Debt to equity ratio menunjukkan proporsi ekuitas dan hutang yang digunakan perusahaan untuk membiayai asetnya dan menunjukkan sejauh mana ekuitas seseorang dalam memenuhi kewajiban pajak. Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 tanggal 8 Oktober 1984. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa perhitungan pajak cukup sulit untuk dipahami secara umum. Namun berikut ini adalah informasi yang diharapkan bisa membantu Anda untuk memahami cara menghitung debt to equity ratio. Sehingga akan lebih paham dengan perhitungan pajak.
Cara Menghitung Debt to Equity Ratio
Debt to equity ratio ini adalah ukuran sejauh mana perusahaan membiayai operasinya melalui utang versus dana yang dimiliki sepenuhnya. Lebih khusus lagi, ini mencerminkan kemampuan ekuitas pemegang saham untuk menutupi semua hutang yang belum dibayar jika terjadi penurunan bisnis.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 ini akan membahas mengenai penentuan perbandingan antara utang dan modal sendiri dalam keperluan pengenaan pajak penghasilan. Sebelumnya, penetapan besarnya perbandingan utang dan modal setinggi-tingginya adalah tiga banding satu (3:1). Namun, peraturan ini sudah diperbarui pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan. Perbandingan saat ini menjadi empat banding satu (4:1). Keputusan dibuat untuk bisa mengembangkan dunia usaha menjadi lebih maju lagi. Pemerintah Indonesia memiliki batasan mengenai besarnya debt to equity ratio yang dianggap wajar. Demi menghindari perilaku penghindaran pajak penghasilan oleh Wajib Pajak. Situasi yang ingin dihindari adalah jika ada yang melaporkan tambahan modal dari pemilik sebagai hutang alih-alih sebagai ekuitas, guna memperbesar nilai biaya pinjaman sebagai pengurang pajak penghasilan.
Pengecualian Debt to Equity Ratio
Berikut ini adalah daftar Wajib Pajak yang mendapat pengecualian untuk debt to equity ratio (DER). Seperti:
- Wajib pajak bank.
- Wajib pajak asuransi dan reasuransi.
- Wajib pajak lembaga pembiayaan.
- Wajib pajak dalam bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum dan pertambangan lain yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan dalam kontrak atau perjanjian yang dimaksud mengatur ketentuan batasan perbandingan antara utang dan modal.
- Wajib pajak yang menjalankan usaha dalam bidang infrastruktur.
- Wajib pajak yang seluruh penghasilannya dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Baca juga: Informasi Tentang Proforma Invoice Dalam Transaksi Jual-Beli
Formula Debt to Equity Ratio
Dalam menghitung hal ini, ada formula yang bisa membantu Anda. Bentuknya adalah seperti ini:
Total Hutang / Total Ekuitas
Dalam berbisnis, utang sering digunakan untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Modal/ekuitas belum tentu bisa menjadi penjamin yang pasti ketika menjalankan suatu usaha atau perusahaan. Perusahaan akan sulit melakukan ekspansi bisnis yang membutuhkan modal lebih. Utang bisa membantu perusahaan untuk berkembang menjadi lebih jauh. Tetapi, ketika utang sudah mengalahkan ekuitas, maka masalah bisa terjadi. Ada resiko terjadinya kerugian. Debt to equity ratio berperan untuk tetap menjaga kestabilan suatu perusahaan.
DER juga menjadi kunci bagi investor untuk menilai perusahaan yang akan ditanamkan modal. Hutang lancar dan hutang jangka panjang menjadi poin utama dalam penilaian ini. Jika hutang lancar lebih besar dari pada utang jangka panjang, maka kondisi ini masih bisa dimaklumi. Utang lancar berarti utang operasi yang bersifat jangka pendek. Jika sebaliknya, maka akan ada pertimbangan yang matang sebelum menjadi investor dalam perusahaan tersebut.
Itulah sedikit penjelasan serta informasi cara menghitung debt to equity ratio. Semoga informasi yang satu ini bisa membantu dalam memahami mengenai DER ini. Gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.
