan Anda. Jangan ragu untuk menghubungi dan menanyakan setiap produk dan layanan yang ditawarkan secara jelas. Karena  Setiap PJAP Mungkin mempunyai produk layanan tambahan yang tidak dimiliki oleh PJAP lainnya.

Dengan ada nya Penyedia aplikasi pajak, kini Anda memiliki berbagai alternatif solusi dalam melaksakan kewajiban perpajakan Anda. Kini bayar dan lapor pajak tidak lagi sesulit sebelumnya, cukup memiliki jaringan Internet, maka Anda dapat melakukan aktivitas perpajakan Anda di komputer, laptop maupun gadget Anda.

Sehingga tidak ada lagi kata “Duh antri nya Panjang banget” ataupun “Website DJP nya down”. Karena sekarang anda memilki solusi alternative dalam menjalankan kewajiban Perpajakan anda dan perusahaan Anda.

Transformasi UU Bea Meterai

Oleh Irwan Wisanggeni, Dosen Trisakti School of Management

 

Per 1 Januari tahun 2021 ini diberlakukan  UU No 10 tahun 2020 tentang UU bea meterai, salah satu perubahan yang mendasar dari undang-undang yang baru ini adalah tarif dan batasan nilai nominal  uang yang dikenakan bea meterai. UU No 13 tentang bea meterai tahun 1985 (lama) tarif bea meterai untuk transaksi dengan nilai nominal dibawah Rp 250.000, dibebaskan bea meterai sedangkan transaksi diantara Rp 250.000 sampai dengan Rp 1.000.000 akan dikenakan tarif bea meterai Rp 3.000 dan transaksi dengan nilai Rp 1.000.000 ke atas akan dikenakan tarif bea meterai Rp 6.000. Sedangkan UU No 10 tentang bea meterai tahun 2020 (baru)  untuk transaksi dengan nilai nol sampai dengan Rp 5.000.000. dibebaskan dari bea meterai, lalu untuk nilai transaksi diatas Rp 5.000.000. dikenakan bea meterai Rp 10.000. Itulah kenaikan tarif bea meterai pada UU baru yang akan berlaku per 1 Januari 2020.

 

Beberapa pengamat ekonomi merespon dengan khawatir atas kenaikan tarif bea meterai, karena hal ini akan menambah biaya ekonomi (economic costs) juga berdampak inefisiensi dalam ekonomi digital. Namun penulis berpendapat lain, kenaikan tarif menjadi Rp 10.000. memang cukup besar sekitar 66 persen, tapi batasan nilai nominal transaksi yang dikenakan bea meterai menjadi bertambah UU yang lama diatas Rp 250.000 sedangkan UU yang baru Rp 5.000.000. Sesuai pasal 3 ayat 2 huruf g. Atas perubahan ini menyiratkan bahwa transaksi dengan nilai Rp 5.000.000. yang banyak dilakukan oleh sektor UKM (usaha kecil menengah) akan sangat membantu sektor ini juga pada transaksi digital yang berdasarkan pengamatan berada pada transaksi dibawah Rp 5.000.000 untuk sektor retail. Jadi dapat simpulkan kenaikan batasan nilai nominal transaksi dari Rp 250.000 menjadi Rp 1.000.000. akan memberikan insentif pajak pada masyakat secara lebih luas.

 

Kenaikan tarif bea meterai 66 persen akan mempengaruhi transaksi perdagangan dengan nilai nominal besar yang akan berdampak menambah penerimaan negara dari sektor pajak. Tak dipungkiri bea meterai merupakan pajak dokumen (duty stamp) kehadirannya di Indonesia warisan dari era kolonial, namun tidak sedikit negara-negara yang masih mengenakan pajak atas dokumen, seperti Singapura, Korea Selatan, Australia dan banyak lagi. Tarif bea meterai dinegara lain juga sangat mahal dibanding di Indonesia misalnya Korsel menetapkan tarif bea materai sebesar 100-350.000 won atau setara Rp 130 ribu – Rp 4,5 juta, jadi jika dibandingkan dengan Indonesia masih sangat murah.

 

Dalam UU bea meterai  yang baru menekankan kesetaraan antara dokumen kertas dan elektronik juga bertujuan meningkatkan kesederhanaan dan efektivitas melalui tarif tunggal dan penerapan meterai elektronik. UU Bea Meterai yang baru memberikan rasa keadilan dalam aspek perpajakan, karena selama ini traksaksi digital tidak disinggung  dalam UU bea meterai yang lama. Memang ada dalam Pasal 5 UU ITE  menyatakan transaksi e-commerce harus dikenakan bea meterai. Maka atas dasar keadilan pemungutan pajak maka dalam UU bea meterai yang baru diatur dengan jelas.

 

Potensi bea meterai  pada rana transaksi digital sangat signifikan untuk membantu penerimaan negara. Misalnya pada data tahun 2016, sebanyak 8,4 juta jiwa yang melakukan transaksi elektronik, apabila dikalkulasi maka pemerintah akan mendapatkan pemasukan dari sektor pajak yang berasal dari bea meterai sebesar lebih dari Rp. 50 miliar. Kesemuanya ini diasumsikan apabila semua pengguna internet dikenakan materai 6000 dalam setiap transaksinya. Sedangkan pada tahun 2020 pengguna internet sudah mencapai 25,5 juta jiwa, artinya naik 3 kali lipat dibanding tahun 2016, sehingga potensi bea materai dari transaksi digital akan sangat besar. Jadi bentuk e materai akan timbul di tahun 2021.

 

Hal positif lain yang di dapat dari UU bea meterai yang baru adalah sanksi atas kurang dipungut atau kurang disetor, sanksi berdasarkan UU yang lama 200 persen sedangkan sanksi berdasarkan UU bea materai yang baru hanya 100 persen dari bea materai terutang sesuai  Pasal17 ayat(1) jo. Pasal18 ayat(2) UU bea meterai 2020.

 

Namun untuk sanksi pemalsuan terhadap meterai akan dikenakan sanksi yang tegas dipidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), juga untuk sanksi atas pemakaian kembali bea materai yang sudah dipakai akan dikenakan sanksi lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Hal ini semua diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 di bea meterai yang baru.

 

Lalu bagaimana jika dalam tahun 2021 nanti kita masih memiliki stock meterai lama, dalam UU bea meterai yang baru pasal 28 dibuatkan aturan peralihan yang menyatakan meterai lama masih dapat digunakan sampai jangka waktu 1 (satu) tahun setelah UU ini mulai berlaku dan tidak dapat ditukarkan dalam bentuk apapun. Meterai tempel yang digunakan untuk melakukan pembayaran Bea Meterai yang terutang atas dokumen, dapat digunakan dengan nilai total meterai tempel yang dibubuhkan pada dokumen paling sedikit Rp 9.000.

 

Sedangkan yang memunculkan polemik atas UU bea meterai yang baru ini adalah dikenakan bea meterai atas transaksi saham di bursa efek yang tentunya hal ini akan memunculkan biaya tambahan yang besar dikalangan pemain saham di bursa, jika harus membayar bea meterai atas transaksi, namun Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, transaksi jual beli saham tidak dikenakan bea meterai  per transaksi saham tapi transaksi perpriodik, sehingga tidak memberatkan investor di bursa saham.

 

Objek bea meterai adalah dokumen dan bukan perbuatan hukum. Surat perjanjian sebelumnya yang tidak menggunakan bea meterai akan berakibat tidak sesuai dengan ketentuan UU bea meterai dan wajib pajak diberikan kesempatan untuk melakukan pemeteraian kemudian, namun dikenai sanksi. Sah atau tidaknya suatu surat perjanjian tidak ditentukan oleh ada tidaknya bea meterai artinya meterai bukanlah patokan yang menentukan keabsahan sebuah dokumen. Jadi murni bea meterai adalah pajak atas dokumen yang harus dipikul oleh pengguna dokumen. Semoga kita mematuhi ketentuan pajak atas dokumen yang baru ini.

 

Semoga UU bea meterai yang baru akan memberikan manfaat dan guna, buat masyarakat juga buat pemerintah. Sehingga dapat berkonstribusi buat kemajuan ekonomi nasional.

Cara Mengisi SPT 1770 yang Mudah

Cara Mengisi SPT 1770

Tahukah Anda bahwa cara mengisi SPT 1770 sangatlah mudah! Formulir SPT 1770 adalah dokumen pajak yang harus diisi oleh Wajib Pajak orang pribadi dengan kriteria memiliki penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas (freelance), penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja, penghasilan dalam negeri maupun luar negeri, dan penghasilan yang dikenakan PPh final. Cara pengisian SPT 1770 sebenarnya mudah saja, cukup mengisi kolom isian dengan data yang sebenarnya. Namun, jika ini kali pertama Anda mengisi SPT 1770 untuk lapor SPT tahunan, simak panduannya berikut ini. 

Panduan mengisi formulir SPT 1770 manual

Cara mengisi SPT 1770 manual akan sangat berguna apabila Anda mengurus pembayaran pajak ini via Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Formulirnya berbentuk lembaran kertas dengan banyak kolom yang harus diisi. Kalau Anda berencana mengisi SPT tahunan pajak secara manual, perhatikan hal-hal berikut:

1. Persiapkan dokumen 

  • Wajib Pajak yang akan mengisi formulir SPT 1770 harus membuat tanda segi empat hitam di keempat sudut formulir sebagai pembatas agar dokumen dapat dipindai. 
  • Gunakan kertas ukuran F4 (8,5 X 13 inci) untuk mencetak formulir SPT 1770. 
  • Jaga kertas agar tidak sobek, kusut, terlipat, dan rusak. 

2 . Mengisi kolom identitas, penghasilan neto, dan penghasilan kena pajak

Cara mengisi SPT 1770 diawali dengan melengkapi kolom identitas. Pastikan mengisinya dengan benar dan tidak ada kekeliruan. Kolom identitas ini berisi:

  • NPWP
  • Nama Wajib Pajak
  • Jenis usaha atau pekerjaan
  • Nomor telepon
  • Status kewajiban perpajakan suami atau istri bagi yang sudah menikah
  • Selesai dengan kolom identitas, lanjutkan ke bagian penghasilan neto. Data yang harus Anda isikan di sini antara lain adalah:
    • Penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan/atau pekerjaan bebas.
    • Penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, dan pendapatan neto lainnya. 
    • Penghasilan neto luar negeri. 
    • Jumlah keseluruhan pendapatan neto.
    • Zakat atau sumbangan rutin yang dilakukan.
    • Jumlah pendapatan neto setelah dikurangi zakat atau sumbangan keagamaan wajib. 
  • Selanjutnya, isi bagian penghasilan kena pajak dengan penghasilan seluruh anggota keluarga Wajib Pajak yang digabungkan jadi satu. Bagian ini terdiri dari kompensasi kerugian, jumlah penghasilan neto setelah kompensasi kerugian, penghasilan kena pajak, dan penghasilan tidak kena pajak. 

3. Mengisi kolom PPh terutang, kredit pajak, dan PPh kurang/lebih bayar

  • Pada kolom PPh terutang, isi dengan jumlah PPh yang dipotong dari masing-masing jenis penghasilan sesuai dengan bukti yang bersifat final. Hal ini termasuk pula pembayaran pokok pajak STP Pajak Penghasilan pasal 25 ayat (7). 
  • Lalu, lanjutkan cara mengisi formulirSPT 1770 ini ke bagian kredit pajak yang isinya adalah informasi mengenai hasil pembagian jumlah penghasilan dari luar negeri dan penghasilan kena pajak, dikalikan dengan total PPh terutang. 
  • Setelah itu, isi bagian PPh kurang atau lebih bayar dengan hasil pengurangan dari jumlah PPh yang kurang dibayar dan PPh yang lebih dibayar. Jika tidak ada, cantumkan ‘NIHIL’. 

4. Mengisi bagian angsuran PPh pasal 25, lampiran pendukung, dan bagian pernyataan 

  • Lanjutkan pengisian ke bagian angsuran PPh pasal 25 tahun pajak berikutnya. Bagian ini diisi dengan jumlah angsuran bulanan PPh pasal 25 tahun pajak berikutnya yang dihitung 1 ½ dari jumlah pembagian PPh yang kurang dibayar dan lebih dibayar. 
  • Lampirkan bukti pendukung yang diminta di dalam formulir, contohnya bukti potong penghasilan, laporan laba rugi, PPh terutang, dan lainnya.
  • Terakhir, centang bagian kalimat pernyataan di akhir yang berisi bahwa Anda sudah mengisi data dengan benar. 

 

Banner e-Filing

 

Laporkan SPT melalui DJP Online bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Itulah pembahasan cara mengisi SPT 1770 secara manual. Namun, jika Anda ingin cara yang lebih simpel dan mudah, sekarang sudah tersedia fitur E-Filing untuk pengisian formulir secara online. Salah satu laman yang memiliki fitur E-Filing pelaporan SPT Tahunan adalah Ayo Pajak. Nantinya, Anda akan mendapatkan bukti penerimaan elektronik setelah selesai melaporkan surat pemberitahuan SPT tahunan. Selain formulir 1770, kami juga dapat melayani pengisian formulir Wajib Pajak orang pribadi untuk formulir 1770 s dan juga formulir 1770 ss. Ayo, Lapor SPT tahunan PPh Anda sekarang juga dengan menggunakan Ayo Pajak yang pastinya mudah dan tanpa ribet!

Cara Cetak Ulang Kode Billing Pajak Biar Tidak Bingung

cara cetak ulang kode billing pajak

Kode e-billing pajak (disebut juga ID Billing) adalah rangkaian digit angka yang berfungsi untuk bayar pajak, baik melalui bank, ATM, internet banking, mobile banking, maupun teller kantor pos. Kode ini dibuat melalui beberapa saluran seperti aplikasi online pajak, SMS e-billing, Kring Pajak, dan situs pajak.go.id. Biasanya, kode hanya dicetak sekali, yaitu saat sebelum pembayaran. Namun, akan dibutuhkan lagi ketika Anda mengurus SPT tahunan. Lalu, kalau misalnya hilang, bagaimana cara cetak ulang kode e-billing pajak ini?

Cara Membuat E-Billing

 Seperti yang telah dijelaskan di atas, kode e-billing pajak memiliki fungsi penting untuk memperlancar Anda dalam membayar pajak. Agar Anda tidak kebingungan lagi dalam persoalan perpajakan ini, ikuti beberapa cara mudah ini sekarang juga.

Melalui saluran SSE1

SSE1 adalah sistem yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memfasilitasi para Wajib Pajak membayarkan tanggungannya. Sistem ini adalah yang pertama kali muncul sebelum adanya SSE2 dan SSE3. Cara cetak ulang kode e-billing pajak melalui saluran SSE1 ini adalah seperti berikut. 

  1. Login ke situs SSE pajak versi 1 atau SSE melalui link https://sse.pajak.go.id.
  2. Masukkan nomor NPWP dan pin SSE versi 1 yang telah Anda miliki. Untuk bisa melakukan langkah ini, tentu saja Anda sebelumnya sudah harus membuat serta mengaktivasi akun. 
  3. Setelah berhasil login, masuk ke menu ‘View Data’. 
  4. Selanjutnya, pilih opsi ‘Konfirmasi NTPN’. 
  5. Cari menu ‘Billing/NTPN’. Tuliskan digit kode billing pajak yang tercantum pada resi pembayaran pajak Anda. Pastikan Anda masih memiliki resi atau bukti pembayaran pajak agar dapat mengetahui kode billing-nya. 
  6. Klik tombol ‘Verifikasi NTPN’.
  7. Berikutnya akan muncul tampilan halaman cetakan kode billing.
  8. Print cetakan kode e-billing tersebut dengan menekan tombol CTRL + P pada keyboard atau dengan cara memilih menu print pada browser Anda. 

Baca juga: Fungsi NPWP Bagi Wajib Pajak

Melalui saluran SSE2

Apabila Anda belum punya akun di SSE1, maka alternatifnya adalah mencetak dari saluran SS2 atau SSE3. Dua saluran ini adalah versi upgrade dari SSE1 dengan pembaruan di bagian “Pembuatan Kode Billing atas NPWP orang lain” dan “Pembuatan Kode Billing untuk Pembayaran Pajak tanpa NPWP”. Cara cetak ulang kode e-billing pajak melalui SSE2 bisa Anda simak di bawah ini. 

  1. Pastikan Anda sudah melakukan registrasi pada aplikasi DJP Online. 
  2. Masuk ke SSE2, yaitu pada link https://djponline.pajak.go.id/account/login dengan menggunakan akun Anda. 
  3. Kalau sudah berhasil login, klik pada logo E-Billing. 
  4. Cari file PDF kode e-billing di menu download browser atau dengan membuka folder download di laptop atau komputer Anda. 
  5. Apabila Anda sudah melakukan pembayaran untuk kode e-billing yang dicetak ulang tersebut, maka cocokkan terlebih dahulu kodenya dengan yang tertera pada resi pembayaran. 
  6. Kemudahan mencetak ulang kode e-billing melalui SSE2 adalah file-nya otomatis tersimpan di komputer atau laptop sehingga bisa dicetak melalui perangkat lain yang terhubung dengan printer. 

 

Melalui saluran SSE3 

Link untuk mencetak ulang kode e-billing pajak melalui SSE3 adalah https://sse3.pajak.go.id/. Saluran SSE3 bisa menjadi alternatif terakhir bagi Anda yang ingin mendapatkan file e-billing yang sudah dibuat sebelumnya. Cara cetak ulang kode e-billing pajak ini adalah sebagai berikut.

  1. SSE3 telah diprogram untuk secara otomatis menyimpan data kode e-billing ke laptop atau komputer yang dipakai saat Anda membuat kodenya. Itu berarti, jika saat membuat kode Anda menggunakan komputer sendiri, maka sudah pasti file-nya tersimpan.
  2. Coba buka folder download di komputer Anda, cari file PDF yang berisikan kode e-billing pajak. Buka file tersebut dan lihat apakah kodenya sesuai dengan yang Anda cari. 
  3. Gunakan resi pembayaran untuk mencocokkan bahwa memang betul kode tersebut yang ingin dicetak ulang. 

Baca juga: Cara Mengisi e-Filing Untuk Pelaporan Pajak Penghasilan Tahunan

Update informasi, per 2020 kemarin DJP telah menutup saluran SSE1 dan SSE3, sehingga hanya menyisakan saluran SSE2 di laman  https://djponline.pajak.go.id. Jadi, bagi Anda yang sedang mencari cara cetak ulang dan cara membuat e-billing pajak, bisa langsung ke laman tersebut dan mengikuti langkah-langkah yang tadi sudah disebutkan. Selain itu, jangan ragu untuk menggunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda serta membayar pajak secara online.