Inilah Cara Menghitung BPHTB yang Benar

Inilah cara menghitung bphtb yang benar

BPHTB merupakan singkatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Bea ini adalah pungutan terhadap perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang ditanggung oleh pihak pembeli dan penjual. Dengan begitu, kedua belah pihak sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak. Penghitungan BPHTB jadi penting karena berurusan dengan tanggung jawab Anda sebagai pembayar pajak. Lalu, bagaimana cara menghitung BPHTB yang benar?

 

Tarif BPHTB dan subjek yang dikenakan

BPHTB dikenakan kepada seorang individu atau badan karena mendapatkan hak atas tanah atau bangunan secara hukum. Peraturan mengenai BPHTB terlampir dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan pemerintah daerah kabupaten atau kota sebagai pihak yang memiliki hak untuk melakukan pemungutan. 

 

Cara menghitung BPHTB sangat bergantung pada tarif yang telah ditentukan, yaitu 5% dari harga jual rumah, tanah, atau bangunan yang dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Namun, perlu diketahui bahwa BPHTB bukanlah pajak karena frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan secara insidental atau berkali-kali (tidak terikat waktu). Sementara itu, pajak harus dibayar sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. 

 

Syarat mengurus BPHTB 

Ketika Anda melakukan transaksi jual-beli tanah, rumah, atau bangunan lain, maka wajib menyiapkan persyaratan BPHTB seperti berikut.

  1. Fotokopi KTP Wajib Pajak.
  2. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB.
  3. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk tahun yang bersangkutan.
  4. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti akta jual beli, sertifikat, letter C atau girik. 
  5. Fotokopi Surat Tanda Terima Setoran (STTS)/struk ATM bukti pembayaran PBB. 

 

Cara menghitung BPHTB

Rumus dasar menghitung besar BPHTB adalah sebagai berikut:


*NPOP: Nilai Perolehan Objek Pajak 

*NPOPTKP: Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

 

Lalu, dengan menggunakan rumus tersebut, Anda bisa mencoba cara menghitung BPHTB seperti contoh yang akan diberikan di bawah ini.

 

 

  • Menghitung nilai NPOP
Luas sebidang tanah kosong di Jakarta 1000m2
NJOP 1.000.000/meter
NJOPTKP Jakarta  Rp80.000.000
Harga kesepakatan antara penjual dan pembeli Rp2.000.000/meter
Nilai NPOP (Nilai Transaksi) 1000 x 2.000.000 = Rp2.000.000.000

 

 

  • Menghitung nilai PPh dan BPHTB
PPh 5% x NPOP5% x Rp2.000.000.000 = Rp100.000.000
BPHTB 5% x (NPOP – NPOPTKP)5% x (Rp2.000.000.000 – Rp80.000.000) = Rp96.000.000

Sebagai informasi tambahan bagi Anda yang mencari cara menghitung BPHTB yang benar, nilai NPOPTKP di masing-masing wilayah berbeda. Nilai paling rendah yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 pasal 87 ayat 4 adalah Rp60 juta untuk setiap Wajib Pajak. 

 

Namun, apabila rumah, tanah, atau bangunan berasal dari hibah wasiat atau waris yang diterima orang pribadi dengan masih adanya hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah, termasuk istri, maka NPOPTKP paling rendah ditetapkan sebesar Rp300 juta. 

 

Meski bea ini bukan termasuk pajak, cara menghitung BPHTB amatlah penting karena akan masuk proses legalitas pemindahtanganan hak atas tanah dan/atau bangunan. Anda harus menyelesaikan dulu urusan BPHTB dan pajak wajib sebelum notaris atau PPAT dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan. Karenanya, mulai sekarang jangan telat bayar pajak dan pahami proses pembayaran BPHTB saat Anda bertransaksi jual-beli tanah bangunan. 

Pahami Cara Mengisi SPT Tahunan

cara mengisi SPT tahunan

Setiap tahun, para Wajib Pajak pribadi maupun badan harus melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sebagai salah satu syarat administrasi perpajakan di Indonesia. SPT dilaporkan oleh Wajib Pajak yang penghasilan per bulannya mencapai Rp60 juta lebih atau juga kurang. Tidak perlu pergi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sekarang Anda bisa membuat SPT ini secara online atau e-filling melalui website DJP yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Bagaimana cara mengisi SPT Tahunan melalui online? Simak panduan lengkapnya!

Cara Mengisi SPT Tahunan Pribadi

Jika Anda mengurus atau lapor SPT tahunan untuk diri sendiri, maka tergolong dalam SPT pribadi. Nah, SPT pribadi memiliki beberapa formulir berbeda sesuai dengan status Wajib Pajak. 

1. Jika penghasilan Wajib Pajak (Orang Pribadi) kurang dari Rp 60 juta/tahun

Bila penghasilan Anda kurang dari Rp 60 juta/tahun, maka jenis SPT yang digunakan untuk pelaporan adalah:

  • 1770 SS untuk karyawan atau pegawai.
  • 1770 untuk pegawai dengan penghasilan dari pekerjaan sampingan. 
  • 1770 untuk non pegawai.

2. Jika penghasilan Wajib Pajak (Orang Pribadi) lebih dari Rp 60 juta/tahun  

Bila penghasilan Anda lebih dari Rp 60 juta/tahun, maka jenis formulir SPT yang digunakan untuk pelaporan adalah:

  • 1770 S untuk karyawan atau pegawai. 
  • 1770 untuk pegawai dengan penghasilan lain.
  • 1770 untuk non pegawai. 

Baca juga: Cara mengisi spt 1770 yang mudah

Dokumen Pelengkap

Setelah menemukan formulir yang tepat, siapkan bukti potong pajak dari pemberi kerja atau divisi terkait di kantor, misalnya HRD. Ada pula beberapa dokumen pelengkap penting lainnya yang harus Anda siapkan agar proses lapor SPT lancar. Berikut ini adalah daftar dokumen yang harus disiapkan:

  • NPWP
  • EFIN
  • Bukti potong 1721 A1 (untuk Pegawai Swasta)
  • Bukti potong 1721 A2 (untuk Pegawai Negeri)
  • Dokumen bukti penghasilan lain di luar pekerjaan
  • Neraca & laporan laba-rugi (Wirausaha)
  • Rekapitulasi bulanan peredaran bruto dan biaya (Wirausaha)
  • Daftar penghasilan
  • Daftar tanggungan pribadi
  • Daftar harta pribadi
  • Bukti pembayaran zakat atau sumbangan lainnya

Mengisi Formulir SPT Tahunan

Pengisian SPT Tahunan

Mari ikuti cara mengisi SPT Tahunan secara online berikut ini: 

  1. Sebelumnya, Anda harus memiliki akun. Buat akun di website DJP Online, disini.
  2. Dapatkan EFIN melalui website yang sama, atau bisa juga mengurus secara offline ke KPP setempat dengan membawa NPWP. 
  3. Pada laman DJP, isi NPWP dan password serta kode captcha untuk bisa login. 
  4. Saat Anda sudah ada di laman One-Stop Tax Services, pilih cara mengisi SPT Tahunan, yaitu E-Filing, yang selama pengisian harus terhubung dengan internet; atau E-Form yang bisa mengisi formulir secara offline.  
  5. Katakanlah Anda memilih E-Filing. Kemudian lanjutkan dengan klik ikon ‘E-Filing’ dan muncullah menu untuk membuat SPT. Klik bagian ‘Buat SPT’ di pojok kanan atas. 
  6. Berikutnya, jawab pertanyaan yang muncul sesuai dengan kriteria dan kondisi Anda sebenarnya. Selesaikan pertanyaan ini sampai dengan nomor terakhir. 
  7. Klik pilihan formulir SPT yang muncul di akhir pertanyaan. Jika Anda berpenghasilan di atas Rp60 juta/setahun, maka akan muncul SPT 1770 S. Namun, seandainya penghasilan Anda di bawah itu, maka yang muncul adalah formulir SPT 1770 SS. 
  8. Berikutnya, pilih tahun SPT Pajak, atur statusnya jadi ‘Normal’, dan klik ‘Langkah Berikutnya’.
  9. Anda akan dialihkan ke ‘Lampiran II’, yakni halaman daftar pemotongan atau pemungutan PPh oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung pemerintah. Di sini akan tertera pula jumlah nominal potongan pajak. 

Baca juga: Mengenal SPT Tahunan yang Penting Diketahui

SPT Tahunan Bagian Harta Dan Piutang

Setelah menyelesaikan Lampiran II, selanjutnya Anda akan masuk ke cara mengisi SPT Tahunan, bagian harta dan piutang. Begini langkah-langkahnya.

  1. Masih di laman yang sama, klik ‘Tambah+’ untuk mengisi lampiran I, bagian kolom harta. Kemudian, cantumkan seluruh harta yang Anda punya, baik itu penghasilan, tabungan, deposito, giro, dan lainnya. Kalau sudah, klik ‘Simpan’. Tambahkan lagi isian harta jika memang ada lebih dari satu kekayaan. 
  2. Jika pengisian harta sudah selesai, klik “Langkah Berikutnya’. Di halaman berikutnya akan muncul pertanyaan ‘Apakah Anda memiliki utang?’. Kalau memang iya, isikan saja, misalnya KTA, KPR, dan lainnya, kecuali kredit. 
  3. Setelah itu, isi identitas Anda sesuai status, apakah itu ‘Tidak Kawin/Kawin’. Lalu lanjutkan dengan klik ‘Lanjut ke A’. 
  4. Lakukan pengisian data, mulai dari Pengisian Netto, Penghasilan Kena Pajak, PPh Terutang, Kredit Pajak, PPh Kurang/Lebih Bayar, Angsuran PPh Pasal 15 Tahun Pajak Berikutnya. 
  5. Centang kolom ‘Setuju/Agree’ pada bagian ‘Pernyataan’ dan klik ‘Langkah Berikutnya’. 
  6. Jika seluruh pengisian benar, maka di akhir akan muncul informasi bahwa SPT Anda ‘Nihil’. 
  7. Periksa email karena DJP akan mengirimkan token untuk verifikasi pelaporan SPT. Masukkan kode tersebut ke kolom yang tersedia di bagian bawah. 
  8. SPT siap dikirim dengan klik ‘Kirim SPT’ dan ‘Selesai’. 

Baca Juga: Cara Pembetulan SPT PPN Lebih Bayar

Seperti itulah cara mengisi SPT Tahunan. Sebenarnya, semuanya sudah ada panduan lengkapnya di laman website DJP saat Anda melakukan pengisian. Hal yang paling penting adalah jangan terburu-buru dan telitilah dalam mengisi informasi. Kesalahan sedikit saja dapat menggagalkan status laporan SPT Anda. 

Demikianlah langkah-langkah mengisi SPT Tahunan. Ingin cara yang lebih mudah untuk lapor SPT Tahunan? Anda juga bisa menggunakan layanan e-Filing dan e-Billing AyoPajak yang akan membantu Anda untuk melaporkan SPT Anda tepat waktu. Segera kunjungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP! Yuk jadi warga Indonesia yang taat hukum.

Banner e-Filing

Ini Dia Cara Membuat NPWP bagi yang Belum Bekerja

cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja

Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP adalah nomor yang wajib dimiliki oleh warga Indonesia, baik per individu maupun badan, sebagai identitas dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Umumnya, NPWP wajib dimiliki oleh individu yang sudah bekerja, terutama jika penghasilannya mencapai Rp60 juta setahun. Namun, tak jarang orang yang belum bekerja juga membutuhkan NPWP sebagai syarat melamar pekerjaan. Lalu, bagaimana cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja? Apakah mungkin dilakukan?


Membuat NPWP untuk yang belum bekerja

Meski NPWP biasanya hanya dimiliki oleh orang-orang yang sudah bekerja dan berpenghasilan, tak sedikit pula masyarakat yang memiliki NPWP padahal statusnya pencari kerja atau job seeker. Biasanya memang beberapa perusahaan mensyaratkan NPWP sebagai salah satu bagian dari rekrutmen. Jadi, untuk bisa diterima di perusahaan tersebut, pelamar harus sudah memiliki NPWP terlebih dahulu.

 

Nah, masalahnya adalah, bagaimana cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja? Bagaimana caranya mengisi kolom gaji bruto di formulir pengajuannya nanti? Apa mungkin pengajuan bisa lolos kalau orang yang mengajukan belum bekerja? Tenang, kekhawatiran Anda tidak akan terjadi, kok. Anda tetap bisa mengajukan NPWP meski berstatus sebagai job seeker.


Meminta surat keterangan dari kelurahan

Apabila status Anda adalah seorang job seeker, maka cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja dimulai dengan meminta surat keterangan dari kelurahan. Mintalah petugas kelurahan untuk membuatkan surat keterangan yang berisikan status pekerjaan Anda. Namun, jangan ditulis ‘tidak bekerja’, ‘belum bekerja’, atau ‘sedang mencari pekerjaan’.

 

Isilah informasi pekerjaan ini dengan kondisi yang memungkinkan, seperti freelancer atau wiraswasta. Dengan begitu, status Anda tetap berpenghasilan meski jumlahnya tidak mencapai Rp60 juta setahun sebagai syarat memiliki NPWP. Jangan pernah mengisi surat keterangan dengan ‘belum bekerja’ karena pengajuan Anda bakal ditolak secara online maupun of line.


Syarat membuat NPWP

Setelah mendapatkan surat keterangan, maka langkah untuk mendapatkan NPWP pun semakin dekat. Tinggal siapkan saja syarat pengajuan NPWP pribadi yang umum diberlakukan kepada para pemohon NPWP yang statusnya sudah bekerja, yaitu fotokopi KTP. Anda bisa menyatukan surat keterangan pekerjaan dari kelurahan dan fotokopi KTP untuk kemudian dipakai dalam proses pengajuan NPWP.


Cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja

Zaman dulu, orang yang mau membuat NPWP dan pelaporan pajak harus ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dan mengantre. Tentu saja cara seperti ini sangat tidak efisien dan membuang waktu. Untungnya, sekarang semua sistemnya sudah online. Anda bisa mencoba cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja secara online melalui website DJP Online.


Langkah pertama, siapkan dokumen persyaratan dan buat akun di situs kantor pajak, yaitu https://ereg.pajak.go.id. Jika semua dokumen sudah disiapkan, maka ikuti cara pembuatan NPWP secara online seperti berikut ini:

  1. Masuk ke www.pajak.go.id lalu pilih ‘E-Registration’.
  2. Klik ‘Daftar’, setelah itu lengkapi kolom nama, alamat email, password, dan lainnya. Kemudian klik ‘Save’.
  3. Aktivasi akun Anda, caranya dengan klik tautan yang dikirimkan oleh DJP Online ke email Anda.
  4. Saat akun sudah terverifikasi, Anda bisa melanjutkan proses pengisian data pribadi dan pekerjaan. Isikan semua informasi sesuai dengan KTP. Namun, pada kolom pekerjaan tuliskan saja ‘Karyawan Swasta’ agar proses bisa dilanjutkan. Kalau sudah, klik ‘Submit’.
  5. Periksa email dari Ditjen Pajak yang berisikan nomor transaksi. Login kembali dengan email Anda dan lihat informasi Kantor Pajak Pratama yang akan menerbitkan NPWP Anda.
  6. Terakhir, tunggu dan pantau proses pengajuan. Kalau lolos, maka NPWP akan diterbitkan paling lambat 14 hari setelah pengajuan. Kalau tidak, cek kemungkinan adanya data yang perlu diperbaiki di laman DJP Online.

 

Cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja pun selesai ketika Anda mendapatkan informasi bahwa pengajuan diterima dan NPWP diterbitkan. Untuk mengambil kartu NPWP, Anda bisa datang langsung ke KPP yang menerbitkannya. Namun, kalau belum berhasil atau tidak ada info penerbitan sampai 14 hari, Anda bisa mengulang proses pengajuan online dari awal.

Cara Membuat E-Billing Seperti Apa, Ya?

cara membuat e-billing

Bagaimana cara membuat E-Billing? Bagi yang baru pertama membuat, Anda mungkin menganggap hal tersebut akan sulit dan rumit dilakukan. Padahal, kenyataannya tidak begitu. E-Billing diciptakan Dirjen Pajak sebagai fasilitas yang akan memudahkan para Wajib Pajak untuk membayarkan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, sistem pembuatan E-Billing pun pasti mudah dan gampang. Simak langsung panduannya di bawah ini!

 

Pengertian E-Billing

E-Billing adalah sebuah sistem untuk membayar pajak secara online. Sistem ini dihadirkan untuk memudahkan masyarakat saat harus membayar pajak mereka. Dengan E-Billing, Wajib Pajak tidak perlu lagi membayar secara manual dengan media Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). E-Billing memungkinkan Anda membayar pajak secara online, dengan terlebih dahulu membuat kode billing atau E-billing. 

 

Cara membuat kode billing dengan akun DJP online

Cara membuat E-Billing online dimulai dengan membuat kode billing terlebih dahulu. Kode ini didapat melalui website DJP online setelah Anda mendaftarkan akun. Kalau belum mendaftarkan akun, maka kode E-Billing atau ID billing bisa didapat dengan datang langsung ke KPP terdekat dan meminta nomor EFIN. 

Bagi yang sudah punya akun DJP online, langsung saja buka laman https://djponline.pajak.go.id/account/login. Login dengan nomor NPWP, password, dan kode keamanan. Setelah itu, klik menu ‘Bayar’ dan klik ‘E-Billing.’ Selanjutnya, lengkapi formulir informasi. Kalau sudah selesai, klik ‘Buat Kode Billing.’ Masukkan kode keamanan dan klik ‘Cetak’. Kode E-Billing pun berhasil dibuat. 

 

Cara membuat E-Billing melalui Ayo! Pajak

Selain melalui website Ditjen Pajak, kini cara membuat E-Billing pun sudah bisa melalui website Ayo! Pajak. Kalau Anda mau membuat kode E-Billing di Ayo! Pajak tapi belum punya akun, berikut cara pendaftarannya: 

    1. Daftar Akun Baru melalui Ayo! Pajak.
    2. Masukkan alamat email dan buat kata sandi yang merupakan gabungan dari angka dan huruf, sebanyak minimal delapan karakter sampai dengan seratus karakter.
    3. Klik ‘Daftar’.
    4. Akan muncul ‘Akun Berhasil Terdaftar’. Cek email Anda untuk melakukan verifikasi. Ingat, link yang disediakan untuk konfirmasi akun hanya berlaku selama 24 jam sejak pendaftaran. Jadi, pastikan segera mengecek dan mengonfirmasinya. 
    5. Kalau sudah klik link tautan, akan muncul notifikasi ‘Konfirmasi Email Berhasil’.
    6. Kembali ke menu login Ayo! Pajak di awal. Login dengan email dan password yang tadi sudah didaftarkan. Klik ‘Masuk’.
    7. Isi formulir ‘Profil Wajib Pajak’ pada laman Ayo! Pajak. Data ini harus diisi sesuai dengan informasi yang benar. Kalau sudah, klik ‘Simpan’. 

Apabila sudah berhasil membuat akun dan mengisi profil Anda, maka selanjutnya bisa meneruskan ke cara membuat E-Billing. Berikut langkah-langkahnya.

    1. Dari menu ‘E-Billing’ Ayo! Pajak, klik ‘Buat Kode Billing’. 
    2. Akan muncul menu ‘Billing Baru’ yang harus Anda isi. Data yang harus Anda masukkan dalam formulir ini antara lain adalah:
      • NPWP
      • Nama penyetor
      • Alamat penyetor
      • Jenis pajak
      • Jenis setoran
      • Masa pajak
      • Nomor objek pajak
      • Nomor ketetapan/SK
      • Jumlah setor
      • Uraian
    3. Setelah mengisi seluruh data dalam formulir ini, klik ‘Simpan’. Kode billing pun sudah selesai dibuat. Anda bisa menggunakan kode billing untuk membayar pajak ke rekening Kas Negara melalui ATM, internet banking, mesin EDC, mobile banking, dan loket bank atau pos persepsi. 
    •  

Cara membuat E-Billing memang bisa Anda lakukan melalui akun DJP Online maupun Ayo! Pajak. Adanya pilihan website ini memang sengaja dibuat untuk memudahkan masyarakat dalam membayarkan pajaknya. Jangan ragu atau khawatir membuat E-Billing melalui Ayo! Pajak karena website ini telah terdaftar dan diawasi langsung oleh DJP. 

Memahami Tata Cara Pelaporan PPh 23

tata cara pelaporan PPh 23

Pajak Penghasilan (PPh) 23 adalah salah satu jenis pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa penyerahan jasa, modal, hadiah, atau penghargaan yang telah dipotong PPh pasal 21. Pihak yang dikenakan PPh 23 adalah para Wajib Pajak dalam negeri, baik pribadi ataupun badan, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Biasanya, orang yang melaporkan PPh 23 ini adalah pihak pemberi penghasilan, pembeli, atau penerima jasa. Oleh karenanya, apabila Anda memiliki tanggung jawab untuk melaporkan, berikut tata cara pelaporan PPh 23! 

 

Pihak pemotong PPh 23

Ada beberapa kriteria pihak yang bisa melakukan pemotongan PPh 23 kepada penerima penghasilan pribadi maupun Badan Usaha Tetap. Pihak-pihak tersebut di antaranya adalah:

  1. Badan Pemerintah.
  2. Bentuk Usaha Tetap.
  3. Subjek Pajak Badan dalam negeri.
  4. Penyelenggara kegiatan (event organizer).
  5. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan KEP-50/PJ/1994. Pihak yang termasuk antara lain arsitek, akuntan, dokter, PPAT, notaris, dan orang pribadi yang menjalankan usaha menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa. Pihak yang dikecualikan adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas. 
  6. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

 

Penghasilan yang dipotong PPh 23

Sebelum membahas tata cara pelaporan PPh 23, sebaiknya Anda mengetahui dulu jenis penghasilan yang bisa dikenakan pajak ini agar tidak keliru saat sudah melakukan pengurusan. Penghasilan atau keuntungan yang pasti dikenai PPh 23 antara lain adalah:

  1. Bunga, termasuk diskonto, premium, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. 
  2. Dividen. 
  3. Royalti.
  4. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh sesuai pasal 4 ayat (2) UU PPh. 
  5. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen, teknik, konsultan, konstruksi, dan jasa selain yang sudah dipotong PPh dalam Pasal 21 UU PPh. 
  6. Bonus, hadiah, dan penghargaan sejenis yang telah dipotong pajak penghasilan. 

 

Pembayaran PPh 23

Setelah mengetahui siapa saja pihak yang berhak memotong PPh 23 serta penghasilan apa saja yang dikenai pajak ini, sekarang saatnya mengetahui tata cara pelaporan PPh 23. Pertama, dimulai dari pembayaran yang dilakukan oleh pihak pemotong dengan membuat kode/ID billing terlebih dahulu. Setelahnya, dilanjutkan dengan pembayaran melalui bank yang telah ditunjuk oleh Kementerian Keuangan. Jatuh tempo pembayaran PPh 23 ini adalah tanggal 10 setiap bulannya.

 

Bukti potong

Apabila penghasilan sudah dipotong dengan PPh 23, maka pihak pemotong wajib memberikan bukti potong rangkap pertama yang sudah dilengkapi kepada pihak yang penghasilannya dipotong. Kemudian, bukti potong rangkap kedua diberikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada saat melakukan e-Filing pajak PPh 23. 

 

Tata cara pelaporan PPh 23 

Setelah pihak pemotong melakukan pemotongan dan penyerahan bukti potong kepada Wajib Pajak dan KPP, maka langkah selanjutnya adalah pelaporan. Tata cara pelaporan PPh 23 adalah dengan mendatangi KPP tempat Wajib Pajak pemotong PPh 23 terdaftar. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh 23 harus disampaikan paling lambat tanggal 20 tiap bulannya.

 

Selain memilih opsi tata cara pelaporan PPh 23 dengan mendatangi langsung KPP, kini Anda juga sudah bisa melakukannya secara online. Caranya dengan login ke website Ayo! Pajak dan daftarkan diri Anda sebagai Wajib Pajak pribadi maupun badan. Kalau sudah, laporkan semua SPT Anda hanya dengan satu klik saja!

Cari Tahu Cara Lapor Pajak Pribadi Online

Cara Lapor Pajak Pribadi Online

Setiap tahun, para Wajib Pajak pribadi, baik yang bekerja sebagai pemilik bisnis, pekerja bebas, dan pegawai, harus melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). SPT berisikan total pendapatan kotor dan pajak yang telah dibayarkan kepada negara. Batas waktu pelaporannya adalah setiap tanggal 31 Maret. Anda bisa mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau online melalui website Direktorat Jenderal Pajak. Bagi yang mau mengisi lewat website, begini cara lapor pajak pribadi online selengkapnya!

 

 

Pilih formulir SPT yang sesuai

Khusus bagi Wajib Pajak pribadi, ada beberapa formulir yang sudah disiapkan DJP untuk Anda isi. Setiap formulir dibuat berdasarkan kriteria Wajib Pajak yang berbeda. Anda harus memilih dengan tepat agar tidak keliru saat pelaporan. 

 

  1. Formulir 1770 S

Formulir 1770 S adalah SPT untuk Wajib Pajak pribadi yang telah memiliki pendapatan lebih dari Rp60 juta selama satu tahun terakhir. Biasanya, kriteria ini ditujukan untuk Wajib Pajak yang sumber penghasilannya diperoleh dari satu atau lebih pekerjaan. Misalnya, PNS yang punya penghasilan lain dari sewa rumah, atau TNI/Polri yang juga berprofesi sebagai pembicara atau pelatih. 

 

  1. Formulir 1770 SS

Formulir 1770 SS adalah SPT untuk Wajib Pajak pribadi yang pendapatannya kurang dari Rp60 juta dalam setahun terakhir. Contohnya adalah karyawan swasta atau PNS yang tidak memiliki pekerjaan lain di luar yang utama. 

 

  1. Formulir 1770 

Formulir 1770 adalah SPT yang digunakan oleh Wajib Pajak pribadi dengan ketentuan memiliki bisnis atau pekerjaan bebas. 

 

 

Siapkan bukti potong pajak

Sebelum ke cara lapor pajak pribadi online melalui website DJP, siapkan dulu bukti potong pajak dari perusahaan tempat Anda bekerja. Lembaran bukti potong 1721 A1 untuk karyawan swasta dan 1721 A2 untuk PNS. Kalau sudah, simpan bukti ini untuk proses pelaporan nanti. 

 

 

Buat EFIN dan daftar akun DJP online

Miliki dan aktivasi EFIN sebelum Anda melakukan tata cara lapor pajak pribadi online. Bagi yang belum punya, Anda bisa segera mendatangi KPP atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) terdekat. Kalau sudah punya tapi lupa, silakan mencetak ulang EFIN di KPP terdekat. Baru setelah itu Anda bisa buat akun DJP Online.

 

Mudah saja caranya. Buka situs https://djponline.pajak.go.id, lalu klik ‘Daftar’. Isi kolom NPWP, EFIN, dan kode keamanan, kemudian selesaikan dengan klik ‘Verifikasi’. Sistem akan mengirimkan identitas pengguna (NPWP), password, dan link aktivasi lewat email yang Anda daftarkan. Klik link untuk mengaktifkan akun DJP online Anda. Setelah aktif, login kembali dengan NPWP dan password yang sudah diberikan. 

 

 

Panduan mengisi dan melaporkan e-Filing

Kalau sudah punya akun di DJP, menyiapkan EFIN, dan bukti potong, silakan ikuti cara lapor pajak pribadi online berikut ini:

  1. Buka https://djponline.pajak.go.id dan login. 
  2. Pilih layanan ‘e-Filing’ dan klik ‘Buat SPT’. 
  3. Jawab dan isi seluruh pertanyaan sebelum masuk ke formulir SPT. 
  4. Setelah menjawab pertanyaan, klik SPT 1770 SS, SPT 1770, atau SPT 1770 S. 
  5. Setelah masuk ke formulir, isi seluruh data yang diminta. Kemudian, lanjutkan dengan pengisian data SPT.
    • Untuk data Pajak Penghasilan, isi dengan lembaran bukti potong 1721 A1/A2.
    • Untuk penghasilan yang dikenakan PPh Final dan dikecualikan dari objek pajak, isi kalau memang ada. 
    • Isi jumlah keseluruhan harta dan tanggungan Anda di bagian Daftar Harga dan Kewajiban. 
    • Beri centang pada kolom ‘Setuju’ di bagian Pernyataan. 
  1. Klik ‘Berikutnya’. Anda akan menerima ringkasan SPT dan pengambilan kode verifikasi. 
  2. Masukkan kode verifikasi ke kolom ‘Kode Verifikasi’. Klik ‘Kirim SPT’.
  3. SPT Anda sudah terkirim. 

 

Mudah sekali, bukan, cara lapor pajak pribadi online melalui website DJP? Anda bisa melakukan pengisian di mana saja dan kapan saja asal belum melebihi tenggat waktu. Selain di website DJP, pelaporan pajak pribadi online juga bisa melalui aplikasi pajak online untuk semua kalangan yaitu Ayo! Pajak. Anda bisa mendaftarkan diri secara online dan mulai mengisi laporan SPT. 

Kenali Syarat PKP Berikut Ini

Kenali syarat pkp berikut ini

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah para pengusaha atau Wajib Pajak Badan, tidak termasuk di dalamnya pengusaha kecil, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). Barang dan jasa ini termasuk dalam golongan hal-hal yang dikenai pajak, sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984. Syarat pengajuan PKP yang paling utama adalah pengusaha memiliki pendapatan bruto atau omzet setahun mencapai Rp 4,8 miliar. Lalu, apa saja syarat untuk mengajukan PKP yang diperlukan? 

Badan usaha sebagai Pengusaha Kena Pajak

 Telah disebutkan tadi bahwa syarat pengajuan PKP adalah pengusaha memiliki omzet Rp4,8 miliar dalam setahun, tapi tidak termasuk pengusaha kecil. Walau begitu, syarat lain untuk menjadi PKP ternyata adalah tidak adanya batasan badan usaha atau badan hukum tertentu. Artinya, setiap bentuk usaha dan Wajib Pajak perorangan berhak mengajukan diri sebagai PKP. 

Adapun badan usaha yang dimaksudkan boleh berbentuk CV, PT, Perusahaan Dagang (PD), Usaha Kecil Menengah (UKM), koperasi, bahkan usaha perorangan. Semuanya berhak mengajukan diri sebagai PKP asal memenuhi syarat yang berlaku. 

Keuntungan mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah badan usaha tersebut bisa menerbitkan Faktur Pajak Elektronik atau e-Faktur. Kemudian, faktur tersebut bisa dimanfaatkan untuk mengurangi pajak ketika Pajak Masukan Terutang lebih besar daripada Pajak Keluaran Terutang. 

Syarat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Untuk bisa dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka badan usaha yang telah disebutkan di atas tadi wajib memenuhi syarat untuk mengajukan PKP, baik itu secara subjektif maupun objektif. Persyaratan untuk melakukan permohonan PKP bagi badan usaha di antaranya sebagai berikut. 

Syarat subjektif

Syarat subjektif dalam perpajakan meliputi gambaran kegiatan usaha. Oleh karenanya, Anda harus melampirkan beberapa dokumen penting berikut ini: 

  • Denah lokasi kegiatan usaha.
  • Foto tempat kegiatan usaha.
  • Daftar aset perusahaan secara terperinci.
  • Laporan keuangan satu bulan terakhir. 

Syarat objektif 

Syarat objektif meliputi kegiatan administratif saat badan usaha mengajukan diri sebagai PKP. Dokumen yang perlu Anda siapkan antara lain adalah: 

  • Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur atau Pemilik Usaha.
  • Fotokopi NPWP perusahaan.
  • Fotokopi NPWPD dan TDP.
  • Fotokopi SITU dan SIUP.
  • Fotokopi akta pendirian perusahaan.
  • Surat kuasa bermaterai jika pengurusan pengajuan PKP dilimpahkan ke orang lain selain direktur atau pimpinan. 
  • Mengisi formulir pengajuan PKP. 

 

Proses Lanjutan untuk Pemohon PKP

Setelah menyiapkan syarat Pengajuan Kena Pajak (PKP), baik itu yang subjektif dan objektif, maka pemohon bisa menyampaikan dokumen pengajuan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagai instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Di samping itu, Anda juga dapat melakukan pengajuan ke Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang bertanggung jawab secara langsung pada Kepala KPP Pratama. 

Dokumen persyaratan selanjutnya dikirimkan dengan cara mengunggah (upload) softcopy file-nya melalui aplikasi e-Registration. Bisa pula dikirim melalui Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani. Setelah seluruh dokumen terkirim, proses akan dilanjutkan ke tahap verifikasi dan pengecekan. Di sini Anda hanya tinggal menunggu hasil pengajuan PKP.

 

Urus Pengukuhan PKP untuk Wajib Pajak Badan Dengan Ayo Pajak

Begitulah proses pengajuan PKP untuk badan usaha. Bagi usaha yang nilai omzet setahunnya sudah mencapai Rp 4,8 miliar, maka wajib segera mengurus PKP. Namun, bagi badan usaha yang omzetnya belum mencapai nilai minimal, tetap boleh mengajukan dengan syarat PKP subjektif dan objektif yang sama. Agar proses pengajuan PKP Anda lancar dan mudah, gunakan fasilitas perpajakan yang ada di Ayo! Pajak

Inilah Syarat Membuat NPWP Pribadi

Syarat Membuat NPWP Pribadi

Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP harus dimiliki oleh warga Indonesia, baik itu badan usaha maupun perorangan. NPWP dijadikan sebagai sarana administrasi perpajakan atau acuan untuk membayar pajak. Selain itu, NPWP pun kerap jadi syarat saat Anda mengajukan kartu kredit, membuat paspor, melamar kerja, dan sebagainya. Karena banyak sekali gunanya, mari ketahui syarat membuat NPWP pribadi serta langkah penggunaannya secara online. 

 

Syarat membuat NPWP pribadi

NPWP pribadi harus dibuat oleh Wajib Pajak yang berkepentingan dan tidak bisa diwakilkan ke orang lain. Hal ini termasuk menyiapkan berbagai syarat membuat NPWP pribadi di bawah ini. 

 

Wajib Pajak pribadi yang tidak atau belum bekerja maupun berbisnis

  1. Fotokopi KTP untuk pemohon NPWP Warga Negara Indonesia (WNI).
  2. Fotokopi paspor, KITAS, atau KITAP pagi pemohon NPWP Warga Negara Asing (WNA). 

 

Wajib Pajak pribadi yang sudah bekerja maupun berbisnis 

  1. Fotokopi KTP untuk pemohon NPWP Warga Negara Indonesia (WNI).
  2. Fotokopi paspor, KITAS, atau KITAP bagi pemohon NPWP Warga Negara Asing (WNA)
  3. Fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi berwenang. Dokumen ini bisa juga berupa surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah (PEMDA) minimal setingkat Lurah atau Kepala Desa. Kalau tidak ada, bisa pakai lembar tagihan listrik atau bukti pembayaran listrik. 
  4. Surat pernyataan bermaterai yang menyatakan bahwa Wajib Pajak benar-benar menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 

 

Wajib Pajak pribadi wanita menikah yang ingin hak dan kewajiban perpajakan terpisah

  1. Fotokopi KTP untuk pemohon NPWP Warga Negara Indonesia (WNI).
  2. Fotokopi paspor, KITAP, atau KITAS bagi pemohon NPWP Warga Negara Asing (WNA). 
  3. Fotokopi kartu NPWP suami.
  4. Fotokopi Kartu Keluarga.
  5. Fotokopi dokumen perpajakan luar negeri jika suaminya adalah WNA.
  6. Fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan yang menghendaki hak dan kewajiban perpajakan terpisah dari milik suami. 

 

Cara membuat NPWP pribadi secara online 

Setelah mengetahui syarat membuat NPWP pribadi, baik itu yang belum bekerja, sudah bekerja, ataupun wanita sudah menikah yang ingin tanggung jawab pajaknya dipisah dari suami, sekarang saatnya Anda mengetahui cara membuat NPWP. Berikut langkahnya yang perlu Anda simak. 

  1. Buka situs Dirjen Pajak https://www.pajak.go.id/ atau https://ereg.pajak.go.id/login untuk langsung mengakses halaman pendaftaran NPWP. Dari menu di laman awal Dirjen Pajak tersebut, pilih sistem ‘E-Registration’. 
  2. Lakukan pendaftaran untuk mendapatkan akun. Caranya klik ‘Daftar’. Kemudian, isi data pendaftaran pengguna dengan benar, mulai dari nama lengkap, email, dan password. 
  3. Lakukan aktivasi akun. Caranya, buka inbox email yang digunakan untuk mendaftar tadi. Cari email yang dikirim oleh Dirjen Pajak. Ikuti petunjuk aktivasi yang tercantum dalam email tersebut. 
  4. Setelah mengaktivasi akun, kembali ke laman Dirjen Pajak. Login ke sistem ‘E-Registration’ dengan memasukkan email dan password akun yang telah dibuat. Setelah login, Anda akan dibawa ke halaman Registrasi Data Wajib Pajak untuk memulai proses pembuatan NPWP. Isi formulir tersebut dengan data yang benar. 
  5. Setelah semua data pada formulir pendaftaran terisi lengkap, klik tombol daftar untuk mengirim Formulir Registrasi Wajib Pajak secara online ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. 
  6. Cetak dokumen yang tertera pada layar komputer Anda, di antaranya adalah Formulir Registrasi Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar Sementara. Dua dokumen ini termasuk syarat membuat NPWP pribadi. 
  7. Tanda tangani kedua dokumen tersebut dan satukan dengan berkas syarat yang tadi telah disebutkan di atas. Kirimkan berkas-berkas ini ke KPP, paling lambat 14 hari setelah formulir terkirim secara online. 
  8. Pilihan lain, Anda bisa scan dokumen yang sudah ditandatangani dan diunggah secara online melalui laman pendaftaran NPWP di website Dirjen Pajak. 
  9. Cek status dan tunggu NPWP Anda dikirimkan ke alamat yang didaftarkan ke laman website. 

Itulah tadi panduan singkat mengenai syarat membuat NPWP pribadi, termasuk langkah pengajuannya via online. Bagi yang sedang mengurus NPWP perorangan, bisa langsung mengunjungi laman Ditjen Pajak dan melakukan langkah pendaftaran sesuai dengan yang sudah disebutkan tadi. Semoga informasi ini membantu! 

Syarat Pengajuan EFIN Badan yang Harus Anda Ketahui

Syarat Pengajuan EFIN Badan yang Harus Anda Ketahui

Setiap Wajib Pajak pastinya sudah mengenal apa itu EFIN. EFIN adalah Electronic Filing Identification Number atau nomor identitas yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk para Wajib Pajak yang melakukan transaksi elektronik dengan lembaga tersebut. Mengingat Wajib Pajak bisa jadi individu maupun usaha, maka syarat pengajuan EFIN badan pun pastinya berbeda dari pribadi. Untuk itu, ketahui persyaratan EFIN badan sebelum Anda mengurusnya. 

 

Perbedaan EFIN pribadi dan badan

Meski sama-sama berupa nomor identifikasi milik Wajib Pajak untuk dipakai mengakses layanan elektronik pelaporan SPT pajak, EFIN badan dan pribadi sudah jelas berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada pihak yang mengurus permohonan.  

  • Permohonan EFIN pribadi

Pengajuan mendapatkan EFIN pribadi bisa dilakukan oleh pihak yang bersangkutan alias si Wajib Pajak. Permohonan EFIN tidak dapat dilakukan oleh pihak lain meski menggunakan surat kuasa sekali pun. Wajib Pajak harus mengisi, menandatangani, dan menyampaikan formulir pengajuan dengan mendatangi langsung Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat. Lalu, Wajib Pajak menunjukkan KTP dan NPWP asli serta fotokopi, berikut juga dengan email aktif. 

  • Permohonan EFIN badan 

Berbeda dari permohonan pribadi, syarat pengajuan EFIN badan bisa disiapkan dan diajukan ke KPP terdekat oleh pihak yang ditunjuk oleh perusahaan atau badan untuk mewakilinya. Jadi, tidak melulu pemilik usaha langsung. Ketentuan ini sudah sesuai dengan Pasal 4 ayat (4) PER-6/PJ/2019 yang berbunyi, “Permohonan EFIN badan boleh dilakukan oleh salah satu pengurus yang namanya tercantum dalam akta pendirian atau dokumen pendirian Wajib Pajak badan. 

 

 

Syarat pengajuan EFIN badan

Proses pengajuan EFIN badan memang sedikit lebih ‘longgar’ daripada pribadi karena pihak yang mengurus tidak harus pemilik perusahaan sebagai Wajib Pajak yang memiliki kewajiban. Namun, bukan berarti syarat pengajuan EFIN badan juga lebih ‘bebas’ daripada pribadi. Oleh sebab itu, jika kebetulan Anda ditunjuk sebagai wakil perusahaan untuk mengurus EFIN, berikut persyaratan yang wajib disiapkan. 

  1. Badan usaha pusat

    • Email aktif yang bisa dihubungi terkait pengurusan EFIN badan. 
    • Formulir permohonan aktivasi EFIN yang sudah ditandatangani dan diisi lengkap. 
    • Surat penunjukan wakil Wajib Pajak badan berupa dokumen asli dan fotokopi. 
    • KTP asli dan fotokopi milik wakil Wajib Pajak. Kalau wakil yang ditunjuk adalah WNA, maka bisa menunjukkan paspor asli dan fotokopi.
    • NPWP badan berupa dokumen asli dan fotokopi.
    • KITAP/KITAS berupa dokumen asli dan fotokopi.
    • NPWP wakil Wajib Pajak berupa dokumen asli dan fotokopi. 
  1. Badan usaha cabang 

    • Email aktif yang masih digunakan dan dapat dihubungi. 
    • Permohonan pengajuan disampaikan langsung oleh pimpinan kantor cabang. 
    • Mengisi formulir permohonan aktivasi EFIN yang sudah ditandatangani dan diisi lengkap. 
    • Bukti surat pengangkatan asli dan fotokopi.
    • Bukti surat penunjukan asli dan fotokopi.
    • KPT asli dan fotokopi apabila pimpinan kantor cabang WNI.
    • Paspor asli dan fotokopi bila pimpinan kantor cabang WNA. 
    • KITAP/KITAS asli dan fotokopi.
    • NPWP badan asli dan fotokopi.
    • NPWP pimpinan kantor cabang, asli dan fotokopi. 

Jika dokumen dan syarat pengajuan EFIN badan sudah lengkap, selanjutnya Anda dapat mengunjungi Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan. Nantinya, pengajuan Anda akan diproses hingga terakhir mendapatkan nomor EFIN. Nomor ini harus diaktivasi dulu melalui tautan link yang dikirimkan petugas ke email Anda. Namun, mengingat kondisi pandemi, Direktorat Jenderal Pajak Indonesia mengalihkan proses mendapatkan EFIN ke laman www.pajak.go.id. Formulir bisa diunduh secara online dan kelengkapan bisa diunggah pada laman website. 

Apakah Instansi Pemerintah Sewa Ruangan Hotel Kena PPh?

sewa ruangan hotel kena pph

Usaha hotel kembali menggeliat dan marak, setelah tidak ada lagi larangan untuk menggunakan hotel sebagai tempat pertemuan bagi kegiatan Aparatur Sipil Negara. Dalam Peraturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara – Reformasi Birokrasi Nomor 06 Tahun 2015 tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan/Rapat di Luar Kantor Dalam Rangka Peningkatan Efisiensi dan Efektifitas Kerja Aparatur, paket kegiatan rapat/pertemuan dapat dilaksanakan di luar kantor apabila memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Banyaknya instansi pemerintah menyelenggarakan kegiatan di hotel, harus juga diikuti dengan ketaatan pemotongan dan penyetoran pajak. Apakah Instansi Pemerintah Sewa Ruangan Hotel Kena PPh dan jika iya, pajak apa yang seharusnya dipotong?

 

Tidak Dilakukan Pemungutan PPN

Dalam Pasal 4A Undang-undang PPN dan PPnBM, jasa perhotelan termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenai PPN. Dalam penjelasan pasalnya dan Peraturan Menteri Keuangan No. : 43/PMK.010/2015 Tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Perhotelan Yang Tidak Dikenai PPN adalah:

 

a. Jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan

b. Jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.

 

Atas jasa perhotelan tersebut dikenakannya adalah pajak daerah, yang nilainya tercantum dalam tagihan dan pengelola hotel sebagai pemungutnya. Beban pajak daerah ini ditanggung oleh konsumen. Dinyatakan dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa : “… perluasan basis Pajak Daerah dilakukan dengan memperluas basis pajak yang sudah ada, mendaerahkan pajak pusat dan menambah jenis pajak baru. Perluasan basis pajak…, Pajak Hotel diperluas hingga mencakup seluruh persewaan di hotel,…

 

Tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Final

Dalam Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017, penghasilan persewaan tanah dan/atau bangunan yang bersifat final, tidak termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya. Dengan demikian, bukan PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang dipungut oleh Instansi Pemerintah atas sewa ruangan di hotel. Usaha hotel termasuk dalam jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya, bukan jasa persewaan tanah dan/atau bangunan.

Demikian pula apabila ada seseorang memiliki usaha kos-kosan, maka usahanya adalah jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya. Kewajibannya pajaknya biasanya mengikuti Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018, dengan menyetor sendiri PPh Final Peredaran Bruto Tertentu sebesar 0,5% dari peredaran bruto bulanan, dengan Kode MAP 411128, Kode Jenis Setoran 420.

Sedangkan tarif PPh Final apabila mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 untuk sewa tanah dan/atau bangunan adalah 10%, tentunya ini akan memberatkan wajib pajak apabila diterapkan.

 

Tidak Dilakukan Pemotongan PPh Pasal 23 oleh Badan

Dalam Pasal 23 Undang-undang PPh dinyatakan bahwa badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya adalah pemotong PPh Pasal 23. 

Namun begitu, apabila suatu badan hukum semisal perseroan terbatas, firma, koperasi, atau lainnya menyewa ruangan hotel, mereka tidak memiliki kewajiban memotong dan menyetor PPh Pasal 23. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 141/PMK.03/2015 disebutkan bahwa jasa perhotelan tidak termasuk dalam jasa lain yang atas pembayarannya dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 dan pembayarannya bukan dibebankan pada APBN atau APBD.

 

Dilakukan Pemotongan PPh Pasal 23 oleh Instansi Pemerintah

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 141/PMK.03/2015, terdapat pasal “sapu jagat” yang mengharuskan pemotongan PPh Pasal 23. Pada bagian paling akhir jenis-jenis jasa yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23, tertulis “Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN atau APBD”.  

Sehingga apabila Instansi Pemerintah mengadakan suatu acara di hotel, harus memotong PPh Pasal 23, karena pembayarannya dibebankan pada APBN atau APBD. Pemotongan ini akan menjadi kredit pajak bagi pengelola hotel. Besarnya pemotongan ini tidak berpengaruh, apakah acara diselenggarakan dengan paket fullboard, fullday, atau halfday. Pemotongannya pun tidak sekedar atas service charge saja, melainkan atas seluruh pembayaran yang dibebankan pada APBN atau APBD, di luar pajak daerah.  

 

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.02/2019 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2020, satuan biaya paket kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor menurut lamanya penyelenggaraan terbagi dalam 3 (tiga) jenis, yaitu:

a. Paket Fullboard : satuan biaya paket fullboard disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor sehari penuh dan menginap.

b. Paket Fullday : satuan biaya paket fullday disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 8 (delapan) jam tanpa menginap.

c. Paket Halfday : satuan biaya paket halfday disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 5 (lima) jam tanpa menginap.

 

Contoh Perhitungan

Belanja untuk sewa ballroom/aula hotel bagi kegiatan seminar, pertemuan, training, atau rapat sebesar Rp3.300.000,00 (termasuk pajak daerah 10%). Aspek pajaknya adalah:

    1. PPN tidak dipungut Instansi Pemerintah karena termasuk jenis jasa perhotelan yang tidak dikenai PPN. Tetapi pihak hotel akan memungut Pajak Daerah sesuai UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sehingga di dalam pengeluaran ini termasukpajak daerah.
    2. PPh Pasal 23 dikenakan  2% x DPP = 2% x Rp3.000.000,00 = Rp60.000,00
    3. Uang yang diterima hotel = Rp3.300.000,00 – Rp0,00 – Rp60.000,00 = Rp3.240.000,00.

 

Kesimpulan

Atas penyelenggaraan acara di hotel, maka Instansi Pemerintah berkewajiban untuk memotong dan menyetorkan PPh jika melakukan sewa ruangan hotel kena PPh Pasal 23, tetapi tidak diperkenankan memungut PPN. Pihak hotel akan memungut pajak daerah kepada Instansi Pemerintah selaku konsumen. Instansi Pemerintah tidak boleh memotong PPh Final Pasal 4 ayat (2) persewaan tanah dan/atau bangunan atas transaksi tersebut.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

 

Sumber terkait: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)