Ketahui Penghasilan yang Dikenakan PPh Final dan Informasi Lainnya

penghasilan yang dikenakan pph final

Setiap penghasilan yang didapat pastilah dikenakan Pajak Penghasilan atau yang dikenal dengan PPh. Wajib pajak (WP) harus mengetahui bahwa ada penghasilan yang dikenakan PPh Final, ada pula PPh Tidak Final berdasarkan sifat pemungutan pajaknya. Perbedaan kedua jenis PPh tersebut terletak pada pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, baik untuk pribadi ataupun untuk badan usaha.

PPh Final adalah pajak penghasilan yang sifatnya langsung diberikan kepada WP saat menerima penghasilan dan tidak akan dihitung lagi dalam SPT Tahunan PPh, hanya melaporkannya. Jadi, si wajib pajak ini langsung menyetorkan PPh Final, tapi tetap perlu melaporkannya secara tertulis dalam formulir SPT Tahunan. Tujuan pelaporan ini sederhana, agar setiap pajak yang dibayarkan bisa didata dan diketahui rekam jejaknya.

Pembedaan pajak penghasilan menjadi PPh Final dan PPh Tidak Final ini tentu saja ada alasannya sendiri. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak ingin membantu wajib pajak dalam membayar kewajibannya kepada negara dengan cara yang lebih mudah dan tentunya efektif.

Jenis Penghasilan yang Dikenakan PPh Final

Wajib pajak juga harus mengetahui beberapa penghasilan yang dikenakan PPh Final. Selain bekerja, imbal balik hasil investasi atau keuntungan dari bisnis atau penjualan juga dikenakan pajak penghasilan. Tentunya, sebagai warga negara yang taat, kita juga harus lebih mengetahui apakah penghasilan tersebut dikenakan PPh Final atau tidak Final.

Ketentuan mengenai penghasilan yang dikenakan PPh Final juga diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Inilah beberapa kategori penghasilan yang dikenakan PPh Final:

  1. Bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi, dan Surat Utang Negara (SUN), dan bunga simpanan dari koperasi kepada anggotanya secara pribadi. 
  2. Hadiah undian. Pernah dengar istilah “hadiah dipotong pajak” ketika mengikuti sebuah undian berhadiah uang tunai? Itulah yang dimaksud PPh Final.
  3. Hasil dari investasi atau trading yang dilakukan, seperti transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif dari perdagangan di bursa, dan transaksi penjualan saham.
  4. Hasil dari transaksi pengalihan harta, seperti tanah, bangunan (keduanya bisa bersamaan atau terpisah), usaha jasa konstruksi, usaha real estate dan persewaan tanah dan/atau bangunan. Intinya, penghasilan apapun yang didapat dari sektor properti juga termasuk PPh Final.

Namun, ada juga kategori penghasilan lain yang pajaknya dihitung dengan PPh Final. Kategori penghasilan tersebut masih diatur dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Berikut ini adalah jenis penghasilan lain yang dikenakan PPh Final:

  1. Penghasilan neto (bersih) yang dihitung dengan Norma Penghitungan Khusus. Norma Penghitungan Khusus ini digunakan apabila ada penghasilan bersih dari wajib pajak tertentu yang tidak bisa dihitung berdasarkan Pasal 16 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983, sebesar 0,5% dari omzet kotor (bruto).
  2. Penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada WP Orang Pribadi dalam negeri, sebesar maksimum 10%. Peraturan ini ditetapkan dalam Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008.
  3. Selisih penilaian kembali harta (aktiva) bila ada ketidaksesuaian antara penghitungan unsur-unsur biaya dan penghasilan karena kenaikan harga (inflasi). Peraturan ini tercantum dalam pasal 19 UU PPh yang masih berlaku.
  4. Penghasilan dari pekerjaan dan jasa yang dilakukan oleh WP Orang Pribadi dalam negeri, seperti gaji, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lainnya. Peraturan ini ada dalam Pasal 21 UU PPh. 

Cara Pembayaran PPh Final

WP juga harus mengetahui bagaimana cara PPh final dibayarkan ke pemerintah, sehingga bisa mengetahui penghasilan bersih yang mereka terima. Biasanya, PPh Final dilakukan dengan cara pemotongan gaji atau upah yang diterima oleh pihak lain atau membayar setorannya secara mandiri.

PPh Final, baik yang dipotong maupun yang disetorkan sendiri, sebenarnya melunasi PPh terutang terhadap penghasilan yang termasuk kategori penghasilan di atas. Jadi, PPh Final tidak lagi dihitung dalam SPT Tahunan.

Bisa dikatakan kategori penghasilan yang dikenakan PPh Final memang lekat sekali dalam kehidupan kita. Pajak dari gaji, honorarium, bahkan deviden bagi para investor harus dipotong dengan menggunakan PPh Final. Tentunya, sebagai warga negara yang taat, Anda ingin melakukan kewajiban membayar pajak. Karena itu, AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP hadir sebagai aplikasi pajak online yang bisa membantu menghitung pajak Anda. Mau urusan perpajakan dipermudah? Hubungi saja AyoPajak segera.

Mengenal Peraturan PPh Final 0,5% untuk UMKM

peraturan pph final 0 5

PPh Final akan dikenakan pada Wajib Pajak yang memiliki penghasilan di bawah Rp 4,8 miliar dalam setahun. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, Usaha dengan penghasilan di bawah Rp 4,8 miliar per tahun masuk dalam kategori pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Khusus untuk UMKM, tarif PPh Final adalah 0,5%. Agar tidak salah ketika ingin menyetor dan melaporkan hal ini, maka ada baiknya kita mengenal berbagai informasi penting peraturan PPh Final 0,5 untuk UMKM ini. 

Peraturan PPh Final 0,5 untuk UMKM

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, tarif PPh Final yang dikenakan kepada pelaku UMKM adalah 0,5%. PP 23 Tahun 2018 ini sudah aktif sejak 1 Juli 2018, menggantikan PP Nomor 46 Tahun 2013. 

  • Melalui perubah ini, ada beberapa poin yang bisa menjadi perhatian para pelaku UMKM, yaitu:
  • Penurunan tarif PPh Final 1% menjadi 0,5% dari omzet, yang wajib dibayarkan setiap bulannya;
  • Wajib Pajak dapat memilih untuk mengikuti tarif dengan skema final 0,5%, atau menggunakan skema normal yang mengacu pada pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Pengaturan jangka waktu pengenaan tarif PPh Final 0,5% sebagai berikut:

  • Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu selama 7 tahun;
  • Bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer, atau Firma selama 4 tahun;
  • Bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas selama 3 tahun.

PPh Final sendiri merupakan pajak yang dikenakan dengan tarif dasar pengenaan pajak tertentu. Membuatnya tidak dapat diikutsertakan lagi dalam penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Terutang tahunan. Lalu juga tidak dihitung bersama penghasilan lain yang tidak final (non final) untuk dikenakan tarif progresif sesuai Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan PPh Final UMKM

Jika PPh Final UMKM dipotong oleh pihak ketiga sebagai pemotong pajak, untuk batas pembayaran akan jatuh pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sedangkan itu, jika PPh Final UMKM setorannya dilakukan sendiri, maka batas pembayaran akan jatuh pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. 

Sedangkan, batas waktu pelaporan PPh Final UMKM yaitu sebagaimana pelaporan SPT Tahunan PPh baik itu Orang Pribadi maupun Badan. Akan dilakukan pada waktu:

  • SPT Tahunan PPh Badan, 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak
  • SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak

Rumus PPh Final UMKM

PPh Final adalah jenis pajak yang perhitungannya cukup sederhana. Rumusnya adalah omzet x tarif PPh Final yaitu 0,5% tadi. Untuk bisa lebih memahaminya, mari kita lihat contoh ini:

Januari

Rp 18.000.000

Februari

Rp 12.000.000

Maret

Rp 12.000.000

April

Rp 16.000.000

Mei

Rp 15.000.000

Juni

Rp 11.000.000

 

Dari daftar penghasilan perbulan Anda, maka untuk bisa menghitung PPh Final adalah dengan cara mengalikan omzet per bulan dengan tarif PPh Final.

PPh Final Januari : 

= 18.000.000 x 0,5%

=  Rp90.000

Cara Pembayaran dan Pelaporan PPh Final

Dalam membayar atau menyetor PPh Final, ada beberapa cara. Yang pertama datang langsung ke KPP. Namun, Anda juga bisa membuatnya secara mandiri melalui DJP Online. Caranya adalah:

  1. Buka laman pajak online http://djponline.pajak.go.id/ dan masukkan nomor NPWP, kata sandi, dan kode keamanan. Klik “Login.”
  2. Pilih e-Billing
  3. Masukan data, untuk jenis pajak gunakan kode 411128 dan pada kode jenis setoran masukan 420.
  4. Isi masa pajak dan jumlah setoran PPh Final Anda.
  5. Selanjutnya klik ‘Buat Kode Billing’
  6. Ikuti langkah verifikasi
  7. Lalu akan muncul ringkasan Surat Setoran Elektronik, lalu kik cetak.
  8. Lakukan pembayaran melalui ATM atau Internet banking.

Khusus untuk PPh Final UMKM ini, pelaporannya akan direkap dalam SPT tahunan. 

Nah itu dia berbagai informasi penting mengenai peraturan PPh Final 0,5% untuk UMKM. Dalam mempermudah proses ini, gunakan e-Billing Pajak Online dari AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Jadi tidak perlu repot, yuk kunjungi website kami untuk informasi lebih lengkap.

Cara Lapor Pajak Online PPh Final

cara lapor pajak online pph final

Sebagai Wajib Pajak, tentu sudah menjadi kewajiban kita melaporkan segala bentuk pajak. Salah satu yang tidak bisa kita tinggalkan adalah pelaporan PPh Final. Penghasilan dari Wajib Pajak akan terbagi menjadi dua. Penghasilan yang menjadi objek pajak dan penghasilan yang bukan objek pajak. Untuk pengenaan pajak pun akan terbagi dua, PPh sesuai dengan pasal 17 dan PPh Final. Nah, untuk menghitung dan cara lapor pajak online PPh Final pun akan sedikit berbeda. Kali ini kita akan mempelajari hal yang satu ini.

Memahami Cara Lapor Pajak Online PPh FInal Anda

Pengertian dari Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang akan dikenakan tarif dasar pengenaan tertentu, berbeda dari skema secara umum. Sehingga, PPh Final tidak akan diikutsertakan lagi dalam penghitungan PPh Terutang Tahunan. 

PPh Final ini tidak akan dihitung kembali dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dengan penghasilan lainnya yang tidak tidak final (non final) untuk dikenakan tarif progresif sesuai Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

Sesuai dengan  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013, PPh Final akan dikenakan pada Wajib Pajak pribadi dan badan yang memiliki omzet usaha kurang dari Rp 4,8 miliar dalam setahun.

Berbagai Jenis PPh Final

PPh Final ini akan dikelompokan ke dalam beberapa jenis sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Pembagiannya adalah seperti di bawah ini:

PPh Final Pasal 4 ayat (2)

Ada 5 pengelompokan penghasilan yang dikenakan PPh Final sesuai Pasal 4 ayat 2, yaitu:

  • Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
  • Penghasilan dalam bentuk Hadiah Undian.
  • Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
  • Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan, Usaha Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
  • Penghasilan Tertentu lainnya.

PPh Final Dalam Pasal Lainnya

Yang termasuk pada kategori ini adalah PPh pada Pasal 15, Pasal 17 ayat (2c), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 26.

Pasal 15

Pajak Penghasilan Final berdasarkan Pasal 15 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 ini artinya PPh Final digunakan pada pengenaan pajak penghasilan netto yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus.

Pasal 17 ayat (2c)

Merujuk pada Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, tarif pajak penghasilan bersifat final yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final.

Pasal 19

Apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga, maka akan dikenakan PPh pasal 19 ini.

Pasal 21

Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak yang dipotong/dipungut atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.

Pasal 22

Pajak Penghasilan Final yang dikenakan sesuai Pasal 22 UU PPh ini dilakukan terhadap kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

Pasal 26

Sedangkan PPh Final berdasarkan Pasal 26 UU PPh ini adalah pajak bersifat final yang dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri atau Badan Usaha Tetap (BUT) atas Dividen, Bunga, Royalti, Imbalan, Hadiah, Pensiun, Premi swap, dan keuntungan karena pembebasan utang.

Cara Lapor Pajak Online PPh FInal

PPh Final akan dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan dan langsung disetorkan. Karena sifat pemungutannya yang seketika, PPh Final tidak lagi diperhitungkan dalam pelaporan SPT tahunan. Namun harus tetap harus dilaporkan.

Untuk itu kita harus mempersiapkan bukti potong dari jenis PPh yang akan dilaporkan, setelah itu langkah selanjutnya adalah:

  • Buka laman pajak online http://djponline.pajak.go.id/ dan masukkan nomor NPWP, kata sandi, dan kode keamanan. Klik “Login.”
  • Pilih menu e-Filing.
  • Klik ikon “Buat SPT”
  • Isi data formulir
  • Sistem akan mendeteksi otomatis jika ada data pembayaran pajak dari pihak ketiga. Gunakan data pembayaran itu untuk pengisian SPT.
  • Isi form sesuai data Anda
  • Akan muncul ringkasan SPT Anda dan pengambilan kode verifikasi, bisa melalui email maupun nomor telepon.
  • Masukkan kode verifikasi, lalu klik tombol “Kirim SPT.”
  • Cek email Anda, akan terlampir Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) SPT Tahunan PPh.

Nah itu dia cara lapor online PPh Final yang tidak terlalu sulit. Untuk mempermudah Anda, gunakan e-Filing Pajak Online dari AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Lapor pajak tidak perlu repot lagi. Yuk kunjungi website kami sekarang juga.

Informasi Cara Menghitung PPh Pasal 25

cara menghitung pph pasal 25

Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang ingin membayar pajak terhutangnya dengan cara angsuran? Namun, sebelum itu, apakah Anda sudah tahu bahwa ada Peraturan Perpajakan yang memperbolehkan Wajib Pajak untuk membayarkan pajaknya secara angsuran?

 

Di dalam Pajak Penghasilan 25, Anda dapat menemukan peraturan yang menyebutkan bahwa Wajib Pajak dapat membayarkan pajak secara angsuran. Lalu, apa itu PPh Pasal 25 dan bagaimana cara menghitungnya?

Pengertian PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 adalah kewajiban perpajakan yang dapat dibayar secara angsuran. Pajak ini diatur dalam Peraturan Perpajakan Nomor 23 Tahun 2018.

 

Adapun tujuan dari dibuatnya PPh Pasal 25 ini adalah untuk meringankan masyarakat dalam membayar kewajiban pajaknya. Jika Anda ingin membayar pajak terhutang yang telah dihitung dalam 1 tahun masa pajak sebelumnya, maka pembayaran tersebut harus dilakukan paling lambat di tanggal 15 setiap bulannya dan jika ada keterlambatan pembayaran, maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 2%.

 

Untuk besaran pajak yang harus dibayar, secara umumnya Anda cukup menghitung total penghasilan neto yang telah dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Namun, tentu saja setiap Wajib Pajak memiliki ketentuan yang berbeda-beda, sesuai dengan besaran penghasilan yang didapatkan.

Bagaimana Cara Menghitung PPh Pasal 25?

Sebelum mengetahui cara menghitung PPh Pasal 25, Anda harus terlebih dahulu membereskan seluruh laporan keuangan pada masa 1 tahun pajak sebelumnya. Kemudian, jumlah yang didapat akan dikurangi dengan Pajak Penghasilan sebagai berikut:

 

  • PPh Pasal 21: Tarif Pasal Ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP.
  • PPh Pasal 22: Pungutan sebesar 100% bagi yang tidak memiliki NPWP.
  • PPh Pasal 23: Potongan sebesar 15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah, serta potongan 2% berdasarkan sewa dan penghasilan yang lain juga imbalan jasa.
  • PPh Pasal 24: Pajak penghasilan yang dibayar atau terhutang di luar negeri dan boleh dikreditkan.

 

Bagi Anda yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi, maka ada 2 jenis angsuran PPh Pasal 25 yang dapat digunakan, yaitu:

 

  • Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu atau WP-OPPT: Untuk Wajib Pajak yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan oleh WP-OPPT adalah 0,75% dikali omzet bulanan yang didapat oleh tiap masing-masing tempat usaha.
  • Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu atau WP-OPSPT: Untuk Wajib Pajak yang termasuk ke dalam pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan oleh WP-OPSPT adalah besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikali Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).

 

Ketentuan Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan sesuai yang diatur oleh Dirjen Pajak adalah sebagai berikut:

 

  • Sampai Rp 50.000.000 = 5%
  • Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
  • Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
  • Di atas Rp 500.000.000 = 30%

 

Jika Anda merupakan Wajib Pajak Badan, maka pembayaran angsuran PPh Pasal 25 yang wajib dibayarkan adalah besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikali 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).


Jadi, itulah informasi seputar cara menghitung PPh Pasal 25 yang dapat digunakan jika Anda ingin membayar pajak secara angsuran. Bila ada pertanyaan seputar PPh Pasal 25 di atas, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP karena kami siap untuk membantu seluruh urusan perpajakan Anda kapanpun dibutuhkan.

Cara Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25

angsuran pph pasal 25

Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25

Tahukah Anda, bahwa kewajiban membayar pajak dapat diangsur dengan menggunakan peraturan perpajakan angsuran PPh Pasal 25. Masih banyak orang yang belum mengetahui tentang peraturan pajak penghasilan yang satu ini.

 

Untuk itu, melalui artikel ini, AyoPajak akan memberikan informasi lengkap seputar PPh Pasal 25 yang perlu Anda ketahui sebagai Warga Negara Indonesia yang menjalankan kewajiban perpajakan. Simak pembahasannya di bawah ini.

Apa Itu Angsuran PPh Pasal 25?

Berdasarkan Peraturan Perpajakan Nomor 23 Tahun 2018, PPh Pasal 25 merupakan kewajiban perpajakan yang dapat dibayar secara angsuran. Tentu saja, pajak ini dibuat dengan maksud dan tujuan yang sangat membantu bagi seluruh Wajib Pajak.

 

PPh 25 ini dapat digunakan untuk meringankan Wajib Pajak yang memiliki pajak terhutang. Untuk sistem pembayarannya, Wajib Pajak dapat membayar setiap bulannya paling lambat di tanggal 15 dan jika ada keterlambatan pembayaran, maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 2%.

Berapa Tarif yang Dikenakan untuk PPh Pasal 25?

Secara umum, berdasarkan peraturan mengenai PPh Pasal 25 yang diatur dalam PP 23 Tahun 2018, besaran angsuran yang harus dibayar oleh Wajib Pajak adalah penghasilan neto dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Namun, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, ada 2 jenis pembayaran ansuran PPh Pasal 25, yakni:

 

  • Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu atau WP-OPPT: Untuk Wajib Pajak yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan oleh WP-OPPT adalah 0,75% dikali omzet bulanan yang didapat oleh tiap masing-masing tempat usaha.
  • Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu atau WP-OPSPT: Untuk Wajib Pajak yang termasuk ke dalam pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan oleh WP-OPSPT adalah besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikali Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).

 

Untuk Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan sesuai yang diatur oleh Dirjen Pajak adalah sebagai berikut:

 

  • Sampai Rp 50.000.000 = 5%
  • Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
  • Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
  • Di atas Rp 500.000.000 = 30%

 

Khusus untuk Wajib Pajak Badan, maka pembayaran angsuran PPh Pasal 25 yang wajib dibayarkan adalah besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikali 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).

Bagaimana Sistem Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25?

Dalam menghitung berapa besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan, Anda harus terlebih dahulu menyelesaikan seluruh laporan keuangan dalam masa tutup buku tahunan. Kemudian, besaran angsuran terhutang tersebut dikurangi dengan Pajak Penghasilan sebagai berikut:

 

  • PPh Pasal 21: Tarif Pasal Ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP.
  • PPh Pasal 22: Pungutan sebesar 100% bagi yang tidak memiliki NPWP.
  • PPh Pasal 23: Potongan sebesar 15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah, serta potongan 2% berdasarkan sewa dan penghasilan yang lain juga imbalan jasa.
  • PPh Pasal 24: Pajak penghasilan yang dibayar atau terhutang di luar negeri dan boleh dikreditkan.

 

Jika Anda masih bingung dengan informasi seputar angsuran PPh Pasal 25 di atas, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Kami dapat membantu menyelesaikan seluruh urusan perpajakan Anda baik untuk Pajak Penghasilan Pasal 25, hingga pengisian SPT dan sebagainya.