Meneropong Tax Amnesty Jilid 2

tax amnesty jilid 2

Irwan Wisanggeni, Dosen Trisakti School of Management

Gaung pengampunan pajak (tax amnesty)  jilid 2 mulai terdengar sejak beberapa tahun silam namun suaranya menjadi lebih menguat saat ini.  Penyebabnya  Presiden Joko Widodo (19/5-2021) telah mengirimkan surat kepada DPR untuk segera membahas  Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). RUU KUP yang telah masuk program legislasi nasional prioritas 2021 ini membahas beberapa hal terkait pungutan pajak di Indonesia. Dalam RUU tersebut juga termasuk didalamnya  usulan tax amnesty jilid 2. 

Dalam pengertian secara luas pengampunan pajak dikenal sebagai penghapusan pokok pajak, sanksi administrasi, dan tindakan pidana perpajakan atas kegiatan ketidak patuhan pembayar pajak dimasa lalu. Proses pengampunan pajak berlangsung pada kurun waktu dua bulan sampai satu tahun.

Bercermin dari tax amnesty jilid satu  tahun 2016 silam  dengan payung hukumnya Undang Undang Nomor 11 tahun 2011 tentang pengampunan pajak atas kewajiban perpajakan.  Dapat dikatakan sukses karena lebih dari 972.000 wajib pajak mengikuti program pengampunan pajak, dan data menjelaskan uang tebusan tax amnesty yang terkumpul 114,54  triliun rupiah, deklarasi harta  mencapai lebih dari  4.800 triliun rupiah. Pencapaian ini memberikan kejelasan bahwa Indonesia merupakan negara yang benar-benar sukses dalam menerapkan tax amnesty.

Sebenarnya tax amnesty sudah sering dilakukan di Indonesia, dengan nama yang berbeda misalnya pemutihan, pengampunan dan sunset policy, telah berlangsung empat kali yaitu tahun 1964, 1984 dan 2008, 2016. Bahkan tahun 2015 pernah dicanangkan tahun pembinaan wajib pajak.

Penulis masih ingat pada tahun 2015 diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK), PMK 91/PMK.03/2015 tentang pengurang atau Penghapusan Sangsi Administrasi atas Keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), Pembetulan SPT dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak. PMK ini memayungi secara hukum atas program pembinaan wajib pajak.

Tax Amnesty dapat berulang

Bagaimana dengan negara lain, apakah tax amnesty dapat dilakukan lebih dari satu kali, jawabnya ya, lebih dari satu kali tax amnesty dilakukan, Amerika Serikat, lebih dari 18 kali di 41 negara bagian dalam kurun waktu 30 tahun dan mendapatkan penerimaan pajaknya 5,3 miliar US dollar. Afrika Selatan 3 kali pengampunan pajak , yakni 1995, 2003, dan 2006. India melakukan program pengampunan pajak 12 kali sejak tahun 1951 sampai tahun 2016. Turki melaksanakan  29 kali pengampunan pajak yang dimulai sejak tahun 1924 hingga 2016 atau setiap  dua sampai tiga tahun diadakan tax amnesty.

Semangat dibalik tax amnesty secara umum adalah pembinaan kepada wajib pajak agar kedepan membayar pajak lebih transparan,  benar dan lengkap. Ada dua hal positif yang akan didapati dari melakukan pengampunan pajak. Pertama, mengembalikan uang yang diparkir diluar negeri yang diperkirakan berjumlah Rp 4.000 triliun, kita bisa bayangkan jika program pengampunan pajak ini berhasil mendapatkan 50 persen saja, maka dana yang akan masuk ke Indonesia sebesar Rp 2.000. triliun. Uang sebanyak ini tentunya akan menggerakan dan memperlancar mesin perekonomian di dalam negeri. Kedua, jika program pengampunan pajak jilid 2 lancar dan efektif, maka prediksi penerimaan pajak akan meningkat. Sebagai gambaran tahun 2020 lalu realisasi penerimaan pajak di Anggaran Pendapatan Negara (APBN) Rp.1.070 triliun atau 89,3 persen dari target Rp 1.198,8 triliun. Tahun ini target pajak Rp 1.229,6 triliun. Realisasi kuartal 1-2021 baru Rp 228,1 triliun atau 18,55 persen. Diharapkan penerimaan pajak di tahun 2021 dapat tercapai, karena saat ini negara membutuhkan banyak dana untuk membeli vaksin Covid 19.

Penulis memprediksi peserta pengampunan pajak jilid dua dapat mencapai dua kali lipat atau tiga kali lipat dari  tax amnesty , sehingga dapat diestimasi akan tambahan atas penerimaan pajak karena adanya program pengampunan pajak jilid dua mencapai Rp 200 triliun sampai Rp 300 triliun, hal ini sangat membantu pemerintah, dana tersebut akan digunakan untuk menangani Covid dan pembiayaan negara.

Baca juga: Mengenal Apa itu Tax Avoidance

Volountary Disclousure Program (VDP)

Namun beberapa pakar perpajakan mempermasalahkan program tax amnesty jilid 2, mereka berpendapat program ini akan meruntuhkan kepercayaan wajib pajak, karena jarak waktunya terlalu cepat dengan program tax amnesty pertama.  Mereka khawatir kepercayaan dari negara internasional menjadi berkurang dan menjadi bahan tertawaan dunia internasional. Nampaknya kekhawatiran ini terlampau berlebihan.

Sebenarnya program pengampunan pajak jilid dua bukan sesuatu yang baru karena seperti dijabarkan diatas negara-negara lain juga melakukan tax amnesty secara berulang-ulang. Bentuk pengampunan pajak jilid dua yang akan diselenggarakan nanti nampaknya akan berbentuk merevisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang menjelaskan program pengungkapan harta yang belum dilaporkan dari program yang berakhir tahun 2017 lalu. Kebijakan seperti ini sebenarnya sudah menjadi model otoritas pajak di taraf internasional dengan istilahnya volountary disclousure program (VDP), program ini berisikan wajib pajak memiliki kesempatan mengungkapkan harta  dan penghasilan secara sukarela tetapi tetap dalam garis ketentuan umum kepatuhan dan penegakan hukum dibidang perpajakan. Tentunya dengan tariff pajak yang menarik (lebih kecil dari

Kebijakan pengampunan pajak  merupakan   pilihan   terbaik   saat   ini   untuk mencapai     tujuan     yang diharapkan     oleh pemerintah,  sesuai dengan  konsep  dasar teori Economic Analysis of Law, yaitu maksimalisasi,   keseimbangan,   dan   efisiensi. Kebijakan tax amnesty merupakan jalan keluar yang memberikan keuntungan bagi semua  pihak,  baik negara maupun wajib pajak. Pemerintah dapat mengoptimalkan  penerimaan  pajak sedangkan wajib pajak mendapatkan   keringanan   dalam   membayar pajak.

Kita berharap program pengampunan pajak jilid dua dapat berjalan lancar, sehingga dapat menstimulus perekonomian secara makro yang saat ini berjalan limbung karena kondisi pandemi. Semoga Presiden dan DPR menjadi motor penggerak dalam mewujudkan program pengampunan pajak jilid dua.***

Jenis-jenis Biaya yang Menimbulkan Koreksi Fiskal Positif

koreksi fiskal positif

Jika Anda pernah belajar akuntansi atau mengenal bidang ini cukup baik, istilah koreksi fiskal tentunya bukanlah hal yang baru. Istilah ini terbilang cukup sering terdengar. Koreksi fiskal pada dasarnya adalah sebuah intervensi yang melibatkan rekam transaksi dalam sebuah praktik pengelolaan keuangan. Dalam hal ini yang dibahas adalah pengelolaan oleh Ditjen Pajak. Koreksi yang akan dibahas di dalam artikel ini adalah koreksi fiskal positif.

Koreksi fiskal positif adalah kondisi yang disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor beda waktu dan beda tetap. Beda waktu di sini maksudnya koreksi yang terjadi karena perbedaan waktu masuk penghasilan yang tercatat dalam basis kas dalam jangka waktu lama. Faktor yang kedua adalah beda tetap, yakni adanya transaksi yang tidak seharusnya dihitung sebagai standar Wajib Pajak, seperti penghasilan dari sumbangan.

Macam-macam Biaya yang Menimbulkan Koreksi Fiskal Positif

Lebih mudahnya, koreksi fiskal positif membuat jumlah biaya pajak yang harus dibayarkan bertambah. Sementara koreksi fiskal negatif membuat jumlah biaya pajak yang harus dibayarkan berkurang. Berikut ada beberapa jenis biaya yang dapat menimbulkan koreksi fiskal positif.

Biaya Kepentingan Pribadi Pemegang Saham

Jenis biaya yang satu ini adalah jenis yang dikeluarkan atau dibebankan dari pihak pemegang saham untuk kepentingan pribadi. Biasanya, jenis biaya ini dikeluarkan oleh pihak perusahaan itu sendiri. Lalu, hal yang terjadi adalah biaya tersebut tidak bisa dihilangkan dari penghasilan bruto perusahaan itu sendiri. Ini bisa menyebabkan koreksi fiskal positif.

Pembentukan Dana Cadangan

Membuat atau menumpuk dana cadangan juga bisa menyebabkan koreksi fiskal positif. Upaya ini tidak salah, karena sudah diberi pengecualian dalam UU PPh Pasal 9 Ayat (1) huruf c yang mengizinkan pembentukan dana cadangan. Disebutkan kalau dana cadangan piutang tak tertagih diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto.

Terdapat cadangan piutang tak tertagih usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit. Di sini juga termasuk cadangan usaha yang dibentuk oleh BPJS, cadangan penjaminan untuk lembaga, cadangan biaya reklamasi, cadangan biaya penanaman kembali, serta cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri.

Premi Asuransi yang Dibayar oleh WPOP

UU PPh Pasal 9 Ayat (1) huruf d membahas soal premi asuransi yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi ini (WPOP). Premi asuransi yang dibayarkan ini termasuk asuransi kesehatan, kecelakaan, asuransi jiwa, dwiguna, serta asuransi beasiswa. Pembayaran ini tidak bisa dikurangi dari penghasilan bruto, terlebih jika dibayarkan sendiri oleh WPOP.

Penggantian dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan

Diatur dalam UU PPh Pasal 4 Ayat (3) huruf d. Penggantian atau pemberian imbalan berupa natura serta kenikmatan tidak dianggap sebagai objek pajak. Contohnya, saat imbalan diberikan dalam bentuk sembako. Hal ini tidak akan dihitung sebagai objek pajak penghasilan. Kemudian, hal ini juga diatur dalam PMK No. 167/PMK.03/2018.

Dana Berlebih yang Diberikan pada Pihak Tertentu

Contoh umumnya adalah ketika pemegang saham di sebuah perusahaan yang juga merupakan seorang tenaga ahli. Individu ini memberikan jasanya dengan upah yang terlampau besar. Bahkan, lebih besar daripada harga pasar untuk jasa tersebut. Sebagian dari dana tersebut akan dianggap sebagai dividen dan bukan upah seluruhnya yang diterima oleh pemegang saham tersebut.

Harta yang Dihibahkan

Harta ini termasuk warisan serta harta yang disumbangkan sebagai bantuan. Peraturan ini tertuang dalam UU PPh Pasal 4 Ayat (3) huruf a dan b di mana dijelaskan bahwa dana ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasil Bruto, zakat tetap dibebankan sebagai biaya.

Biaya Kepentingan Pribadi WP atau Tanggungannya

Biaya yang dikeluarkan atau dibebankan untuk kepentingan pribadi juga tidak bisa dikurangi dari penghasilan bruto. Hal yang dimaksud adalah kepentingan pribadi sang Wajib Pajak serta orang-orang yang menjadi tanggung Wajib Pajak. Dengan kata lain, ini adalah biaya yang digunakan dari penghasilan WP sendiri.

Sanksi Administrasi

Penting diketahui bahwa sanksi yang dimaksud adalah sanksi yang bentuknya bunga, denda, kenaikan, dan sanksi pidana yang juga bisa berupa denda. Ini diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Sanksi administrasi perpajakan biasanya diterbitkan melalui Surat Tagihan Pajak.

Itu dia delapan jenis biaya yang menimbulkan koreksi fiskal positif. Untuk mengetahui lebih detail dan rinci, Anda bisa mencari tahu per jenis biaya itu sendiri. Termasuk juga melihat seperti apa penerapan koreksi fiskal positif. Jangan lupa gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner General (kontak, download app)

Definisi PPh Pasal 4 Ayat 2

pph pasal 4 ayat 2

UU PPh Pasal 4 Ayat 2 ini membahas tentang pajak beberapa jenis penghasilan yang dikenakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) juga Wajib Pajak Badan (WPB). Untuk setiap jenis penghasilan, tarif yang dikenakan besarnya berbeda. Contoh, bagi WPB pemilik bisnis online dengan keuntungan dalam 1 tahun pajak tidak lebih dari Rp4,8 miliar (terhitung UMKM) akan dikenakan 0,5% tarif PPh dari total bruto.

Penjelasan PPh Pasal 4 Ayat 2

Bagi Anda pemilik UMKM, baik sebagai WPOP atau WPB, penting sekali untuk memahami definisi PPh Pasal 4 Ayat 2 ini. Mulai dari pemahaman definitif, sampai informasi tentang objek pajak, tarif, mekanisme pajak yang berlaku, hingga cara hitung dan tenggat bayar yang diatur bagi Anda. 

PPh Pasal 4 Ayat 2 ini juga dikenal dengan sebutan PPh Final. Tidak hanya WPB, tarif pajak PPh final juga berbeda bagi WPOP tergantung jenis penghasilannya apa. Berikut ulasan selengkapnya.

Bersifat Final

Secara definitif, PPh Pasal 4 Ayat 2 ini disebut final karena pemotongan pajak hanya diterapkan satu kali selama masa pajak. Ini dilakukan agar prosesnya lebih efisien dan efektif. Termasuk juga demi mempertimbangkan konsistensi pembayaran serta kepatuhan wajib pajak terhadap tenggat bayar yang ditetapkan. Karena sifat PPh ini sudah final, maka pajak yang satu ini jenisnya tidak bisa dimasukkan sebagai kredit Pajak Penghasilan terutang.

Mekanisme Pembayaran

Seperti item perpajakan lainnya, PPh Pasal 4 Ayat 2 juga memiliki mekanisme pembayarannya sendiri. Terdapat dua mekanisme yang bisa diterapkan di sini. Pertama, ada mekanisme pembayaran sendiri. Mekanisme ini mengacu pada pembayaran 10% dari jumlah uang sewa yang wajib dibayarkan oleh pemilik tanah/bangunan. Ini berarti jika yang menyewa tanah/bangunan bukanlah pemilik asli, maka pajak tetap disetorkan oleh pemilik.

Kedua, ada mekanisme pemotongan, yakni pemotongan PPh sebanyak 10% yang dipotong oleh pihak penyewa dari total uang sewa. Ini wajib dilakukan karena penyewa terhitung sebagai pihak pemotong pajak. Pihak pemotong pajak ini termasuk badan, bentuk usaha, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan, hingga orang pribadi.

Objek PPh Pasal 4 Ayat 2

PPh final ini memiliki objek pajak yang disesuaikan dengan jenis penghasilannya. Bagi badan usaha dengan keuntungan kurang dari Rp4,8 miliar setiap tahun pajak, dikenakan objek pajak tersendiri. Objeknya bisa berupa bunga tabungan, bunga dari obligasi, maupun bunga dari deposito yang dibayarkan oleh pihak koperasi bagi setiap anggota. Termasuk pula hadiah yang berupa undian atau lotre. 

Transaksi saham dan surat berharga juga termasuk sebagai objek pajak. Berikut juga dengan transaksi derivatif perdagangan dalam bursa, transaksi penjualan saham, serta pengalihan ibukota mitra dari perusahaan tersebut yang sudah didapat oleh pihak perusahaan modal. Lalu, objek lainnya ada transaksi atas pengalihan aset dan pendapatan tertentu lainnya.

Untuk kondisi PPh final di antara dua perusahaan, maka objeknya juga berbeda. Jika terjadi transaksi antara keduanya, pihak yang membayar penghasilan yang harus membayar pajak. Jadi, pihak yang menerima pembayaran tidak perlu melakukan pembayaran pajak.

Waktu Membayar

Di sini akan dibahas soal kapan Anda harus membayar kewajiban pajak untuk PPh final 0,5% sesuai PPh Pasal 4 Ayat 2, yaitu UMKM yang penghasilannya kurang dari Rp4,8 miliar per tahun. Termasuk juga UMKM yang dijalankan oleh WPOP maupun WPB. Tarif 0,5% ini dikenakan dari total keuntungan setiap bulan.

PPh final hanya dihitung sekali setiap bulan berikut melakukan validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) sebagai bukti sudah bayar. Pembayaran ini dilakukan setiap tahun di akhir bulan Maret. Pajak dilaporkan dalam SPT Tahunan. Ini berlaku untuk WPOP. Sementara untuk WPB dibayarkan di akhir April di setiap masa tahun pajak.

Untuk membantu Anda menghitung total nominal pajak yang perlu dibayarkan, Anda bisa menggunakan aplikasi pajak seperti AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda. Fitur penghitungan PPh sudah diset, di mana Anda kemudian tinggal memasukkan beberapa data yang diminta untuk kemudian akan dilampirkan hasil hitungnya. Berikutnya tinggal Anda lakukan konfirmasi nominal agar tidak ada kesalahan.

Selain menggunakan aplikasi, Anda juga bisa berkunjung langsung ke KPP terdekat, terutama jika Anda adalah pengusaha baru. Dengan begini, Anda bisa dibantu lebih jauh dan lebih leluasa bertanya jika terdapat kendala atau beberapa hal yang kurang bisa dipahami. Agar lebih nyaman, Anda bisa melakukannya jauh-jauh hari sebelum masa pelaporan pajak dan tenggat bayar sudah dekat.

Banner General (kontak, download app)

Fungsi APBN dengan Peran Pajak di Dalamnya

fungsi apbn

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN adalah instrumen yang dibuat khusus untuk mengelola keuangan negara. Di dalam APBN, tercantum daftar sistematis yang memuat rincian rencana penerimaan serta pengeluaran negara. Rancangan ini dibuat untuk dipakai sejak tanggal 1 Januari hingga 31 Desember di setiap tahun anggaran.

Peran pajak juga sangat besar dalam mempengaruhi rancangan APBN setiap tahunnya. Untuk memahami peran pajak ini, Anda perlu mengetahui dulu fungsi APBN tersebut lebih dulu. Berikut ulasan selengkapnya.

Mengenal APBN

Dalam rancangan APBN, instrumen negara ini dibagi menjadi tiga komponen. Ketiga komponen ini adalah pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan negara. Untuk komponen pendapatan negara, sebagian besar diperoleh dari pungutan pajak. Selain daripada itu akan dimasukkan dalam jenis penerimaan bukan pajak.

Penerimaan yang asalnya dari perpajakan ini diperoleh melalui pungutan pajak, cukai dan pabean, serta hibah. Pungutan pajak ini salah satunya diperoleh dari pengenaan Pajak Penghasilan (PPh). Peroleh dari PPh ini nantinya masih terbagi lagi jadi beberapa jenis PPh sebagaimana diatur dalam UU PPh.

Komponen berikutnya adalah belanja negara. Penyusunan komponen yang satu ini dipengaruhi lebih dari satu faktor. Ada faktor kebutuhan penyelenggaraan negara, risiko bencana alam dan dampak krisis global, asumsi dasar makro ekonomi, kebijakan pembangunan, serta kondisi kebijakan-kebijakan lain. Alokasi belanja negara akan mengacu pada faktor-faktor tersebut.

Komponen terakhir ada pembiayaan negara ini ada dua jenis. Pembiayaan luar negeri dan dalam negeri. Pembiayaan luar negeri termasuk penarikan pinjaman dari luar negeri, penerusan pinjaman, serta pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.

Lalu, pembiayaan dalam negeri ini termasuk pembiayaan perbankan dan non perbankan dalam negeri. Kedua jenis pembiayaan ini juga dipengaruhi oleh faktur tertentu dalam penyusunannya. Ada faktor asumsi dasar makro ekonomi, kebijakan pembiayaan, serta kondisi kebijakan lain. 

Fungsi APBN

Itu dia pengantar singkat perihal APBN. Kini, kita bisa masuk dan membahas soal fungsi APBN itu sendiri. Secara umum, APBN berfungsi sebagai acuan atau pedoman belanja dan pendapatan negara dalam melaksanakan berbagai macam program dan kegiatan. APBN berfungsi untuk memberikan gambaran kekuatan keuangan negara selama 1 tahun anggaran tersebut. 

Itu fungsi APBN secara umum. Secara khusus ada banyak sekali fungsi APBN. Berikut penjabarannya;

  • Fungsi otorisasi – fungsi sebagai dasar serta pedoman dalam pelaksanaan penerimaan dan belanja negara setiap tahunnya. Fungsi ini juga harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
  • Fungsi perencanaan – APBN menjadi pedoman negara untuk merancang program dan kegiatan yang berdasar pada ketentuan-ketentuan yang ada.
  • Fungsi alokasi – pengelolaan terarah guna mengurangi pengangguran serta memastikan efisiensi serta efektivitas ekonomi.
  • Fungsi distribusi – penggunaan APBN untuk memelihara keadilan dan kepatutan.
  • Fungsi stabilisasi – fungsi APBN sebagai alat pemeliharaan dan pengupayaan dalam menjaga keseimbangan fundamental ekonomi negara.

Peran Pajak dalam Fungsi APBN

Sekilas di awal tadi, sebenarnya sudah sempat disebutkan bahwa sebagian besar sumber penerimaan negara asalnya dari pajak sendiri. Ini jadi bukti betapa APBN dan pajak sendiri tidak bisa dipisahkan. Pajak memiliki kontribusi paling besar dalam rancangan pendapatan dalam APBN.

Berkaca dari data keuangan serta APBN tahun demi tahun, bisa dilihat bahwa penerimaan negara yang asalnya dari pajak memiliki nilai yang paling besar. Lebih besar dari komponen penerimaan lainnya yang bukan pajak. Dengan kata lain, aktivitas dan program negara terutama geliat ekonomi tidak bisa terlepas dari peran pajak itu sendiri.

Dalam melaksanakan sederet fungsi APBN di atas tadi semisal. Dibutuhkan pengelolaan pajak yang fasih juga. Hal ini perlu agar pemerintah bisa memastikan negara menerima penerimaan yang sepadan untuk menjalankan setiap fungsi tersebut. Dengan kata lain, pajak berperan dalam merealisasikan setiap fungsi APBN itu tadi.

Sekarang, hal yang menjadi catatan penting adalah bagaimana kemudian negara bisa meningkatkan kesadaran akan kewajiban pajak di tengah masyarakat. Upaya negara untuk menciptakan kondisi ekonomi sejahtera juga tidak lepas dari peran masyarakat dalam membayar pajak. Pajak yang dibayarkan dengan disiplin ini nantinya juga berkontribusi ke banyak program yang dibuat untuk kepentingan masyarakat juga.

Begitu kira-kira kaitan antara fungsi APBN dan peran pajak serta peran kita sebagai masyarakat dan Wajib Pajak. Taat membayar pajak berarti menunjukkan kontribusi kita terhadap kebaikan Anda sendiri dan masyarakat seluruhnya. Gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner General (kontak, download app)

Pengertian dan Alokasi Dana Perimbangan

dana perimbangan adalah

Berbicara tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), salah satu topik yang dibahas sudah tentu perihal dana perimbangan. Dana perimbangan adalah dana yang ada kaitannya dengan dana yang dialirkan dari APBN untuk kebutuhan daerah otonom. Di dalam artikel ini, kami akan membahas lebih jauh tentang dana perimbangan.

Apa itu Dana Perimbangan?

Seperti yang sudah disebutkan di awal tadi, dana perimbangan adalah alokasi dana yang berasal dari pendapatan APBN. Dana perimbangan ini nantinya akan dialirkan pada daerah otonom. Tujuan pemberian dana perimbangan adalah agar daerah bisa mencukupi kebutuhan aktivitas dan program desentralisasi di sana.

Untuk besaran dana perimbangan sendiri akan diatur di setiap tahun anggaran. Dana yang satu ini dialokasikan berdasarkan jenisnya. Jenis-jenis dana perimbangan sendiri dibagi menjadi tiga jenis: Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Jenis Dana Perimbangan

Ketiga jenis dana perimbangan adalah dana yang semuanya bersumber dari pendapatan APBN. Hal yang membedakan ketiganya adalah tujuan penggunaan dana-dana tersebut. Mari bahas lebih jauh soal ketiga jenis dana perimbangan ini. 

DAU adalah dana yang alokasinya bertujuan untuk menciptakan kemampuan keuangan yang sama rata antara satu daerah dan daerah lain. Terlebih dalam aspek pemenuhan kebutuhan desentralisasi di daerah tersebut. Sebaliknya, DAK bertujuan membiayai program-program khusus daerah yang sesuai dengan prioritas Negara.

Lalu, jenis yang terakhir ada DBH. Dana ini dialokasikan berdasarkan persentase tertentu. Tujuannya tetap untuk mendanai pelaksanaan desentralisasi suatu daerah. Dana yang satu ini masih terbagi lagi menjadi tiga, ada DBH PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), DBH BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), DBH PPh WPOPDN (Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri).

Alokasi Dana Perimbangan

Setelah mengetahui kalau dana perimbangan adalah dana dengan banyak jenisnya, ada baiknya Anda juga tahu soal alokasi setiap jenis dana. Alokasi DAU untuk Provinsi sebesar 90% dari DAU Nasional, sementara untuk Kabupaten/Kota sebanyak 10%. Untuk DAU Nasional dialokasikan paling sedikit 26% dari total Pendapatan Dalam Negeri Netto.

Bagi Anda yang belum tahu, Pendapatan Dalam Negeri Netto adalah selisih antara Pendapatan Dalam Negeri dengan Bagi Hasil dari Pusat ke Daerah. Lalu, perhitungan alokasi di atas itu sudah sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah 55 Tahun 2005.

Berikutnya, ada formulasi alokasi untuk DAK. Terdapat kriteria khusus untuk proses pengalokasian dana yang satu ini. Kriteria umumnya, DAK akan dirumuskan dengan mengacu pada kemampuan keuangan suatu daerah. Berikutnya ada kriteria khusus yang mengacu pada peraturan penyelenggaraan otonomi khusus dari peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, ada lagi satu kriteria terakhir untuk alokasi DAK. Disebut kriteria teknis karena dibuat dengan mengacu pada indikator kondisi sarana dan prasarana daerah, termasuk pencapaian secara teknis dari penggunaan DAK di daerah tersebut.

Terakhir, alokasi DBH yang dibedakan menjadi tiga jenis. DBH PBB dibagi 10% untuk Pusat dan 90% untuk daerah. Bagian 10% milik Pusat ini nantinya akan dialokasikan kembali ke Kabupaten/Kota. Pembagiannya sebagai berikut; Kabupaten/Kota akan menerima 6,5% dibagi rata. Lalu 3,5% dibagi dalam bentuk insentif kepada Kabupaten/Kota yang mencapai/melampaui rencana penerimaan di tahun anggaran sebelumnya.

Persentase 90% yang diterima daerah masih akan dibagi lagi. Sebanyak 16,2% diberikan kepada Provinsi tersebut. Kemudian, 64,8% porsi diberikan untuk Kabupaten/Kota tersebut. Sisanya, 9% diambil sebagai biaya pemungutan.

Alokasi berikutnya ada DBH BPHTB. Sebanyak 80% akan diterima daerah, lalu 20% akan diterima Pusat. Total 80% dana yang diterima daerah akan dibagi lagi. Sebanyak 16% untuk Provinsi tersebut, sementara 64% untuk Kabupaten/Kota tersebut sendiri. 

Terakhir ada DBH PPh WPOPDN. Pendapatan Negara yang asalnya dari Pajak Penghasilan akan diberikan kepada daerah. Total persentase yang diberikan adalah sebesar 20%. Sebanyak 8% dari total dana 20% itu akan diberikan bagi Provinsi tersebut. Sementara 12% sisanya diberikan pada Kabupaten/Kota tersebut. 

Total 12% yang diterima Kabupaten/Kota akan dibagi lagi. Sebanyak 8,4% dana akan diberikan bagi Kabupaten/Kota di mana wajib pajak yang bersangkutan terdaftar. Sementara 3,6% lainnya akan diberikan untuk seluruh Kabupaten/Kota yang ada di dalam Provinsi tersebut. Pembagian akan diberikan sama besar.

Dari penjelasan ini, Anda jadi tahu bahwa dana perimbangan adalah dana yang penting perannya. Salah satu peran pentingnya adalah untuk menyeimbangkan kemampuan suatu daerah untuk bertumbuh, termasuk memiliki kualitas sama dengan daerah-daerah lainnya. Jangan lupa gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner General (kontak, download app)

Pengertian PPh Pasal 15

pph pasal 15

Ada banyak jenis penghasilan yang diatur dalam UU PPh atau Pajak Penghasilan. Tidak hanya mengatur perihal jenis-jenis penghasilan yang Anda terima, UU ini juga mengatur banyak hal lain. Dimulai dari objek pajak, tarif pajak, mekanisme penghitungan, pembayaran, sampai termasuk tenggat waktu yang ditetapkan.

Peraturannya juga beragam, tergantung pada jenis penghasilan dan siapa Wajib Pajaknya. Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) umumnya akan memiliki beberapa perbedaan terapan pajak dari Wajib Pajak Badan (WPB). Anda pun bisa melihat perbedaan dari sisi tarif pajak yang dikenakan sampai perbedaan di masa atau tenggat pembayaran.

Pada artikel kali ini, Anda akan membaca lebih banyak tentang PPh Pasal 15, salah satu peraturan yang juga diatur dalam UU PPh. Berikut ulasan lengkapnya.

Definisi PPh Pasal 15

Sebelum masuk ke penjelasan lebih jauh soal UU PPh Pasal 15, ada baiknya Anda tahu dulu definisi dari regulasi pajak yang satu ini. Pada dasarnya, PPh Pasal 15 ini berbicara tentang jenis pajak penghasilan yang diambil dari Wajib Pajak, terutama mereka yang berkecimpung dalam industri penerbangan internasional, pelayaran, serta perusahaan asuransi milik asing.

Selain industri-industri tersebut, sebenarnya masih ada bidang lain yang juga dikenakan PPh Pasal 15. Misalnya perusahaan investasi yang bergerak dalam bentuk build-operate-transfer (bangun-guna-serah). Perusahaan ini biasanya terkait di proyek-proyek infrastruktur. Selain itu, ada juga perusahaan pengeboran minyak yang wajib dikenakan PPh Pasal 15.

Baca juga: PPh Pasal 24: Pengertian, Perhitungan, dan Mekanisme

Pembayaran dan Penyampaian Laporan

Setiap tanggal 20 di bulan yang sama pembayaran penghasilan diterima, Anda harus menyerahkan laporan PPh. Untuk tanggal jatuh temponya bisa bervariasi, tergantung pada jenis PPh itu sendiri. Berikut dijabarkan beberapa di antaranya yang diatur dalam regulasi perpajakan yang satu ini.

  • Perusahaan pelayaran wajib bayar paling lambat setiap bulan di tanggal 10. Pembayaran setelah faktur pajak sudah dibuat.
  • Perusahaan pelayaran dalam negeri, pengiriman asing dan/atau perusahaan penerbangan wajib bayar (diambil oleh pemungut cukai) paling lambat di tanggal 10. Pembayaran dilakukan di bulan yang sama setelah faktur pajak dibuat. Jika yang Wajib Pajak membayar langsung, maka pembayaran dilakukan paling lambat tanggal 15 di bulan yang sama setelah faktur sudah dibuat.
  • Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dengan kantor perwakilan di Indonesia tanpa perjanjian bilateral di bawah Perjanjian Pajak Indonesia, pajak wajib dibayar di bulan yang sama setelah menerima penghasilan, selambat-lambatnya di tanggal 15.
  • Pihak kemitraan perjanjian bangun-guna-serah (BOT) wajib bayar pajak ini pada bulan di mana masa BOT sudah selesai. Pembayaran paling lambat di tanggal 15 bulan tersebut.

Tarif PPh Pasal 15

Adapun tarif pajak yang dikenakan dalam PPh Pasal 15 ini juga berbeda. Berbeda-beda bergantung pada jenis industri bisnis tersebut. Berikut penjabarannya.

  • Perusahaan pelayaran dengan laba bersih 6% dari omzet bruto, maka PPh yang dikenakan sebesar 1,8% omzet bruto.
  • Perusahaan pelayaran dalam negeri dengan laba bersih 4% dari omzet bruto, maka PPh yang dikenakan sebesar 1,2% omzet bruto.
  • Perusahaan pelayaran asing dan/atau maskapai penerbangan dengan laba bersih 6% dari omzet bruto, maka PPh yang dikenakan sebesar 2,64% omzet bruto.
  • WPLN dengan kantor perwakilan di Indonesia tanpa perjanjian bilateral di bawah P3B dengan laba bersih 1% dari Nilai Ekspor Bruto, maka penyelesaian PPh yang dikenakan sebanyak 0,44% dari Nilai Ekspor Bruto.
  • Pihak kemitraan perjanjian bangun-guna-serah dikenakan PPh 5% dari bruto nilai tertinggi nilai pasar dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Objek PPh Pasal 15

Terakhir, objek PPh Pasal 15. Sesuai dengan regulasi yang sudah diatur, semua nilai pengganti atau imbalan dalam bentuk uang yang didapat oleh pihak Wajib Pajak didasarkan pada perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang sudah dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain yang ada di Indonesia dan/atau dari pelabuhan Indonesia menuju pelabuhan luar negeri. Inilah objek pajak PPh Pasal 15.

Hal lain yang perlu diperhatikan, Wajib Pajak terutama perusahaan penerbangan dalam negeri merujuk pada Wajib Pajak perusahaan penerbangan yang berlokasi di Indonesia. Wajib Pajak ini juga memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter di atas. Perjanjian charter ini meliputi sewa ruangan pesawat udara (space charter) baik itu untuk orang atau barang. Jangan lupa gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner General (kontak, download app)

Apa Dasar Hukum Pajak Jual Beli Tanah?

pajak jual beli tanah

Pajak jual beli tanah adalah pajak yang dibebankan saat seseorang melakukan transaksi jual beli tanah. Ya, selain menyerahkan atau menerima uang dari transaksi tersebut, Anda juga wajib membayarkan komponen biaya lain. Salah satunya adalah pajak jual beli tanah.

Pajak ini dibebankan kepada kedua belah pihak yang melakukan transaksi, baik itu penjual maupun pembeli. Bagi penjual tanah, pajak tersebut masuk dalam kategori Pajak Penghasilan (PPh). Sedangkan bagi pembeli tanah, pajak tersebut digolongkan sebagai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Lalu, bagaimanakah dasar hukum pajak jual beli tanah itu sendiri?

Dasar Hukum Jual Beli Tanah

Aturan mengenai pajak jual beli tanah telah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah (PP) khusus. Dasar hukum jual beli tanah, terutama untuk pihak penjual, telah diatur dalam PP No. 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atau Penghasilan yang didapat dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

Sedangkan untuk pihak pembeli, dasar hukum jual beli tanah telah termaktub dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP), tepatnya pada Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2.

Kapan Harus Membayar Pajak Jual Beli Tanah?

Waktu pembayaran pajak pun harus diperhatikan baik-baik. Sebab, PPh merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan akta jual beli yang sah. Artinya, Anda tidak bisa mengajukan pembuatan akta jual beli tanah jika belum menyelesaikan kewajiban pajak jual beli tanah.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berhak menolak atau membatalkan pengajuan pembuatan akta jual beli tanah Anda. Ketentuan ini telah diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tepatnya Pasal 39, Ayat 1 g.

Perlu diingat, kwitansi pembayaran tanah pun tidak dapat menggantikan pembayaran pajaknya. Pada dasarnya, kwitansi tersebut hanya memuat rincian transaksi jual beli tanah saja tanpa ada komponen biaya penyerta lain. Sehingga, tidak bisa dijadikan bukti bahwa Anda telah melakukan pembayaran pajak jual beli tanah.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 

Lalu, bagaimana dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)? Seperti yang telah dibahas pada poin sebelumnya, BPHTB adalah pungutan atas transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan yang dibebankan kepada pihak pembeli.

Dalam sejarahnya, BPHTB mulanya dipungut oleh pemerintah pusat. Namun setelah dikaji ulang maka ketentuan tersebut diubah melalui Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Aturan tersebut mulai berlaku pada tahun 2011 dan sejak saat itu, BPHTB dipungut oleh pemerintah daerah.

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Penjualan Tanah

Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Agar Anda tidak salah dalam membayarkan BPHTB, perlu diketahui dasar pengenaannya. Dasar pengenaan BPHTB dihitung dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dengan tarif 5% dari total NPOP ditambah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Dari penghitungan tersebut, Anda bisa mengetahui berapa besaran BPHTB yang harus dibayarkan.

Apa sebenarnya NJOP itu? NJOP adalah harga transaksi jual beli tanah yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Lalu, bagaimana jika tanah merupakan hibah atau warisan? Anda bisa menentukan NJOP dari harga pasaran umum tanah. Jadi, tidak mengherankan jika NJOP satu daerah bisa berbeda dengan daerah lainnya.

Untuk menentukan harga tanah, pihak pembeli dan penjual bisa bersepakat untuk menggunakan NPOP atau NJOP. Intinya, harga tersebut disepakati oleh kedua belah pihak. Jangan sampai keputusan yang diambil adalah keputusan sepihak karena bisa menimbulkan masalah di masa mendatang.

Dengan mengetahui dasar hukum jual beli tanah, diharapkan kasus sengketa yang berkaitan dengan tanah bisa diminimalisir. Jika Anda memang masih ragu dalam urusan perpajakan, jangan ragu untuk menggunakan aplikasi perpajakan seperti AyoPajak. Aplikasi AyoPajak menggunakan sistem yang praktis serta telah diawasi oleh DJP, sehingga aman digunakan. Yuk, gunakan aplikasi AyoPajak untuk urusan perpajakan Anda!

Banner General (kontak, download app)

Informasi Objek Pajak Penghasilan yang Wajib Dipahami

objek pajak penghasilan

Pajak penghasilan seringkali dianggap sebagai pajak yang ketentuannya rumit. Salah satunya adalah karena pajak penghasilan ada banyak sekali jenisnya. Selain itu, masih banyak wajib pajak penghasilan yang kesulitan dalam menentukan objek pajak penghasilan mereka. Untuk membantu Anda, mari pelajari bersama uraian mengenai objek pajak penghasilan berikut ini.

Mengenal Tentang Pajak Penghasilan

Sebelum membahas tentang objek pajak penghasilan, sebaiknya Anda sudah paham betul pengertian dari pajak penghasilan itu sendiri. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan, baik itu penghasilan perorangan, perusahaan, maupun badan hukum lainnya. Ketentuan mengenai pajak penghasilan sendiri diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Kategori Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Ada pajak penghasilan yang dibebankan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan ada juga yang dibebankan pada wajib pajak badan.

Pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dibagi lagi menjadi pegawai, bukan pegawai, dan pengusaha. Sedangkan pajak penghasilan yang dibebankan kepada perusahaan atau badan hukum lain dapat mencakup subjek pajak yang bekerja di perusahaan tersebut serta objek pajak perusahaan yang memang dikenai pajak.

Baca juga: Ketahui Cara Lapor Pajak Penghasilan Secara Online

Objek Pajak Penghasilan

Lalu, apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan? Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP), objek pajak penghasilan itu termasuk setiap tambahan uang maupun dana yang diperoleh atau diterima Wajib Pajak, entah itu yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia. Tambahan kemampuan ekonomis tersebut dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Apa saja yang bisa dianggap sebagai objek pajak penghasilan? Berikut rinciannya:

  1. Imbalan yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk di dalamnya adalah gaji, upah, tunjangan, bonus, komisi, uang pensiun, gratifikasi atau imbalan berbentuk lain.
  2. Hadiah yang didapat dari undian, pekerjaan, kegiatan atau penghargaan.
  3. Laba usaha.
  4. Keuntungan yang diperoleh dari perdagangan maupun perpindahan harta, yang meliputi:
    1. Keuntungan dari perpindahan harta untuk perseroan atau badan hukum lain sebagai pengganti saham atau penambahan modal.
    2. Keuntungan dari perpindahan harta untuk pemegang saham.
    3. Keuntungan yang disebabkan oleh likuidasi, penggabungan, atau re-organisasi dalam bentuk dan nama apapun.
    4. Keuntungan dari perpindahan harta seperti hibah atau sumbangan.
    5. Keuntungan dari penjualan atau pengalihan hak penambangan.
  5. Penerimaan kembali dari pelunasan pajak.
  6. Bunga.
  7. Dividen.
  8. Royalti.
  9. Sewa.
  10. Penerimaan atas pembayaran berkala.
  11. Keuntungan yang didapat dari pembebasan utang.
  12. Keuntungan dari selisih kurs mata uang asing.
  13. Keuntungan dari penilaian kembali aktiva.
  14. Premi asuransi.
  15. Iuran yang diterima dari perkumpulan. Dengan catatan, anggota perkumpulan tersebut merupakan wajib pajak.
  16. Netto dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
  17. Pendapatan usaha berbasis syariah.
  18. Imbalan bunga.
  19. Surplus Bank Indonesia. 

Baca juga: Inilah Cara Menghitung Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Objek yang Dikecualikan dari Objek Pajak

Meski begitu, ada beberapa benda atau jasa yang dikecualikan dari objek pajak. Artinya, barang tersebut tidak bisa dikenakan pajak penghasilan. Apa saja yang bisa dikecualikan dari objek pajak penghasilan?

  1. Bantuan atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia. Bantuan tersebut juga harus diterima oleh lembaga keagamaan yang disahkan oleh pemerintah.
  2. Harta hibah dengan penerima adalah keluarga sedarah dalam garis keturunan satu derajat. Selain itu, harta hibah kepada badan pendidikan, badan sosial, dan orang pribadi yang menjalankan usaha kecil juga dikecualikan dari objek pajak penghasilan.
  3. Warisan.
  4. Setoran tunai pengganti saham atau penyertaan modal.
  5. Imbalan yang berbentuk natura dan/atau kenikmatan.
  6. Pembayaran yang dilakukan perusahaan asuransi kepada orang pribadi.
  7. Dividen yang diterima perseroan terbatas.
  8. Iuran dana pensiun.
  9. Penghasilan dari modal dana pensiun.
  10. Beasiswa.
  11. Bantuan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Bisa dibilang, detail mengenai objek pajak penghasilan sangat rumit. Agar Anda tidak salah dalam melakukan pembayaran pajak, ada baiknya untuk menggunakan aplikasi perpajakan seperti AyoPajak. Dengan AyoPajak, Anda tidak hanya bisa mendapatkan informasi mengenai pajak, tapi juga bisa melakukan pelaporan dan pembayaran pajak lebih mudah. Gunakan aplikasi AyoPajak sekarang juga!

Banner e-Filing

4 Fungsi Pajak dalam Kehidupan Bernegara

fungsi pajak adalah

Mengetahui fungsi pajak adalah keharusan bagi setiap Wajib Pajak. Dengan memahami tentang fungsi pajak, maka Wajib Pajak pun bisa lebih tertib dalam menjalankan kewajiban pajaknya. Saat semua orang patuh melaksanakan kewajiban pajaknya, maka kehidupan bernegara pun akan semakin tentram.

Berbicara tentang kehidupan bernegara, secara garis besar fungsi pajak adalah fungsi yang dibagi menjadi empat kategori. Nah, agar Anda lebih memahami perihal fungsi pajak, simak uraian mengenai fungsi pajak dalam kehidupan bernegara berikut ini.

Pengertian Pajak

Sebelum masuk ke pembahasan mengenai fungsi pajak dalam kehidupan bernegara, ada baiknya Anda mengetahui tentang pajak itu sendiri. Jika menyadur Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak didefinisikan sebagai sebuah kontribusi yang diwajibkan negara terhadap orang pribadi atau badan dengan sifat yang memaksa sesuai dengan Undang-Undang di mana pajak akan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari sini dapat dipahami bahwa salah satu fungsi pajak adalah sebagai kewajiban bagi warga negara, baik itu orang pribadi maupun badan kepada negara sebagai Wajib Pajak. Pajak juga bersifat memaksa dan seluruh ketentuannya telah diatur dalam Undang-Undang. Adanya pajak ditujukan agar kemakmuran rakyat bisa tercipta.

Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Pajak?

Fungsi Pajak dalam Kehidupan Bernegara

Nah, setelah mengetahui apa itu pajak, sekarang mari masuk dalam pembahasan mengenai fungsi pajak dalam kehidupan bernegara. Secara garis besar, fungsi pajak dalam kehidupan bernegara ada empat yakni:

  1. Fungsi anggaran
  2. Fungsi mengatur
  3. Fungsi stabilitas
  4. Fungsi retribusi pendapatan

Pembahasan mengenai masing-masing fungsi dapat Anda simak dalam poin-poin berikut ini.

1. Fungsi anggaran

Fungsi pajak adalah fungsi anggaran atau budgeter yang berperan penting dalam kehidupan bernegara. Pajak menjadi salah satu pendapatan negara yang kemudian digunakan untuk membiayai anggaran-anggaran negara. Dengan begitu, seluruh tugas rutin negara, pembangunan negara pun dapat dilaksanakan.

Salah satu pemanfaatan pajak terkait dengan anggaran negara adalah pajak untuk pembiayaan rutin belanja pegawai, belanja barang, dan juga pemeliharaan. Dengan adanya pajak yang dibayarkan oleh setiap Wajib Pajak, maka tugas rutin tersebut pun bisa berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada hambatan.

Perlu diingat, untuk keperluan pembiayaan pembangunan, pemerintah menggunakan tabungan pemerintah. Apa itu tabungan pemerintah? Tabungan pemerintah berasal dari penerimaan dalam negeri yang kemudian dikurangi pengeluaran rutin. Nah, pajak tergolong sebagai penerimaan dalam negeri. Artinya, pajak yang Anda bayarkan juga dipakai dalam pembiayaan pembangunan negara.

2. Fungsi mengatur

Fungsi pajak selanjutnya adalah fungsi mengatur atau regulerend. Bagaimana pajak memiliki fungsi mengatur? Pada fungsi ini, pajak bertindak sebagai alat untuk mencapai tujuan negara. Pertumbuhan ekonomi negara dapat diatur melalui regulasi atau kebijakan terkait pajak.

Hal ini bisa Anda lihat dalam penerapan kebijakan tarif PPh Final 0,5%. Kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 ini mengatur beban pajak para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Dengan adanya kebijakan ini, maka diharapkan masyarakat akan tertarik untuk memulai UMKM dan para pelaku UMKM yang ada pun bisa masuk dalam sistem perpajakan negara.

Contoh lain adalah kebijakan keringanan pajak. Kebijakan ini memiliki banyak manfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah untuk mendorong penanaman modal oleh investor dari dalam maupun luar negeri. 

3. Fungsi stabilitas

Selanjutnya ada fungsi stabilitas. Apa yang dimaksud dengan fungsi stabilitas ini? Pajak memiliki peranan dalam menjaga keseimbangan perekonomian negara. Dengan pajak, pemerintah bisa mengeluarkan dan menjalankan kebijakan mengenai stabilitas harga. Jadi, negara bisa menghindari terjadinya inflasi. Kebijakan yang terkait dengan stabilitas ini antara lain kebijakan tentang peredaran uang, pemberlakuan bea masuk, PPN impor, pajak yang efisien, hingga pemungutan pajak. 

4. Fungsi redistribusi pendapatan

Terakhir, pajak juga bisa berfungsi sebagai redistribusi pendapatan. Fungsi ini masih berhubungan dengan kemakmuran rakyat yang disebutkan dalam Undang-Undang tentang KUP. Dengan adanya pajak, maka pemerintah dapat membuka lapangan pekerjaan baru hingga terjadi penyerapan tenaga kerja. Pendapatan masyarakat pun semakin merata.

Banner General (kontak, download app)

Demikian penjelasan mengenai fungsi pajak dalam kehidupan bernegara. Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa fungsi pajak adalah alat untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Untuk itu, mari taat pajak. Jika Anda masih merasa bingung dalam urusan perpajakan, gunakanlah aplikasi AyoPajak. AyoPajak merupakan aplikasi perpajakan yang telah terdaftar dan diawasi DJP. Gunakan aplikasi AyoPajak sekarang!

Unsur-unsur Pajak yang Berlaku di Indonesia

unsur-unsur pajak

Mengetahui unsur-unsur pajak adalah sebuah keharusan bagi mereka yang sehari-hari bersinggungan dengan pajak, termasuk para Wajib Pajak (WP). Mengapa demikian? Dengan memahami tentang unsur-unsur pajak yang berlaku di Indonesia, besaran pajak pun bisa diketahui pasti. Anda juga bisa merancang perencanaan pajak (tax planning) dengan mudah. Simak uraian berikut untuk mengetahui apa saja unsur pajak yang berlaku di Indonesia.

Unsur-unsur Pajak di Indonesia

Secara garis besar, unsur pajak yang ada di Indonesia dibagi menjadi empat, yaitu subjek pajak, Wajib Pajak, objek pajak, dan terakhir tarif pajak. Untuk penjelasan masing-masing unsur, Anda bisa mempelajarinya dalam poin-poin di bawah ini.

1. Subjek Pajak

Unsur pajak di Indonesia yang pertama adalah subjek pajak. Apa yang dimaksud sebagai subjek pajak? Subjek pajak adalah orang pribadi atau lembaga yang dituntut untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. Subjek pajak kemudian dibagi menjadi dua, yakni subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang tergolong sebagai subjek pajak dalam negeri di antaranya adalah:

  • Orang pribadi (baik yang bertempat tinggal di Indonesia, berdiam di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maupun yang berdiam di Indonesia selama satu tahun pajak dan berniat tinggal di Indonesia).
  • Warisan yang belum dibagikan karena dianggap sebagai pengganti pewaris sampai nanti warisan terbagi. 
  • Badan.
  • Bentuk usaha tetap.

Sementara itu, subjek pajak luar negeri mencakup orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia serta badan yang tidak dibandung dan tidak memiliki kedudukan di Indonesia, baik yang menjalankan usaha tetap maupun yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Subjek pajak disebut sebagai unsur pajak pertama karena tanpa adanya subjek pajak, perputaran pajak di Indonesia pun tidak akan bisa berjalan. Sebab, pungutan pajak hanya bisa dibebankan pada subjek pajak, bukan pada benda atau jasa.

2. Wajib Pajak

Selanjutnya ada Wajib Pajak. Wajib Pajak adalah subjek pajak yang sudah memiliki kewajiban dan dianggap layak untuk membayar pajak. Mereka mendapat beban pungutan pajak dan wajib membayarnya. Jika tidak, maka Wajib Pajak dapat dikenai sanksi atau denda dengan besaran yang telah ditentukan pemerintah.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan. Benda dan jasa tidak termasuk sebagai Wajib Pajak karena tidak memiliki kemampuan untuk membayar pajak. Orang atau badan yang mewadahi benda dan jasa tersebut adalah pihak yang bisa dikategorikan sebagai Wajib Pajak.

Baca juga: Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

3. Objek Pajak

Berbicara tentang unsur-unsur pajak di Indonesia tentu tidak lengkap tanpa menyebut objek pajak. Apa yang dimaksud dengan objek pajak? Seperti yang telah Anda ketahui, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dituntut untuk melakukan kewajiban perpajakan. Nah, objek pajak inilah yang benda atau jasa yang harus dibayarkan pajaknya.

Katakanlah Anda memiliki sejumlah penghasilan. Jika dalam satu tahun total penghasilan tersebut bisa dikenai pajak, maka penghasilan tersebut merupakan objek pajak. Anda sebagai Wajib Pajak pun memiliki kewajiban untuk membayarkan pajak atas penghasilan tersebut kepada pemerintah.

4. Tarif Pajak

Unsur pajak di Indonesia yang terakhir adalah tarif pajak. Jika tadi sudah ada subjek dan objek maka di sini tarif pajak berperan sebagai besaran pajak yang harus dibayarkan. Tarif pajak adalah nominal yang harus dibayarkan oleh wajib pajak atas benda atau jasa yang terbebani pajak (objek pajak).

Besaran tarif pajak sangat variatif dan umumnya berbeda satu sama lain. Lalu, bagaimana cara menentukan besaran tarif pajak? Besaran tarif pajak beserta aturan lain yang berhubungan telah diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang. Biasanya, besaran tarif pajak ditentukan menggunakan rumus persentase. Artinya, nominal tarif pajak yang dibebankan kepada Wajib Pajak adalah sekian persen dari total harga objek pajak.

Semoga informasi mengenai unsur-unsur pajak di Indonesia ini bisa membantu Anda para Wajib Pajak. Kesulitan untuk menghitung pajak? Tidak perlu khawatir, gunakan aplikasi AyoPajak untuk semua masalah perpajakan Anda. Aplikasi AyoPajak aman karena telah terdaftar dan diawasi oleh DJP. Gunakan segera aplikasi AyoPajak untuk semua urusan perpajakan Anda!

Banner General (kontak, download app)