Pajak Tax avoidance atau praktik penghindaran pajak adalah suatu skema transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk mengurangi atau bahkan menghapus beban pajak dengan memanfaatkan celah/loophole dalam kebijakan dan peraturan perpajakan. Walaupun pada dasarnya ada praktik tax avoidance yang dianggap legal alias tidak menyeleweng dari hukum, tetap saja praktik ini bisa merugikan negara. Mari kita kenali lebih lanjut soal apa itu tax avoidance.
Jenis Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)
Menurut James Kessler, seorang pengacara pajak dari Inggris, praktik penghindaran pajak atau tax avoidance adalah tindakan yang dapat dibagi menjadi dua jenis. Berikut ini penjelasannya:
- Acceptable Tax Avoidance — Upaya Wajib Pajak dalam menghindari pajak yang bisa diterima secara hukum. Praktik penghindaran pajak ini dinamakan demikian karena dianggap memiliki tujuan yang baik serta tidak dilakukan dengan transaksi palsu.
- Unacceptable Tax Avoidance — Upaya Wajib Pajak dalam menghindari pajak yang tidak bisa diterima secara hukum. Penghindaran pajak ini tidak bisa dikatakan legal karena berdasarkan tujuan yang jahat dan dilakukan dengan transaksi palsu agar bisa menghindari kewajiban pembayaran pajak.
Perlu diketahui bahwa kedua kategori tax avoidance ini dalam praktiknya bergantung pada hukum perpajakan setempat yang berlaku. Untuk mengenal tax avoidance lebih jauh, mari pelajari topik ini lebih dalam melalui relasinya dengan hukum perpajakan di Indonesia.
Baca juga: 8 Syarat Perpanjangan Sertifikat Elektronik
Perbedaan Tax Avoidance dengan Tax Evasion
Sebenarnya yang membedakan Tax Avoidance (penghindaran pajak) dan Tax Evasion (penggelapan pajak) adalah dari sisi legalitasnya. Tax Avoidance yang memiliki sifat legal sedangkan Tax Evasion mempunyai sifat ilegal. Tidak hanya demikian, dalam praktiknya pengelompokan keduanya biasa terjadi atas dasar interpretasi otoritas pajak dalam masing-masing negara yang bersangkutan. Maka itu untuk dapat menyimpulkannya yang menjadi pembeda antara keduanya adalah dalam sisi legalitasnya, sedangkan dari sisi lainnya keduanya tetap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Penghindaran pajak ini merupakan hal yang sering dilakukan oleh para wajib pajak saat SKP ( Surat Ketetapan Pajak ) belum dikeluarkan dan secara tidak langsung wajib pajak yang melakukan praktik penghindaran pajak tidak mendukung tujuan dibentuknya undang-undang perpajakan.
Karakteristik dan Praktik Penghindaran Pajak di Indonesia
Tax avoidance adalah praktik yang umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak demi meminimalisir pembayaran beban pajak perusahaan atau individu yang terutang pada kas negara. Hal ini tentu saja membawa dampak buruk bagi negara karena bisa menyebabkan berkurangnya pendapatan negara dari sektor pajak. Wajib Pajak mempunyai berbagai cara untuk melakukan praktik tax avoidance ini, berikut beberapa contohnya:
1. Hibah
Pasal 4 ayat (3) Huruf a Angka 2 dalam UU No. 36 tahun 2008 menjelaskan bahwa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah yang masih ada dalam garis keturunan lurus dan dari satu derajat akan dikecualikan dari objek pajak. Sebagai contoh, seorang kakek memberikan harta hibahan berupa tanah dan bangunan kepada cucunya. Menurut hukum yang berlaku, hibahan ini tentu saja dianggap sebagai objek pajak karena penerima hibah bukan merupakan garis keturunan lurus satu derajat.
Untuk menghindari pembebanan pajak pada hibahan ini, pemberi hibahan memanfaatkan celah dari ketentuan pajak yang ada. Caranya adalah dengan terlebih dahulu menghibahkan tanah dan bangunan ke anak kandung kakek tersebut guna mematuhi bagian “garis keturunan lurus satu derajat”. Setelah itu, tanah dan bangunan dihibahkan sekali lagi dari anak ke cucu sang kakek yang merupakan penerima hibahan yang sebenarnya.
2. Pinjaman nominal besar ke bank
Mengutip Pasal 6 ayat (1) Huruf a dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan, bunga merupakan biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. Saat Wajib Pajak menerima pinjaman dengan nominal besar, maka otomatis bunga yang diberikan akan proporsional dengan total pinjaman yang didapat. Wajib Pajak kemudian membebankan bunga pinjaman tadi dalam laporan keuangan fiskal, namun pinjaman tersebut tidak tercatat menambah modal, sehingga penjualan tidak berkembang dan keuntungan tidak bertambah. Dengan keuntungan yang kecil maka Wajib Pajak bisa menghindari pembebanan pajak yang signifikan sehingga banyak yang melakukan penghindaran pajak dengan cara ini.
3. Pemanfaatan PP No. 23 tahun 2018
Keringanan yang didapatkan oleh para pengusaha UMKM Indonesia melalui ketentuan pada PP No. 23 tahun 2018 seringkali disalahgunakan oleh pengusaha-pengusaha nakal yang enggan membayar pajak penghasilan. Seperti yang umum diketahui, dengan kebijakan ini pengusaha UMKM hanya diwajibkan membayar pajak penghasilan dengan tarif 0,5% dari peredaran bruto bisnis. Guna memanfaatkan fasilitas ini, oknum nakan bisa memecah laporan keuangan badan dan usaha pribadi agar peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar.
Baca juga: Memahami Seluk Beluk Pajak Progresif
Tiga contoh praktik tax avoidance adalah sedikit dari banyaknya contoh penghindaran pajak yang sesungguhnya terjadi di Indonesia. Pajak telah menjadi tulang punggung penerimaan negara yang dapat diandalkan. Masih banyak lagi cara-cara yang dilakukan oleh Wajib Pajak demi memungkiri kewajiban pajak masing-masing. Jangan sampai Anda melakukan praktik unacceptable tax avoidance, ya! Untuk pengurusan pajak yang lebih mudah, gunakan saja platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP dan dilengkapi dengan berbagai macam informasi perpajakan terbaru.
Sumber:
- https://money.kompas.com/read/2016/04/14/083000826/Apa.Perbedaan.Praktik.Penghindaran.Pajak.dan.Penggelapan.Pajak.?page=all
- https://atpetsi.or.id/memahami-arti-tax-avoidance