Cara Mengisi Laporan Pajak Tahunan

laporan pajak tahunan

Tahukah Anda, sebagai masyarakat yang telah memiliki penghasilan wajib untuk membuat laporan pajak tahunan. Biasanya batas akhir pelaporan SPT yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi adalah paling lama setidaknya pada bulan Maret setelah masa tahun pajak berakhir. Bagi Wajib Pajak Badan, maka pelaporan pajak paling lama setidaknya pada bulan April setelah tahun pajak berakhir.

 

Dalam melaporkan pajak tahunan, Anda harus mengisi SPT tahunan atau Surat Pemberitahuan Tahunan yang berbentuk formulir 1770. Bagi Anda yang masih belum memahami cara pengisian SPT tahunan tersebut, AyoPajak akan memberikan panduan lengkap mengenai cara mengisi laporan pajak tahunan melalui artikel berikut ini. 

Cara Mengisi Lapor SPT Tahunan Pribadi Secara Online

Untuk dapat mengisi laporan pajak tahunan, Anda tidak perlu repot-repot mendatangi Kantor Pelayanan Pajak setempat. Kini, Anda bisa melakukan pelaporan SPT tahunan secara online. Ada 6 langkah yang perlu Anda ikuti untuk melaporkan SPT sebagai Wajib Pajak Pribadi, yaitu:

 

1. Persiapkan Dokumen yang Dibutuhkan

Pertama-tama, Anda harus mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan. Bagi Anda yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang berarti menerima penghasilan, dokumen yang dibutuhkan adalah bukti potong 1721 A1 bagi pegawai swasta atau bukti potong 1721 A2 bagi pegawai negeri. Selain itu, apabila Anda menerima penghasilan lain di luar pekerjaan tetap seperti pekerjaan freelance, maka bukti penghasilan lain di luar pekerjaan juga harus dilaporkan.

 

Untuk pelaporan pajak SPT badan, maka dokumen-dokumen yang dibutuhkan cukup banyak, berdasarkan dengan bidang usaha yang dijalani. Namun secara umum, dokumen yang perlu dipersiapkan bagi Wajib Pajak Badan adalah bukti potong A1/A2, laporan neraca dan laba-rugi (pembukuan), serta norma atau rekapitulasi bulanan peredaran bruto dan biaya. 

 

2. Masuk Ke Dalam DJP Online

Setelah seluruh dokumen dipersiapkan, maka langkah selanjutnya adalah masuk ke dalam djponline.pajak.go.id. Anda akan diminta untuk memasukkan NPWP dan juga password serta kode keamanan. Akan tetapi, perlu dicatat untuk dapat masuk ke dalam website DJP Online, Anda perlu mendaftar terlebih dahulu dengan meminta nomor EFIN (Electronic Filing Identification Number) yang bisa didapatkan melalui email ataupun langsung mengunjungi Kantor Pelayanan Pajak tempat NPWP terdaftar. 

 

3. Pilih Formulir SPT Tahunan

Dalam halaman utama DJP Online, Anda dapat menemukan berbagai fitur yang dapat digunakan untuk kebutuhan perpajakan. Untuk melaporkan SPT tahunan, maka fitur yang Anda pilih adalah e-Filing. Setelah itu, Anda akan diberikan beberapa pertanyaan agar sistem dapat menentukan formulir mana yang dipilih sesuai dengan pertanyaan yang telah dijawab.

 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut biasanya berupa jumlah penghasilan dalam setahun, apakah ada bisnis yang dijalankan, dan apakah Anda merupakan suami atau istri yang menjalankan kewajiban perpajakan secara terpisah. Kemudian, akan ada 3 pilihan formulir untuk pelaporan SPT tahunan tersebut yaitu formulir 1770, 1770 S, dan 1770 SS.

 

Baca juga: Cara Mengisi SPT 1770 yang Mudah

 

4. Isi Data Sesuai dengan Kondisi 1 Tahun Terakhir

Selanjutnya, isi keseluruhan data sesuai dengan kondisi 1 tahun terakhir. Anda akan diminta untuk mengisi data penghasilan secara rinci mulai dari gaji hingga bonus, kemudian ada permintaan data seputar harta, aset, dan tabungan. 

 

5. Minta Kode Verifikasi

Setelah semua data terisi, maka selanjutnya Anda akan meminta kode verifikasi di akhir pengisian formulir. Pastikan status SPT Anda nihil. Apabila status SPT merupakan kurang bayar, maka Anda harus membayar sisanya dengan membuat e-Billing dan kemudian memasukkan kode bukti pembayaran ke dalam form SPT tersebut. 

 

Selanjutnya, Anda dapat meminta kode verifikasi yang akan dikirimkan melalui email yang digunakan untuk mendaftarkan NPWP pada website DJP Online. Masukkan kode verifikasi yang Anda terima kemudian klik kirim SPT. Anda sudah selesai dalam mengirimkan dan melaporkan pajak tahunan. 

 

6. Cek Bukti Lapor SPT

Untuk dapat mengecek bukti lapor SPT, Anda dapat mengunjungi bagian e-Filing dan memilih menu kaca pembesar pada tahun pajak yang dilaporkan. Selain itu, sistem DJP Online akan mengirim bukti pajak melalui email Anda juga.

 

Baca juga: Pahami Cara Mengisi SPT Tahunan

 

Demikian informasi mengenai cara mengisi laporan pajak tahunan yang dapat Anda ikuti. Apabila Anda membutuhkan jasa konsultan pajak untuk membereskan masalah pembukuan untuk Wajib Pajak Badan, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

Apa yang Dimaksud dengan Pajak?

apa yang dimaksud dengan pajak

Sebagai masyarakat yang tinggal di negara hukum, apakah Anda tahu dan paham mengenai apa yang dimaksud dengan pajak? Mungkin sebagian dari Anda hanya mengetahui bahwa ketika makan di sebuah restoran akan dikenakan pajak, setiap tahun harus membayar pajak kendaraan dan rumah, atau pelaporan pajak penghasilan setiap tahunnya. Tapi, apa sesungguhnya arti dari pajak dan fungsinya apa untuk Anda dan juga negara?

Melalui artikel dari AyoPajak ini, kami akan memberikan informasi penting untuk Anda seputar apa yang dimaksud dengan pajak, fungsi, dan juga jenis-jenisnya yang penting untuk diketahui.

Pengertian Pajak

Pajak merupakan kontribusi wajib oleh orang pribadi dan badan yang dibayarkan kepada negara dan bersifat memaksa berdasarkan dengan Undang-undang. Bisa disimpulkan bahwa pemasukan suatu negara diambil dari pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan Usaha. Pungutan pajak tersebut akan digunakan oleh negara untuk membayar gaji pemerintahan, perbaikan infrastruktur, dan lainnya. Dengan demikian, penting untuk Anda agar patuh dalam membayar pajak demi keberlangsungan negara kita.

Fungsi Pajak

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, pajak dipungut oleh negara demi keberlangsungan negara itu sendiri. Manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh negara, namun juga oleh masyarakatnya termasuk Anda. Berikut ini, fungsi pajak bagi negara dan masyarakat, yaitu:

  1. Pajak berfungsi sebagai budgeter, artinya pajak yang dipungut oleh negara akan dijadikan sebagai sumber pendapatan negara yang berfungsi untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pendapatan negara.
  2. Pajak berfungsi sebagai regulator, artinya pajak digunakan untuk mengatur negara dalam bidang sosial dan ekonomi seperti untuk menghambat laju inflasi, untuk mendorong kegiatan ekspor, untuk dijadikan sebagai investasi modal usaha yang dapat membantu meningkatkan perekonomian negara, dan lain sebagainya.
  3. Pajak berfungsi sebagai distributor, artinya pajak digunakan untuk pemerataan ekonomi negara demi kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: 4 Fungsi Pajak yang Dalam Kehidupan Bernegara

Jenis-jenis Pajak

Ada berbagai jenis pajak yang berlaku di Indonesia saja. Pajak tidak hanya dikelompokkan berdasarkan pajak restoran, pajak kendaraan, pajak rumah, dan pajak penghasilan saja. Namun, pajak digolongkan berdasarkan lembaga pemungutnya yakni pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berikut ini, pembahasan lebih lanjut mengenai pajak pusat dan pajak daerah, yaitu:

1. Pajak Pusat

Pajak pusat merupakan pajak yang dipungut langsung oleh pemerintah pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Adapun pajak yang termasuk ke dalam pajak pusat adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Meterai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

2. Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh provinsi dan kabupaten/kota sehingga pajak yang termasuk ke dalam dua kelompok tersebut adalah sebagai berikut:

  • Pajak Daerah Provinsi: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Rokok, dan Pajak Air Permukaan
  • Pajak Daerah Kabupaten/Kota: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Air Tanah, dan banyak lagi pajak yang termasuk ke dalam pajak daerah kabupaten/kota.

Baca juga: Mengenal Macam-macam Pajak di Indonesia

Banner e-Filing

Pajak yang Harus Dilaporkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

Sebagai masyarakat yang patuh akan hukum, Anda perlu membayar pajak dan melaporkannya setiap tahun dalam bentuk SPT atau  Surat Pemberitahuan Pajak. Jika Anda merupakan Wajib Pajak atau yang menerima penghasilan setiap bulannya, maka Anda disebut sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi yang harus membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) setiap bulannya atau yang biasanya sudah dipotong oleh perusahaan setiap bulannya. Namun jika Anda memiliki sebuah usaha yang sudah tercatat oleh negara, maka Anda disebut sebagai Wajib Pajak Badan dan perlu membayarkan pajak sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan. Untuk pertanyaan lebih lanjut seputar perpajakan, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

Jenis-jenis Tarif Pajak, Termasuk Tarif Pajak Proporsional

tarif pajak proporsional

Ada berbagai jenis tarif pajak yang berlaku di Indonesia dan salah satu contohnya adalah tarif pajak proporsional. Perlu Anda Ketahui, pengertian tarif pajak adalah dasar pengenaan pajak (DPP) atas objek pajak yang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak (WP). Setiap jenis tarif pajak memiliki besaran persentase yang berbeda, sesuai dengan ketentuan dari Undang-undang dan Peraturan Pemerintahan. Untuk lebih jelasnya, mari simak pembahasan mengenai jenis-jenis tarif pajak di Indonesia melalui artikel dari AyoPajak berikut ini.

Jenis-jenis Tarif Pajak Di Indonesia

Di bawah ini, ada 6 jenis tarif pajak yang berlaku di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

1. Tarif Pajak Proporsional

Tarif pajak proporsional merupakan jenis tarif pajak yang memiliki nilai besaran persentase tetap dan tidak terpengaruh dengan perubahan nilai dasar pengenaan pajak. Jadi dapat disimpulkan apabila semakin besar jumlah objek pajak yang dibayarkan, maka persentase tarif pengenaan pajaknya akan tetap sama.

Contoh jenis pajak yang termasuk ke dalam tarif pajak proporsional adalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang memiliki nilai persentase 10% dan juga PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang memiliki besaran tarif pajak 0,5%.

2. Tarif Pajak Progresif

Apabila pada tarif pajak proporsional besaran tarif pajaknya tetap, maka lain halnya dengan tarif pajak progresif yang besaran tarif pajaknya mengikuti nilai objek pajak. Jadi, semakin besar nilai objek pajak yang perlu dibayarkan, maka persentase tarif pajaknya juga akan semakin besar. 

Untuk memahami pajak progresif seperti tarif pajak progresif memiliki 3 pengelompokkan tarif pajak yaitu tarif progresif-progresif, tarif progresif tetap, dan terakhir tarif progresif degresif.

3. Tarif Pajak Degresif

Memiliki perhitungan tarif pajak yang berbanding terbalik dengan tarif pajak progresif, tarif pajak degresif merupakan jenis tarif pajak yang nilai persentasenya semakin kecil apabila nilai objek pajaknya semakin besar. Akan tetapi, tarif pajak degresif juga dikelompokkan menjadi 3 jenis tarif pajak seperti tarif pajak progresif yaitu tarif degresif-degresif, tarif degresif-tetap, dan terakhir adalah tarif degresif-progresif.

4. Tarif Pajak Regresif

Tarif pajak regresif atau yang biasa disebut sebagai tarif pajak tetap merupakan jenis tarif pajak yang besarannya tetap meskipun nilai objek pajaknya berubah-ubah. Contoh dari tarif pajak regresif ini adalah bea meterai. Bea meterai memiliki tarif pajak 10.000 (berlaku sejak tahun 2021) dan tidak akan berubah.

5. Tarif Pajak Spesifik

Tarif pajak spesifik berarti tarif pajak yang dikenakan pada suatu objek pajak sudah spesifik berdasarkan objek pajak yang dikenakan tersebut. Seperti contoh, jika Anda melakukan impor barang seperti smartphone, maka tarif pajak yang dikenakan akan sesuai dengan jenis barang yang diimpor tersebut dan bukan nilai barangnya. 

6. Tarif Pajak Ad Valorem

Jenis tarif pajak yang terakhir adalah tarif pajak Ad Valorem. Jenis pajak ini memiliki besaran persentase khusus pada suatu objek pajak. Sebagai contoh kasus, perusahaan Anda ingin mengimpor mesin khusus seharga 5 juta per unit sebanyak 50 unit. Apabila Anda dikenakan tarif bea sebesar 20%, maka total pajak yang harus anda bayarkan adalah sebesar: jumlah unit x harga per unit x bea masuk. Total pajak Ad Valorem yang dibayarkan adalah sebesar 20 juta rupiah. 

Baca juga: Kebijakan Diskon Tarif PPnBM Untuk Sektor Otomotif
Sekian informasi mengenai jenis-jenis tarif pajak yang dapat kami sampaikan dan apabila Anda membutuhkan konsultan pajak yang dapat mengatur perpajakan Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

Banner General (kontak, download app)

Cara Meminta Nomor Seri Faktur Pajak Offline dan Online

cara meminta nomor seri faktur pajak

Bila Anda adalah seorang pengusaha yang harus membayar pajak, atau lebih dikenal dengan istilah Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka hal yang satu ini harus diketahui. Setiap PKP harus memiliki yang namanya NSFP (Nomor Seri Faktur Pajak). Nomor seri ini bisa didapatkan secara offline maupun online. Bila masih bingung dengan hal yang satu ini, maka Anda bisa mengikuti cara meminta nomor seri faktur pajak berikut ini.

Cara Meminta Nomor Seri Faktur Pajak

NSFP memiliki bentuk berupa nomor seri yang terdiri dari 13 digit. Bisa terdiri dari kumpulan angka, huruf, atau kombinasi keduanya. Diterbitkan sebanyak satu kali per satu tahun pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada PKP. Menjadi syarat pembuatan e-Faktur. NSFP ini akan dilampirkan bersama dengan kode Faktur Pajak yang diletakan pada awal nomor seri dalam faktur tersebut. Untuk kode Faktur Pajak, bentuknya adalah 2 digit kode transaksi dan satu digit kode status. Sesuai dengan PENG-4/PJ.02/2014 yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

Seperti yang sudah disebutkan, ada 2 cara untuk mendapatkan NSFP ini. Bisa secara online dan juga offline. Kali ini, kami akan memberikan informasi untuk kedua cara tersebut.

Baca juga: Pengertian Faktur Pajak dan Fungsinya

Meminta NSFP Secara Offline

Proses untuk pengajuan permintaan NSFP melalui cara offline akan melewati prosedur berikut ini:

  • Datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), atau melalui Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
  • Sampaikan surat permintaan NSFP.
  • Selanjutnya permintaan Anda akan diproses hingga selesai.

Meminta NSFP Secara Online

Untuk pengajuan NSFP melalui cara online, langkah yang harus diikuti adalah:

  • Lewat aplikasi e-Nofa Pajak di situs web https://efaktur.pajak.go.id.

Elektronik Nomor Faktur Online (e-Nofa) adalah aplikasi yang disediakan DJP bagi wajib pajak yang ingin melakukan permintaan nomor faktur pajak secara online. Aplikasi ini ditujukan untuk memudahkan para PKP, sehingga tidak perlu datang ke KPP atau KP2KP. 

Untuk bisa menggunakan aplikasi ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti:

1. Terdaftar & Dikukuhkan Sebagai PKP

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang memiliki perusahaan dengan omzet di atas Rp4,8 Miliar per tahun. Serta lulus survei yang dilakukan KPP atau KP2KP.

2. Memiliki Sertifikat Elektronik Pajak

Memiliki sertifikat elektronik yang berlaku selama 2 tahun. Anda dapat mengajukan hal ini ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Anda terdaftar dan telah disetujui DJP. Sertifikat elektronik pajak berisi tanda tangan digital beserta identitas wajib pajak yang resmi dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

3. Memiliki Kode Aktivasi dan Password

Untuk hal ini Anda harus datang ke KPP dan mengisi formulir permintaan.

Setelah memenuhi syarat di atas, Anda akan bisa mengajukan permintaan NSFP melalui e-Nofa.

  1. Login e-Nofa di laman efaktur.pajak.go.id/login
  2. Pilih menu Permintaan NSFP. Tunggu munculnya pemberitahuan untuk memilih sertifikat elektronik yang sudah diinstal
  3. Pilih sertifikat elektronik dan klik “OK”
  4. Setelah itu pilih Proceed to efaktur.pajak.go.id (unsafe)
  5. Isi tahun pajak, nama pemohon (nama PKP), jabatan pemohon (jabatan PKP), dan jumlah NSFP yang diminta. Klik “Proses”
  6.  Masukkan kata sandi e-Nofa dan klik “Ya”
  7. Akan muncul pemberitahuan Permohonan NSFP telah disetujui dan surat akan dicetak. Pilih “OK”. NSFP akan terunduh otomatis
  8. Bila NSFP tidak terunduh, buka menu Riwayat Permintaan NSFP dan unduh secara manual

Seperti itulah langkah yang harus Anda lakukan sebagai cara meminta nomor seri faktur pajak melalui jalur offline dan online. Jika Anda membutuhkan bantuan dari proses ini, maka gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner General (kontak, download app)

Memahami Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan

cara menghitung pajak bumi dan bangunan

Bagi para Wajib Pajak yang memiliki tanah, bangunan, atau properti wajib sekali membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB). Pajak yang satu ini sangat penting untuk bisa membantu negara. Dengan membayarnya, maka Anda sudah menjadi warga negara yang baik. Bagi yang sedang berencana untuk membeli rumah, tanah, gudang, atau properti yang lain, maka ada hal penting yang harus diketahui. Pelajari cara menghitung Pajak Bumi dan Bangunan. Sehingga Anda akan bisa lebih baik dalam mempersiapkan rencana pembelian berbagai macam properti nantinya.

Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan

PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan. Artinya besarnya pajak akan ditentukan dari objek pajak (tanah dan atau bangunan). Tidak berhubungan dengan subjeknya (pembayar pajak). Sehingga besarnya pajak hanya berdasarkan dari objeknya saja. Individu perseorangan atau badan yang termasuk dalam wajib pajak tersebut harus bisa segera melunasi pembayaran pajak. Paling lambat adalah 6 bulan setelah tanggal diperolehnya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 menjadi dasar hukum dari PBB ini. Bahkan PBB bisa menjadi pendapatan daerah dan sudah diatur dalam UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 77 sampai dengan Pasal 84 per tahun 2010. Sehingga setiap daerah akan bisa berkembang dengan baik jika semuanya taat bayar pajak.

Siapa yang Menjadi Subjek PBB?

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan tidak akan mempengaruhi seberapa besar pajak yang harus dibayarkan. Hanya objek pajaknya ] yang bisa mempengaruhi hal ini. Namun, kita juga harus mengenal siapa saja yang akan menjadi subjek dari pajak ini. Untuk menjadi subjek PBB, harus ada beberapa kriteria yang bisa menentukan apakah seseorang wajib membayarkan Pajak Bumi dan Bangunan setiap periode tahunnya. Kriteria yang sesuai dengan Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 dan UU No.12 Tahun 1994 tersebut adalah:

  • Memiliki bukti kepemilikan sah atas bumi (tanah)
  • Mendapatkan beragam manfaat atas bumi (tanah) yang dimiliki
  • Memiliki bangunan fisik
  • Memiliki hak dan kekuasaan atas bangunan
  • Memperoleh beragam manfaat aset bangunan

Baca juga: Memahami Cara Mendapatkan SPPT PBB

Penentuan PBB

Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP, sesuai dengan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998 menjadi dasar penentu dalam PBB. Hal ini menjadi dasar dari penentuan seberapa besar pajak yang harus dibayarkan. NJOP menunjukan harga pasar atau bisa juga acuan per meter persegi. NIlai ini akan diatur oleh Kementerian Keuangan. Setiap tiga tahun sekali akan ditentukan NJOP pada suatu daerah. Terkecuali untuk daerah tertentu yang akan ditetapkan setahun sekali sesuai dengan perkembangan daerahnya. 

Dasar penentuan selanjutnya adalah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Sebuah bangunan atau tanah bisa saja tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. Untuk besarannya akan berbeda pada setiap daerah. Tapi, berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, besaran terendah NJOPTKP adalah Rp10.000.000 untuk setiap wajib pajak.

Serta dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), telah diatur tarif pajak yang dikenakan. Tarifnya adalah sebesar 0,5%.

NJKP merupakan nilai jual objek yang akan dimasukan dalam perhitungan pajak terutang. KMK Nomor 201/KMK.04/2000, menyatakan rincian persentase yang harus dibayarkan adalah sebesar 40%. Bagi objek pajak perkebunan, objek pajak pertambangan, dan objek pajak kehutanan.Jika NJOP lebih besar dari 1 miliar Rupiah, persentase NJKP-nya 40%. Jika NJOP di bawah 1 miliar Rupiah, persentase NJKP-nya 20%.

Baca juga: Cara Mengetahui NOP PBB yang Hilang

Perhitungan PBB

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) menjadi elemen penting di sini. Beberapa rumus yang bisa digunakan adalah:

  • NJOP = (NJOP Bumi = luas tanah x nilai tanah) + (NJOP Bangunan = luas bangunan x nilai bangunan).
  • NJKP = 40% dari NJOP atau 20% dari NJOP untuk perhitungan PBB
  • PBB yang terutang = 0,5% x NJKP (jumlah PBB yang harus dibayar setiap tahun)

Itulah dia cara menghitung Pajak Bumi dan Bangunan. Semoga hal ini bisa membantu Anda. Manfatkan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.

Informasi Lengkap Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

cara menghitung penghasilan kena pajak

Tahukah Anda, bahwa cara menghitung Penghasilan Kena Pajak atau PKP ternyata tidaklah sulit. Anda hanya perlu mengetahui ketentuan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Tentu saja, untuk membaca keseluruhan isi Undang-Undang tidaklah mudah, bukan? Oleh karena itu, AyoPajak akan merangkumnya dan membawa kembali pembahasan mengenai cara menghitung penghasilan kena pajak sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang agar Anda dapat lebih memahami dan mengerti tentang perhitungan PKP.

Rincian Tarif Penghasilan Kena Pajak

Dalam menghitung PKP, Anda harus terlebih dahulu mengetahui tarif pajak yang dikenakan untuk masing-masing kategori penghasilan dan juga bagi yang memiliki NPWP serta tidak memiliki NPWP, yaitu sebagai berikut:

  1. Tarif PKP bagi yang memiliki NPWP
    • Penghasilan di bawah Rp50.000.000: 5%
    • Penghasilan antara Rp50.000.000-Rp250.000.000: 15%
    • Penghasilan antara Rp250.000.000-Rp500.000.000: 25%
    • Penghasilan di atas Rp500.000.000: 30%
  1. Tarif PKP bagi yang tidak memiliki NPWP
    • Penghasilan di bawah Rp50.000.000: 6%
    • Penghasilan antara Rp50.000.000-Rp250.000.000: 18%
    • Penghasilan antara Rp250.000.000-Rp500.000.000: 30%
    • Penghasilan di atas Rp500.000.000: 36%

Baca juga: Kenali Syarat PKP Berikut Ini

Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, secara umum Anda harus menghitung penghasilan neto dalam setahun dengan cara mengurangi PKP (Penghasilan Kena Pajak) atau penghasilan bruto dengan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Kemudian, Anda dapat memilih salah satu dari ketiga cara di bawah ini sesuai dengan kebutuhan dan situasi saat ini, yaitu:

1. PKP untuk Wajib Pajak Badan

Bagi Wajib Pajak Badan, perhitungan PKP didapat dari penghasilan neto. Untuk mendapatkan angka penghasilan neto yang tepat, maka rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

Penghasilan neto = penghasilan bruto – pengurang/biaya yang diperkenankan dalam UU PPh

2. PKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Pembukuan

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dengan pembukuan, sesuai yang tertulis dalam Pasal 2A ayat (6)UU PPh, ada tiga cara perhitungan untuk mendapatkan hasil PKP, yaitu:

  • PKP = penghasilan neto – PTKP
  • PKP = penghasilan neto – zakat – PTKP
  • PKP = penghasilan neto – zakat – kompensasi rugi – PTKP

Untuk dapat menemukan penghasilan neto bagi PKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan pembukuan, maka rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

Penghasilan neto = penghasilan bruto – pengurang/biaya yang diperkenankan dalam UU PPh

3. PKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Norma Perhitungan

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Norma Perhitungan, untuk mendapatkan nominal PKP dapat mengikuti rumus perhitungan sebagai berikut:

  • PKP = penghasilan neto – PTKP

Dan untuk mendapatkan penghasilan netonya, maka Anda dapat menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut:

  • Penghasilan neto = peredaran usaha x persentase NPPN

Baca juga: Informasi Lengkap PKP Pasal 9 Ayat 4B

Banner e-Faktur

Jadi, mudah sekali bukan setelah Anda membaca informasi di atas? Apabila Anda merupakan Wajib Pajak Badan, maka silakan untuk mengikuti cara menghitung Penghasilan Kena Pajak nomor 1 dan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maka bisa memilih antara cara perhitungan PKP nomor 2 atau 3 sesuai dengan kebutuhan dan situasi perpajakan saat ini.

Jika Anda masih kurang memahami mengenai perhitungan Penghasilan Kena Pajak atau ada kebutuhan perpajakan lainnya, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Kami siap membantu dan memberikan konsultasi perpajakan hanya untuk Anda.

Cara Menghitung Pajak PPN dan PPh Pasal 22 dengan Tepat

cara menghitung pajak ppn dan pph

Bagi Anda yang merupakan seorang PKP (Pengusaha Kena Pajak) atau ingin melakukan pembelian barang impor atau barang mewah, maka penting untuk memahami cara menghitung pajak PPN dan PPh Pasal 22. Kedua pajak tersebut dipungut ketika ada transaksi jual beli dari perdagangan barang. Untuk itu, agar dapat lebih memahami mengenai ketentuan beserta cara perhitungan PPN dan PPh Pasal 22, silakan simak artikel dari AyoPajak berikut ini.

Apa Itu PPN?

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dipungut dalam transaksi jual-beli barang dan jasa. Anda pasti sering menemukan dan bahkan membayar PPN dalam kegiatan sehari-hari seperti ketika makan di restoran tertentu. Untuk tarif PPN yang dikenakan dalam setiap transaksi jual beli diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 7 yang berbunyi:

  1. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).
  2. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
    • Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
    • Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
    • Ekspor Jasa Kena Pajak
  3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Adapun barang-barang yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan objek PPN adalah sebagai berikut:

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  2. Impor BKP;
  3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  6. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP);
  7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; dan
  8. Ekspor JKP oleh PKP.

Apa itu PPh Pasal 22?

Pajak Penghasilan Pasal 22 atau PPh Pasal 22 adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Ketentuan PPh Pasal 22 ini diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008. Barang-barang yang menjadi objek PPh Pasal 22, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2016 adalah barang-barang mewah tertentu yang diimpor.

Untuk tarif pajak dari PPh Pasal 22 sangatlah beragam dan rumit karena disesuaikan dengan objek serta pemungutnya. Berikut ini besaran pungutan PPh Pasal 22, yaitu:

  1. Atas impor:
    • yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
    • non-API = 7,5% x nilai impor;
    • yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
  2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
  3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
    • Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
    • Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
    • Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
    • Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
  4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
    • Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
  5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
  6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
  7. Atas penjualan
    • Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
    • Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
    • Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
    • Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
    • Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Baca juga: Informasi Pengecualian Pemungutan PPh 22

Cara Menghitung Pajak PPN dan PPh Pasal 22

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017, ada berbagai ketentuan yang perlu Anda ketahui untuk menghitung pajak PPN dan PPh Pasal 22 yakni berdasarkan nominal belanjanya. Jika nominal belanja barang memiliki total harga di bawah Rp2.000.000, maka hanya akan diberlakukan PPN saja dan apabila total harga melebihi angka Rp2.000.000, maka pajak yang diberlakukan untuk barang tersebut adalah PPN dan juga PPh Pasal 22.

Lain halnya untuk transaksi jual beli yang dilakukan oleh pemungut seperti BUMN, maka batas harganya naik menjadi Rp10.000.000. Jika nominal barang berada di bawah batas hanya akan dikenakan PPN dan apabila total harga barang melebihi batas, maka akan dikenakan PPN dan PPh Pasal 22.

Banner e-Filing

Jadi, itulah informasi seputar cara menghitung pajak PPN dan PPh Pasal 22 dengan tepat. Apabila Anda kesulitan dalam menghitung kedua pajak tersebut, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP karena kami siap membantu kapan pun serta dalam urusan perpajakan apa pun.

Inilah Cara Menghitung Pajak Penghasilan Orang Pribadi

cara menghitung pajak penghasilan orang pribadi

Sebagai Wajib Pajak, Anda perlu tahu cara menghitung pajak penghasilan orang pribadi atau yang biasa disebut dengan PPh. Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut atas penghasilan orang pribadi yang diterima dalam satu tahun masa pajak (Januari – Desember). Kemudian, pajak penghasilan yang telah dibayarkan harus dilaporkan dalam bentuk SPT tahunan form 1770 setidaknya paling lama pada bulan Maret setelah masa tahun pajak berakhir. Lalu, bagaimana cara menghitung pajak penghasilan? 

AyoPajak telah menyiapkan beberapa informasi penting seputar cara menghitung pajak penghasilan orang pribadi secara rinci sehingga Anda dapat mempelajari dan mencoba menghitung pajak penghasilan sendiri.

Cara Menghitung Pajak Penghasilan

Untuk menghitung pajak penghasilan orang pribadi, Anda hanya membutuhkan 4 langkah mudah, yaitu:

  1. Hitung total penghasilan kotor Anda selama setahun. Penghasilan ini sudah termasuk gaji, bonus, tunjangan, dan jenis pemasukan lainnya yang termasuk ke dalam PKP atau Penghasilan Kena Pajak.
  2. Temukan besaran PTKP yang sesuai dengan situasi Anda saat ini kemudian hitung pengurangan antara PKP dengan PTKP tersebut. Hasil dari pengurangan antara keduanya akan menjadi angka akhir dari penghasilan bersih atau neto Anda.
  3. Setelah Anda mendapatkan angka penghasilan neto, maka selanjutnya potong dengan tarif pajak yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Penghasilan dengan Mudah

Rincian Besaran PTKP 

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016, berikut ini merupakan rincian besaran PTKP bagi Wajib Pajak (WP) untuk tahun 2021 sesuai dengan status perkawinan, penggabungan penghasilan bagi suami istri, dan juga tanggungan yang dimiliki:

  • WP Tidak Kawin Tanpa Tanggungan (Tidak Kawin/TK0): Rp54.000.000
  • WP Tidak Kawin, punya 1 Tanggungan (Tidak Kawin/TK1): Rp58.500.000
  • WP Tidak Kawin, punya 2 Tanggungan (Tidak Kawin/TK2): Rp63.000.000
  • WP Tidak Kawin, punya 3 Tanggungan (Tidak Kawin/TK3): Rp67.500.000
  • WP Kawin Tanpa Tanggungan (Kawin/K0): Rp58.500.000
  • WP Kawin, punya 1 Tanggungan (Kawin/K1): Rp63.000.000
  • WP Kawin, punya 2 Tanggungan (Kawin/K2): Rp67.500.000
  • WP Kawin, punya 3 Tanggungan (Kawin/K3): Rp72.000.000
  • WP Kawin dan Penghasilan Istri digabung Penghasilan Suami Tanpa Tanggungan (Kawin/K/I/0): Rp112.500.000
  • WP Kawin dan Penghasilan Istri digabung Penghasilan Suami, Punya 1 Tanggungan (Kawin/K/I/1): Rp117.000.000
  • WP Kawin dan Penghasilan istri digabung Penghasilan Suami, Punya 2 Tanggungan (Kawin/K/I/2): Rp121.500.000
  • WP Kawin dan Penghasilan Istri digabung Penghasilan Suami, Punya 3 Tanggungan (Kawin/K/I/3): Rp126.000.000

Baca juga: Ketahui Cara Menghitung PTKP

Rincian Tarif Pajak Penghasilan (PPh)

Dalam cara perhitungan pajak penghasilan orang pribadi, setelah Anda mendapatkan angka akhir dari penghasilan neto, maka penghasilan neto tersebut akan dipotong dengan tarif pajak penghasilan yang berlaku. Berikut ini merupakan rincian tarif pajak penghasilan sesuai yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yaitu:

  • Penghasilan bersih yang kurang dari Rp50.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 5%
  • Penghasilan bersih antara Rp50.000.000 hingga Rp250.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 15%
  • Penghasilan bersih antara Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 25%
  • Penghasilan bersih di atas Rp500.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 30%

Sekian informasi mengenai cara menghitung pajak penghasilan orang pribadi yang dapat AyoPajak berikan untuk Anda. Jika Anda membutuhkan bantuan seputar perhitungan pajak penghasilan orang pribadi serta pelaporan SPT tahunan, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membuat janji konsultasi pajak.

Banner General (kontak, download app)

Cara Menghitung Pajak Terutang

cara menghitung pajak terutang

Apakah Anda tahu cara menghitung pajak terutang? Atau bahkan Anda bingung apa itu pajak terutang? Sebagai warga negara Indonesia yang taat akan hukum, tentunya setiap individu memiliki kewajiban yang harus dijalankan. Salah satu kewajiban tersebut adalah membayar pajak dan pajak terutang merupakan jumlah dari kewajiban pajak yang perlu Anda bayar sebagai Wajib Pajak kepada negara. Untuk lebih jelasnya, silakan simak penjelasan dari AyoPajak melalui artikel ini. Kami akan mengupas tuntas mengenai pajak terutang dan juga cara menghitungnya.

Apa Itu Pajak Terutang?

Sebagai Wajib Pajak, pastinya Anda memiliki pajak terutang atau istilah lainnya adalah kewajiban pajak. Pajak terutang ini merupakan kewajiban pajak yang harus dibayarkan dalam suatu masa pajak, entah itu masa bulanan atau masa tahunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 

Untuk pajak terutang diatur dalam 3 Undang-Undang perpajakan atau hukum dasar pajak terutang, yaitu:

  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
  • Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada 3 jenis pajak terutang yang menjadi kewajiban Anda sebagai Wajib Pajak yakni PPh (Pajak Penghasilan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai), dan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah).

Baca juga: Penjelasan Lengkap PPh Pasal 23

2 Cara Menghitung Pajak Terutang

Untuk dapat mengetahui nilai pajak terutang yang harus Anda bayarkan, maka ada k2 cara sesuai dengan jenis pajak terutang, yaitu sebagai berikut.

1. Menghitung PPh Terutang

Perhitungan Pajak Penghasilan atau PPh terutang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 yang menentukan berapa besar tarif pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Berikut ini merupakan besaran tarif pajak terutang PPh, yaitu:

  • Penghasilan bersih yang kurang dari Rp50.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 5%
  • Penghasilan bersih antara Rp50.000.000 hingga Rp250.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 15%
  • Penghasilan bersih antara Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 25%
  • Penghasilan bersih di atas Rp500.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 30%

Adapun bagi Wajib Pajak Badan atau mereka yang mempunyai usaha dalam negeri wajib untuk membayarkan PPh terutang sebesar 28% dari seluruh jumlah penghasilan.

Baca juga: Cara Pembetulan SPT PPN Lebih Bayar

2. Menghitung PPN dan PPnBM Terutang

Cara menghitung PPN dan PPnBM terutang didapat dari total pengalian tarif pajak dengan DPP atau Dasar Pengenaan Pajak. DPP merupakan harga jual, nilai ekspor/impor, penggantian, atau nilai yang dipakai sebagai dasar dari penghitungan besarnya pajak yang terutang.

Untuk tarif pajak yang dikenakan dari PPN dan PPnBM berbeda. Tarif pajak PPN terutang adalah sebesar 10% dan untuk tarif PPnBM yang tergolong ke dalam tarif pajak progresif tergantung dengan jenis barang yang diimpor berkisar mulai dari 10% hingga yang paling tinggi adalah 125%.

Baca juga: Kebijakan Diskon Tarif PPnBM Untuk Sektor Otomotif

Banner General (kontak, download app)

Bagaimana Cara Membayarkan Pajak Terutang?

Pembayaran pajak terutang dapat melalui ATM manapun yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atau Anda juga bisa membayar melalui online banking. Alur proses pembayaran ini dimulai dari pembuatan e-Billing melalui website DJP Online, kemudian kode e-Billing dibawa untuk kode pembayaran, lalu simpan bukti pembayaran tersebut untuk nantinya dilaporkan ke kantor pajak atau melalui DJP Online.

Sekian informasi yang dapat kami sampaikan mengenai cara menghitung pajak terutang. Pastikan Anda selalu menjadi warga negara Indonesia yang taat dan patuh untuk memenuhi kewajiban dalam membayar pajak. Jika Anda membutuhkan konsultan pajak untuk mengurus segala keperluan pajak baik untuk orang pribadi maupun badan, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

Ketahui Cara Menghitung Pajak Penghasilan

cara menghitung pajak penghasilan

Bagi Anda yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi perlu tahu mengenai cara menghitung pajak penghasilan. Biasanya bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja di sebuah perusahaan baik swasta ataupun negeri, setiap tahunnya sudah akan mendapatkan lembar bukti potong pajak penghasilan yang sudah dibayarkan untuk dilaporkan melalui SPT tahunan. Akan tetapi, apakah Anda tahu dari mana angka yang didapat pada bukti potong pajak penghasilan tersebut? Ataukah Anda merupakan pekerja bebas (freelancer) dan masih belum paham mengenai cara menghitung pajak penghasilan?

Melalui artikel ini, AyoPajak akan membimbing Anda agar dapat menghitung pajak penghasilan sendiri. Caranya sangatlah mudah! Simak informasinya di bawah ini. 

Cara Menghitung Pajak Penghasilan

Dalam menghitung pajak penghasilan, Anda hanya memerlukan 4 langkah saja. Berikut ini, cara menghitung pajak penghasilan yang perlu Anda ketahui, yaitu:

1. Hitung Total Penghasilan Dalam Setahun

Anda perlu membuat daftar penghasilan dalam setiap bulannya yang kemudian diakumulasi dalam masa tahun pajak yakni 1 tahun dari bulan Januari hingga Desember. Penghasilan ini merupakan total penghasilan kotor yang berarti seluruh gaji, bonus, tunjangan, dan lainnya dimasukkan ke dalam total penghasilan kotor Anda dalam 1 tahun tersebut. 

Perhitungan total penghasilan kotor yang didapat oleh pegawai tetap akan lebih mudah karena jumlah gaji yang sama setiap bulannya. Akan tetapi bagi pegawai tidak tetap, Anda benar-benar harus merinci dari mana saja sumber penghasilan yang didapat beserta rincian nominalnya.

2. Ketahui Besaran PTKP

PTKP atau Penghasilan Tidak Kena Pajak merupakan besaran yang digunakan untuk mendapatkan angka dari total penghasilan Neto. PTKP ini dibuat dan diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor: Per-16/PJ/2016 karena 2 faktor utama, yaitu:

  • Setiap individu memiliki total penghasilan yang berbeda-beda
  • Setiap individu memiliki jumlah tanggungan rumah tangga atau tanggungan keluarga yang berbeda-beda

Dengan adanya 2 faktor utama tersebut, maka besaran PTKP bagi Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perpajakan di atas, adalah:

  • Rp54.000.000 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi 
  • Tambahan sebesar Rp4.500.000 bagi Wajib Pajak yang sudah menikah
  • Tambahan sebesar Rp54.000.000 bagi Wajib Pajak yang merupakan seorang istri dan penghasilannya digabung dengan suami
  • Tambahan sebesar Rp4.500.000 untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, termasuk anak angkat yang menjadi tanggungan Wajib Pajak (maksimal tiga orang dalam setiap keluarga)

3. Hitung Pengurangan Antara PKP dan PTKP

Setelah Anda mendapatkan besaran PTKP sesuai dengan kondisi saat ini, maka langkah selanjutnya adalah menghitung pengurangan antara PKP dan PTKP. PKP atau Penghasilan Kena Pajak adalah keseluruhan total penghasilan kotor yang telah Anda hitung sebelumnya. Total penghasilan kotor atau PKP dikurangi dengan PTKP untuk mendapatkan total penghasilan neto.

Sebagai contoh, jika Anda merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi tanpa tanggungan dan total penghasilan dalam setahun adalah Rp78.000.000, kemudian angka tersebut dikurangi dengan PTKP yakni Rp54.000.000, maka total penghasilan bersih dalam setahun adalah Rp24.000.000.

4. Hitung PPh yang Harus Dibayar

Langkah selanjutnya untuk mengetahui besaran pajak penghasilan yang harus dibayar, maka dari total penghasilan bersih yang didapat sebelumnya dapat dihitung dengan cara di bawah ini:

  • Penghasilan bersih yang kurang dari Rp50.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 5%
  • Penghasilan bersih antara Rp50.000.000 hingga Rp250.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 15%
  • Penghasilan bersih antara Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 25%
  • Penghasilan bersih di atas Rp500.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 30%

Jadi, jika kita ambil dari penghasilan bersih pada contoh di atas yaitu Rp24.000.000, maka total pajak penghasilan yang harus dibayar dengan tarif pajak sebesar 5% adalah Rp1.200.000.

Mudah sekali bukan untuk menghitung pajak penghasilan? Jika masih ada bagian yang Anda kurang paham mengenai cara menghitung pajak penghasilan, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP dan kami siap membantu kapanpun dibutuhkan.