Ikuti Cara Cek Pajak PBB Terbaru

Sebuah bangunan dan juga tanahnya akan dikenakan pajak. Berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 yang telah diubah menjadi Undang-undang nomor 12 Tahun 1994, pajak ini disebut sebagai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Bila Anda berencana untuk membeli tanah dan membangun rumah, ataupun membeli properti lainnya, maka PBB harus menjadi perhatian Anda. Berikut ini adalah cara cek pajak PBB terbaru yang bisa Anda pahami.

Cara Cek Pajak PBB Terbaru

PBB merupakan pajak bersifat kebendaan. Besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan dari subjek tidak akan berpengaruh terhadap pajak jenis ini. Dahulu, Anda harus datang ke kantor pajak untuk bisa mengurus hal ini. Namun, saat ini sudah tersedia fleksibilitas dimana Anda bisa mengeceknya melalui cara online. 

Pastikan jika properti Anda sudah terdaftar sebelumnya. Jika belum, daftarkan terlebih dulu dengan cara mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas, benar, dan lengkap. Sesuai dengan Pasal 1 angka 7 PER-19/PJ/2019. Lampiran SPOP adalah formulir yang digunakan oleh subjek pajak atau wajib pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak. Lampirkan berbagai hal yang dibutuhkan. Jika sudah, barulah Anda bisa mengecek pajak PBB.

Ikuti langkah-langkah berikut ini:

  • Akses menu BPHTB online di website kantor pajak daerah Anda
  • Klik pengecekan PBB
  • Masukan NOP
  • Akan muncul berbagai data mengenai PBB Anda
  • Apabila data PBB tersebut sudah benar, silakan lanjutkan apabila ingin melakukan pembayaran PBB secara online
  • Bila tidak sesuai, ajukan pembetulan atau koreksi ke Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota masing-masing wilayah. Sertakan bukti-bukti pendukung

Anda juga bisa mengecek tagihan PBB ini melalui cara yang lain. Bisa melalui E-commerce, aplikasi booking tiket, atau situs minimarket. Untuk e-commerce ada Tokopedia yang bisa membantu Anda. Lalu Traveloka, dan terakhir melalui situs klikindomaret.com.

Baca juga: Memahami Cara Mendapatkan SPPT PBB

Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB

Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 dan UU No.12 Tahun 1994 berisi penjelasan mengenai siapa saja dan yang bisa menjadi subjek PBB. Syarat yang harus dipenuhi adalah:

  • Mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;
  • Memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;
  • Memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau;
  • Memperoleh manfaat atas bangunan.

Kemudian, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, pada pasal 3 disebutkan ada beberapa ketentuan yang mengatur objek pajak yang tidak dikenakan PBB. Ketentuan tersebut adalah:

  • Objek digunakan untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional. Tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
  • Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenisnya.
  • Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
  • Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  • Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Tarif Pajak PBB

Dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), telah diatur tarif pajak yang dikenakan. Tarifnya adalah sebesar 0,5 %. Lalu dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998 diatur tentang dasar pengenaan PBB. Dalam hal ini yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Besarnya NJOP akan ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan. Terkecuali untuk daerah tertentu yang akan ditetapkan setahun sekali sesuai dengan perkembangan daerahnya. 

Itulah dia berbagai cara cek PBB dengan mudah dan berbagai informasi penting lainnya. Semoga bisa membantu Anda. Manfatkan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.

Banner General (kontak, download app)

Informasi Cara Menghitung Pajak Terutang Orang Pribadi

cara menghitung pajak terutang orang pribadi

Nilai yang harus dibayarkan kepada negara oleh Wajib Pajak akan disebut sebagai pajak terutang. Baik bagi Wajib Pajak berbentuk badan atau pribadi. Semua ini diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan. Termasuk berapa besar pajak terutang yang harus disetor, pengembalian (restitusi) pajak dari kelebihan pembayaran pajaknya, dan kapan saat membayarnya. Bahkan cara menghitung pajak terutang orang pribadi pun punya ciri tertentu. Berikut ini adalah informasi berguna yang bisa membantu Anda memahaminya.

Cara Menghitung Pajak Terutang Orang Pribadi

Pajak Terutang merupakan pajak yang harus dibayar dalam Masa Pajak, Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak. Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Masa pajak sama dengan satu bulan kalender dan tahun pajak sama dengan satu tahun kalender. Tahun Pajak bisa berlangsung dari Januari hingga Desember. Namun bisa dikecualikan melalui izin. Sehingga akan bisa menggunakan jangka waktu lain.

Pajak terutang didasari oleh 3 undang-undang perpajakan. Undang-undang tersebut adalah:

  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
  • Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Melalui undang-undang ini, diatur juga berbagai macam jenis pajak terutang. Jenis-jenis pajak tersebut adalah:

1. PPh Terutang

Pajak Penghasilan (PPh) Terutang adalah pajak terutang yang dihitung dari Penghasilan Kena Pajak. Mulai dari PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 25/29 orang pribadi, PPh 25/29 badan, PPh 26, PPh 15, dan PPh pasal 4 ayat 2.

2. PPn dan PPnBM Terutang

PPn dan PPnBM Terutang adalah pajak terutang dari tarif Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Baca juga: Memahami Informasi Mengenai Utang Pajak

Perhitungan Pajak Terutang

Dasar penghitungan pajak terutang untuk PPh dan PPn serta PPnBM akan berbeda. Berikut ini adalah caranya.

Perhitungan PPh Terutang

Diatur dalam Pasal 17 UU PPh,  menghitung tarif pajak penghasilan terutang dilakukan dari jumlah penghasilan yang didapatkan. Bagi wajib pajak orang pribadi yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah:

  • 5% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan hingga Rp50 juta per tahun
  • 15% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp50 juta hingga Rp250 juta per tahun
  • 25% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp250 hingga Rp500 juta per tahun
  • 30% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp500 juta per tahun

Sedangkan orang pribadi yang tidak memiliki NPWP, harus membayar tarif 20% lebih tinggi dari yang dibayarkan pemilik NPWP. Untuk jumlah PPh Terutang Badan, penghitungannya berdasar pada besar omzet yang diperoleh per tahunnya.

Perhitungan PPn dan PPnBM Terutang

Penghitungan PPn dan PPnBM terutang akan didapatkan melalui pengalian dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Bentuknya bisa berupa harga jual, nilai ekspor/impor, penggantian, atau nilai yang dipakai sebagai dasar penghitungan. Jumlah DPP dapat dicari dengan mengalikan 100/110 terhadap nilai-nilai tersebut.

Tarif PPn sendiri adalah:

  • 10% dan 0% khusus untuk ekspor BKP Berwujud/Tidak Berwujud
  • JKP 5%
  • Paling tinggi 15% yang harus ditentukan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Sedangkan tarif PPnBM ditetapkan secara progresif tergantung jenis barang impor, mulai dari 10%, 20%, 30%, 40%, 60% dan tertinggi 125%.

Baca juga: Cara Menghitung PPn dan PPnBM dengan Mudah

Itulah dia cara menghitung pajak terutang orang pribadi yang bisa Anda pahami. Permudah proses pembayaran pajak Anda dengan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Aman, nyaman, dan mudah untuk digunakan.

Banner e-Faktur

Ikuti Cara Bayar Pajak Online dengan Cepat dan Mudah

cara bayar pajak online

Untuk bisa membiayai pembangunan dalam negeri, negara membutuhkan bantuan dari rakyatnya. Bantuan yang bisa diberikan masyarakat adalah dengan membayar pajak. Jika dulu Anda harus repot-repot datang ke kantor pajak untuk bisa membayarnya, kini para Wajib Pajak bisa bersenang diri. Karena sudah diperkenalkannya cara bayar pajak online. Cara ini bisa menghemat waktu dan tenaga Anda. Bila masih belum mengerti dengan cara kerjanya, berikut ini adalah informasi yang bisa membantu Anda.

Cara Bayar Pajak Online

Pajak sendiri akan digunakan untuk berbagai keperluan penting untuk negara, beberapa diantaranya adalah:

1. Biaya pengadaan fasilitas umum dan infrastruktur negara.

2. Untuk membiayai semua pengeluaran negara seperti biaya proyek produksi barang ekspor.

3. Keperluan pengadaan persenjataan atau pertahanan negara.

4. Membantu masyarakat dan anak yatim piatu.

5. Keperluan subsidi pangan dan bahan bakar.

6. Membiayai segala pengeluaran negara. Bersifat self liquidating atau hal lainnya. 

7. Membiayai pengeluaran yang bersifat produktif, seperti membangun infrastruktur, anggaran pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lainnya.

8. Biaya pengeluaran non-produktif dan non-self liquidating. Namun masih memiliki manfaat untuk masyarakat.

Akan sedikit merugikan jika para Wajib Pajak tidak bisa membayar pajak mereka. Hal ini akan berdampak pada terhambatnya kemajuan bangsa Indonesia. Konsepnya, Wajib Pajak akan menyetorkan uang mereka yang akan dikembalikan dalam berbagai macam bentuk yang bermanfaat bagi diri mereka dan orang lain. Semakin besar penerimaan negara dari sektor pajak, semakin cepat pula perkembangan dan pembangunan bisa dilakukan.

Baca juga: Ketahui Cara Lapor Pajak Penghasilan Secara Online

Untuk mempermudah, DJP berusaha menghadirkan cara terbaik untuk semuanya. Salah satunya adalah dengan mengajak kerjasama Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) atau ASP (Application Service Provider) untuk mempermudah Anda dalam melakukan pembayaran pajak secara online. Salak satunya adalah Ayo! Pajak.

Salah satu fitur yang dihadirkan adalah E-billing, di mana para Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran pajak mereka tanpa perlu ambil pusing. Beberapa keuntungan yang bisa dirasakan dan membuat fitur ini menjadi mudah untuk digunakan adalah:

  • Adanya jaminan keamanan. Riwayat dan surat setoran pajak akan tersimpan dengan baik dan rapi. Menjaga data Anda dengan nyaman.
  • Satu untuk semua. Cukup dengan satu ID, Anda bisa membuat berbagai macam surat setoran pajak dengan mudah dan aman.
  • Pendaftaran tanpa biaya. ID billing akan bisa dibuat secara gratis, untuk semua wajib pajak.

Melalui kelebihan tersebut Ayo! Pajak berharap kita semua bisa membantu negara lewat pembayaran pajak yang tepat waktu.

Baca juga: Cara Menggunakan DJP Online Untuk Cek NPWP

Membuat Akun Ayo! Pajak dan ID Billing

Anda hanya perlu menyiapkan email yang masih aktif. Lalu akses halaman login nya. Registrasi dengan mengisi informasi sesuai pada form yang tersedia. Setelah selesai, akun Anda sudah bisa digunakan. 

Sedangkan itu, untuk membuat ID Billing, Anda bisa melakukannya melalui beranda Ayo! Pajak. 

  1. Pilih layanan bayar pajak (E-billing)
  2. Lalu klik “buat kode billing”. 
  3. Popup Billing Baru akan muncul. Isilah kolom sesuai dengan keperluan Anda. 
  4. Klik tombol simpan untuk menyimpan data dan mendapatkan kode Billing. 
  5. Popup berisi informasi Billing yang telah Anda buat akan muncul. 

Semua jenis pajak dapat dibayarkan melalui E-Billing Ayo! Pajak. Memudahkan Anda untuk membayar pajak.

Itulah dia berbagai informasi mengenai cara membayar pajak online. Semoga informasi ini bisa membantu Anda. Jangan lupa gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Memudahkan urusan perpajakan Anda!

Banner General (kontak, download app)

Berkenalan dengan Tarif Pajak Dividen

tarif pajak dividen

Pemungutan pajak atas laba yang diterima oleh pemegang saham, pemegang polis asuransi, atau anggota koperasi yang mendapatkan bagian hasil usaha, disebut sebagai pajak dividen. Tarif pajak dividen sendiri akan berbeda tergantung dari pasalnya. Untuk bisa memahami hal yang satu ini, maka ada baiknya untuk mengenal berbagai hal yang berhubungan dengan pajak dividen. Berikut ini adalah informasi yang bisa membantu Anda.

Pengertian Pajak Dividen

Seperti yang sudah disampaikan di atas, pajak dividen merupakan pemungutan atas laba. Sesuai dengan undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, pasal 4 ayat 1 (g) tentang objek pajak adalah penghasilan. Salah satu di antaranya adalah dividen. Dengan nama dan dalam bentuk apapun. Termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Berdasarkan undang-undang perpajakan, dividen termasuk ke objek pajak dan terkena pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan (PPh)

Perlu digarisbawahi, tidak semua dividen merupakan objek pajak. Terdapat kondisi dimana laba yang diterima tidak menjadi objek pajak. Membuatnya tidak perlu mendapatkan PPh. Pembagian dividen akan menjadi:

Baca juga: Mekanisme Perhitungan PPh Badan

1. Dividen Bukan Objek Pajak

Pada pasal 4 ayat 3 huruf F, dividen yang diterima oleh Wajib Pajak meliputi perseroan terbatas (PT), koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang berdiri dan berkedudukan di Indonesia, tidak menjadi objek pajak selama memenuhi syarat:

  • Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
  • PT, BUMN atau BUMD yang menerima dividen memiliki saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetorkan.
  • Melanjutkan pasal tersebut pada huruf F, dividen dari modal yang merupakan dana pensiun tidak termasuk dalam objek pajak.

2. Dividen Objek Pajak

Dividen dengan kondisi atau syarat yang tidak disebutkan dalam pasal maupun ayat tersebut menjadi objek pajak. Namun penghasilan dividen yang terkena pemotongan PPh ini terbagi dua:

  • Penghasilan dividen menjadi objek pajak, tapi tidak terkena potongan atau pemungutan pajak penghasilan.
  • Penghasilan dividen menjadi objek pajak dan terkena pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan.

Untuk dividen objek pajak yang tidak terkena PPh, bentuknya seperti yang dijelaskan dalam pasal 23 ayat 4 adalah:

  1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
  2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
  3. Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);
  4. Bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;
  5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
  6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha. Atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Tarif Pajak Dividen

Ada tiga pasal yang mengatur pemotongan dan kondisi dividen yang menjadi objek pajak dan terkena pajak penghasilan. 

1. PPh Pasal 4 ayat 2: Dividen yang diterima/diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri dikenai PPh sebesar 10% dan bersifat final. Termasuk dividen dari perusahaan asuransi pada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi pada anggota koperasi.

2. PPh Pasal 23: Penerima penghasilan dividen ini merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). Potongan untuk laba ini sebesar 15% dari jumlah dividen, kecuali pembagiannya untuk pribadi maka akan dikenakan final, bunga dan royalti.

3. PPh Pasal 26: Tarif potongan pajak penghasilannya sebesar 20% atas jumlah bruto dividen dikenakan kepada penerima penghasilan dividen merupakan orang pribadi yang tinggal di luar negeri.  Serta perusahaan di luar negeri yang mengoperasikan usahanya melalui dalam bentuk usaha tetap di Indonesia dan perusahaan di luar negeri yang menerima penghasilan dari Indonesia tanpa melalui bentuk usaha tetap.

Itulah dia berbagai informasi yang bisa Anda gunakan untuk berkenalan dengan pajak dividen. Permudah urusan pajak Anda dengan AyoPajak. Merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.

Banner General (kontak, download app)

Pengertian, Jenis, dan Fungsi Bukti Potong Pajak

bukti potong pajak

Bukti potong pajak menjadi hal yang penting ketika pelunasan PPh dibebankan kepada pihak lain melalui pemotongan atau pemungutan. Wajib Pajak akan sangat membutuhkan dokumen ini. Mungkin sebagian dari Anda sudah tahu akan hal ini. Bagi yang masih asing, berikut ini adalah informasi yang bisa membantu untuk memahami pengertian, jenis, dan fungsi dari bukti potong pajak.

Pengertian Bukti Potong Pajak

Bukti pemotongan/pemungutan PPh berbentuk formulir atau dokumen lain yang dipersamakan dan dibuat oleh pemotong/pemungut PPh. Hal ini menjadi bukti atas pemotongan/pemungutan PPh yang dilakukan. Bukti ini juga menjadi cara untuk bisa menunjukan besarnya PPh yang telah dipotong/dipungut.

Dasar hukum yang mengatur hal ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan. Sesuai dengan yang disebutkan sebelumnya, dokumen berupa formulir. Bisa dalam bentuk kertas atau dokumen elektronik. Dibuat oleh pemotong PPh sebagai bukti atas pemotongan PPh.

Istilah pemotongan dipakai untuk pengenaan PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26. Sedangkan, pemungutan digunakan untuk pengenaan PPh Pasal 22. Istilah pemotongan dan pemungutan ini tentu saja berbeda. 

Pemotongan pajak adalah kegiatan memotong sejumlah pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukan. Hal ini menyebabkan penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan berkurang. Untuk pemungutan pajak, kegiatannya berbentuk pemungutan pajak terutang dari transaksi. Menambah besarnya jumlah tagihan. Sehingga jumlah yang harus dibayarkan pelanggan akhir akan bertambah. Kedua istilah ini sangat penting dalam pembuatan dokumen bukti potong.

Baca juga: 2 Cara Membuat Faktur Pajak Keluaran

Jenis Bukti Potong

Jenis bukti potong pajak akan dibedakan menjadi 4 jenis untuk PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26. Jenis-jenis tersebut adalah:

  1. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 (tidak final)/Pasal 26 (Formulir 1721-VI). Bukti pemotongan ini berguna untuk pemotongan PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap. Beberapa contohnya adalah tenaga ahli, bukan pegawai, dan peserta kegiatan.
  2. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 (final) (formulir 1721-VII). Formulir ini digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21. Bersifat final seperti PPh Pasal 21 atas pesangon atau honorarium yang diterima PNS. Dimana dananya berasal dari APBN atau APBD.
  3. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721-A1). Formulir ini digunakan untuk pegawai tetap atau penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala.
  4. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2). Formulir ini digunakan bagi pegawai negeri sipil atau anggota tentara nasional indonesia (TNI) atau anggota Polisi Republik Indonesia (Polri) atau pejabat negara atau pensiunannya.

Fungsi Bukti Potong Pajak

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan atau Pemungutan PPh. Menjelaskan kepastian hukum dan pedoman mengenai kejelasan pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain.

Poin-poin penting dalam pembuatan bukti pemotongan PPh sesuai PMK No. 12/PMK.03/2017 adalah:

  • Bukti potong PPh bisa digunakan sebagai kredit pajak
  • Bukti dari pemotongan bisa dimanfaatkan sebagai bukti pelunasan PPh
  • Bukti pemotongan PPh dapat berbentuk formulir kertas atau dokumen elektronik
  • Bisa dilakukan pembuatan ulang atau bahkan pembatalan bukti potong pajak pada kondisi tertentu

Itulah dia beberapa fungsi dari dibuatnya bukti potong pajak, sehingga ada kejelasan dari pajak yang dipotong/dipungut.

Begitulah informasi mengenai bukti potong pajak yang bisa kami sampaikan untuk Anda. Semoga hal ini bisa membantu untuk memahami dengan baik. Jangan lupa gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.

Banner General (kontak, download app)

Pengertian, Prinsip, dan Contoh Perhitungan Akuntansi Perpajakan

akuntansi perpajakan adalah

Akuntansi adalah hal yang sangat penting dalam dunia perpajakan, bahkan hampir setiap industri butuh akuntansi. Hal ini dibutuhkan untuk bisa membuat laporan perpajakan atau pembukuan yang akan membantu ketika audit atau pengecekan. Membuat semuanya terdata dengan baik. Bagi seorang tax officer atau akuntan pajak, pengetahuan ini tidak boleh ditinggalkan. Berikut ini adalah ulasan mengenai akuntansi pajak yang diharapkan bisa membantu Anda dalam memahaminya.

Pengertian dan Prinsip Akuntansi Perpajakan

Akuntansi perpajakan adalah cabang dari ilmu akuntansi Ilmu ini akan membahas segala hal mengenai pencatatan dan penyusunan laporan semua transaksi keuangan dalam mengetahui besarnya pajak yang harus dibayar Wajib Pajak (WP). Istilah akuntansi sendiri tidak berlaku sebelumnya di dunia perpajakan, lebih dikenal sebagai pembukuan. Namun seiring dengan perubahan zaman, sistem akuntansi menjadi kebutuhan tersendiri. Tidak ada hal signifikan yang membuat akuntansi pajak berbeda dengan akuntansi biasa, hanya saja laporan yang dihasilkan adalah laporan pajak.

Ada berbagai prinsip penting yang digunakan untuk bisa menghasilkan perhitungan yang tepat untuk akuntansi perpajakan. Prinsip tersebut adalah:

1. Kesatuan

Setiap perusahaan merupakan satu kesatuan ekonomi yang tidak dapat disatukan dengan entitas ekonomi lain. Seperti pemilik perusahaan atau lembaga lain yang secara hukum tidak memiliki hak.

2. Historis

Prinsip historis mewajibkan pencatatan keuangan yang real. Apabila perusahaan membeli sebuah aset seharga Rp200.000.000 tetapi dalam proses negosiasi akhirnya didapatkan harga Rp180.000.000, maka pencatatan yang harus dibukukan adalah senilai Rp180.000.000 karena inilah harga akhir yang dibayarkan.

3. Pengungkapan Penuh

Pencatatan aktivitas keuangan harus informatif dan detail. Setiap detail ini akan membantu. Tambahkan catatan kaki atau lampiran penting sebagai referensi.

Fungsi dari Akuntansi Perpajakan

Selain sebagai cara untuk bisa mengetahui seberapa besar pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak, ada beberapa fungsi lain yang dimiliki oleh akuntansi perpajakan ini. Fungsi-fungsi tersebut adalah:

1. Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis dalam urusan perpajakan masa depan akan semakin mudah. Data pembayaran pajak menjadi bahan penilaian untuk kinerja perusahaan dalam periode sebelumnya. Sehingga Anda akan dapat merencanakan bagaimana strategi kedepannya dalam urusan perpajakan.

2. Analisis

Berfungsi sebagai data yang bisa dianalisis. Berfungsi untuk mengetahui jumlah pajak yang menjadi tanggungan perusahaan di waktu mendatang. Proses pengurusan pajak akan semakin mudah.

3. Publikasi

Menjadi cara untuk bisa memberikan laporan keuangan untuk investor atau keperluan publikasi lainnya. Laporan pajak yang baik akan bisa memberikan perusahaan dinilai memiliki performa yang baik juga.

4. Pembanding

Dokumentasi mengenai data perpajakan setiap tahunnya akan sangat penting. Fungsinya adalah menjadi perbandingan yang bisa menunjukan perkembangan pajak dari tiap periode.

Baca juga: Unsur-unsur Pajak yang Berlaku di Indonesia

Contoh Perhitungan Akuntansi Perpajakan

Ada berbagai macam variabel yang harus dilengkapi sebelum menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan. Mulai PKP, PPh, dan lain-lain. Kita ambil contoh menghitung pajak terutang.

Rumusnya adalah seperti berikut ini:

25% x PKP = PPh badan

PPh Badan – PPh – PPh Pasal 23 = utang pajak

PT A memiliki penghasilan kotor sekitar 50 miliar, dengan PPh sekitar 2 miliar, PPh Pasal 23 sebesar 1 miliar, dan pengeluaran sebanyak 200 miliar. Untuk mengetahui berapa PKP perusahaan, kurangi penghasilan kotor dengan pengeluaran.

Berdasarkan rumus tersebut berarti PKP PT Berkah: 50 miliar – 20 miliar = 30 miliar.

Jadi pajak terutang PT A adalah:

25% x 10 miliar = 7,5 miliar

7,5 miliar –2 miliar – 1 miliar = 4,5 miliar.

Itulah dia informasi mengenai akuntansi perpajakan. Semoga pengetahuan ini bisa membantu Anda dalam memahami apa itu akuntansi perpajakan. Manfatkan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.

Banner General (kontak, download app)

Ikuti Cara Menghitung Debt to Equity Ratio

cara menghitung debt to equity ratio

Debt to equity ratio menunjukkan proporsi ekuitas dan hutang yang digunakan perusahaan untuk membiayai asetnya dan menunjukkan sejauh mana ekuitas seseorang dalam memenuhi kewajiban pajak. Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 tanggal 8 Oktober 1984. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa perhitungan pajak cukup sulit untuk dipahami secara umum. Namun berikut ini adalah informasi yang diharapkan bisa membantu Anda untuk memahami cara menghitung debt to equity ratio. Sehingga akan lebih paham dengan perhitungan pajak.

Cara Menghitung Debt to Equity Ratio

Debt to equity ratio ini adalah ukuran sejauh mana perusahaan membiayai operasinya melalui utang versus dana yang dimiliki sepenuhnya. Lebih khusus lagi, ini mencerminkan kemampuan ekuitas pemegang saham untuk menutupi semua hutang yang belum dibayar jika terjadi penurunan bisnis.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 ini akan membahas mengenai penentuan perbandingan antara utang dan modal sendiri dalam keperluan pengenaan pajak penghasilan. Sebelumnya, penetapan besarnya perbandingan utang dan modal setinggi-tingginya adalah tiga banding satu (3:1). Namun, peraturan ini sudah diperbarui pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan. Perbandingan saat ini menjadi empat banding satu (4:1). Keputusan dibuat untuk bisa mengembangkan dunia usaha menjadi lebih maju lagi. Pemerintah Indonesia memiliki batasan mengenai besarnya debt to equity ratio yang dianggap wajar. Demi menghindari perilaku penghindaran pajak penghasilan oleh Wajib Pajak. Situasi yang ingin dihindari adalah jika ada yang melaporkan tambahan modal dari pemilik sebagai hutang alih-alih sebagai ekuitas, guna memperbesar nilai biaya pinjaman sebagai pengurang pajak penghasilan. 

Pengecualian Debt to Equity Ratio

Berikut ini adalah daftar Wajib Pajak yang mendapat pengecualian untuk debt to equity ratio (DER). Seperti:

  • Wajib pajak bank.
  • Wajib pajak asuransi dan reasuransi.
  • Wajib pajak lembaga pembiayaan.
  • Wajib pajak dalam bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum dan pertambangan lain yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan dalam kontrak atau perjanjian yang dimaksud mengatur ketentuan batasan perbandingan antara utang dan modal.
  • Wajib pajak yang menjalankan usaha dalam bidang infrastruktur.
  • Wajib pajak yang seluruh penghasilannya dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. 

Baca juga: Informasi Tentang Proforma Invoice Dalam Transaksi Jual-Beli

Formula Debt to Equity Ratio

Dalam menghitung hal ini, ada formula yang bisa membantu Anda. Bentuknya adalah seperti ini:

Total Hutang / Total Ekuitas

Dalam berbisnis, utang sering digunakan untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Modal/ekuitas belum tentu bisa menjadi penjamin yang pasti ketika menjalankan suatu usaha atau perusahaan. Perusahaan akan sulit melakukan ekspansi bisnis yang membutuhkan modal lebih. Utang bisa membantu perusahaan untuk berkembang menjadi lebih jauh. Tetapi, ketika utang sudah mengalahkan ekuitas, maka masalah bisa terjadi. Ada resiko terjadinya kerugian. Debt to equity ratio berperan untuk tetap menjaga kestabilan suatu perusahaan.

DER juga menjadi kunci bagi investor untuk menilai perusahaan yang akan ditanamkan modal. Hutang lancar dan hutang jangka panjang menjadi poin utama dalam penilaian ini. Jika hutang lancar lebih besar dari pada utang jangka panjang, maka kondisi ini masih bisa dimaklumi. Utang lancar berarti utang operasi yang bersifat jangka pendek. Jika sebaliknya, maka akan ada pertimbangan yang matang sebelum menjadi investor dalam perusahaan tersebut.

Itulah sedikit penjelasan serta informasi cara menghitung debt to equity ratio. Semoga informasi yang satu ini bisa membantu dalam memahami mengenai DER ini. Gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.

Banner General (kontak, download app)

Mengenal Perhitungan PPh Pasal 22

perhitungan pph pasal 22

Dalam kegiatan perdagangan barang, dikenal salah satu pajak yaitu PPh pasal 22. Pajak Penghasilan Pasal 22 ini akan dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan. Baik ekspor, impor dan re-impor. Banyaknya variasi objek, pemungut, dan bahkan tarifnya, membuat ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit. Jika dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun PPh 23. Maka, berikut ini adalah informasi mengenai perhitungan PPh pasal 22. Semoga dengan informasi berikut ini Anda akan bisa terbantu dalam memahaminya.

Baca juga: PPh 22 Impor: Syarat, Bidang Usaha, dan Cara Mengajukan

Pengertian dan Perhitungan PPh Pasal 22

Berdasarkan UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) merupakan bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh satu pihak terhadap wajib pajak, berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. 

Diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan RI No. 92/PMK.03/2019, mengenai perubahan kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 membawa perubahan untuk PPh 22. Pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh Pasal 22. Menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Masih berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, objek dari pajak PPh 22 adalah barang yang menguntungkan. Baik untuk penjual ataupun pembeli dari transaksi tersebut. Secara spesifik, subjek pajak PPh Pasal 22 meliputi:

  • Badan Usaha (industri semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi)
  • Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM)
  • Produsen atau importir bahan bakar minyak
  • Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja
  • Pedagang pengumpul (pengumpul hasil hutan, perkebunan, pertanian, dsb).
  • Penjual barang sangat mewah

Sementara yang akan berwenang menjadi pemungut PPh Pasal 22 adalah:

  • Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
  • Bank Devisa yang mengurusi pemungutan PPh Pasal 22 untuk objek pajak terkait impor
  • Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
  • Bendahara Pemerintah yang melakukan pemungutan PPh Pasal 22 pada Pemerintah, baik pusat maupun daerah, instansi, serta lembaga negara lainnya yang terkait dengan pembayaran serta pembelian barang.

Baca juga: Informasi Pengecualian Pemungutan PPh 22

Menghitung Tarif PPh Pasal 22

Berikut ini adalah cara perhitungan PPh pasal 22

1. Tarif PPH pasal 22 Atas Impor

  • Menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
  • non-API = 7,5% x nilai impor;
  • yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.

2. Pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final).

3. Penjualan hasil produksi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak:

  • Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

4. Penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final.

5. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN).

6. Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai impor.

7. Atas Penjualan Barang Sangat Mewah

  • Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
  • Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
  • Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
  • Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
  • Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Itulah cara penghitungan PPh pasal 22 bagi Anda yang masih bingung. Menghitung hal ini akan bisa membantu Anda merencanakan ketika ingin membeli barang mewah. Manfatkan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.

Banner e-Faktur

Cara Menghitung PPn dan PPnBM dengan Mudah

Cara Menghitung PPn dan PPnBM dengan Mudah

Setiap transaksi yang dilakukan dalam proses jual beli barang dan jasa akan dikenakan pajak. Pajak ini disebut sebagai PPn atau Pajak Pertambahan Nilai. Untuk barang mewah, ada pajak tambahan yang harus ditambahkan, yaitu Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Kedua pajak ini menjadi hal yang harus diperhatikan. Untuk menghitung kedua jenis pajak ini, akan dibutuhkan cara tersendiri. Ketahui cara menghitung PPn dan PPnBM dengan mudah.

Cara Menghitung PPn dan PPnBM

Dalam ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013, perusahaan atau seorang pengusaha ditetapkan sebagai PKP, ketika transaksi penjualannya dapat melampaui jumlah Rp 4,8 miliar dalam setahun. Seorang PKP wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPn yang terutang. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dilaporkan secara bersamaan dengan PPn. Jika masih berada dalam satu periode pajak yang sama. Sebelum kita masuk tentang cara menghitungnya, mari mencoba mengenal kedua jenis pajak ini secara lebih lanjut. 

Apa itu PPn?

PPn adalah pungutan yang akan dikenakan dalam transaksi jual beli barang atau jasa. Pelanggan akhir lah yang akan menanggung beban ini. Bisa dilihat pada setiap struk perbelanjaan, akan ada tulisan PPn atau Value Added Tax (VAT). Tetapi yang akan melaporkan mengenai hal ini adalah PKP tempat Anda berbelanja.

Objek yang terkena PPn adalah:

  • Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
  • Impor Barang Kena Pajak
  • Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  • Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Baca juga: Cara Menghitung Pajak PPn dan PPh dengan Tepat

Apa itu PPnB?

Sedangkan itu, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) menjadi pajak yang akan dikenakan khusus untuk barang mewah setelah PPn. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen berpenghasilan tinggi. Sekaligus menjadi cara pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) UU PPN No. 42 Tahun 2009.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang PPn, PPnBM akan dikenakan terhadap beberapa barang berikut:

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan BKP tergolong mewah dalam daerah pabean dari kegiatan usaha atau pekerjaannya.
  • Impor barang kena pajak yang tergolong mewah.

PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Sehingga yang akan memungut PPnBM adalah pabrikan dari BPK mewah pada saat penyerahan atau penjualan. Untuk barang impor mewah, PPnBM akan dilunasi oleh importir bersamaan dengan PPn impor. PPnBM akan dipungut melalui faktur pajak.

Baca juga: Kebijakan Diskon Tarif PPnBM Untuk Sektor Otomotif

Menghitung PPn

Menurut ketentuan Undang-Undang No.42 tahun 2009 pasal 7 :

1. Tarif PPn (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).

2. Tarif PPn (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

  • Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
  • Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
  • Ekspor Jasa Kena Pajak

3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Untuk PPn, yang perlu dilakukan adalah mengalikan tarif PPn dengan harga barang. Jadi jika ada barang seharga Rp1.000.000 dengan PPn 10% maka:

10% x 1.000.000

= Rp100.000

Sehingga jumlah pajak pengeluaran yang harus dibayarkan adalah Rp100.000.

Menghitung PPnBM

Pengenaan tarif Barang Kena Pajak tergolong mewah digolongkan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut ini:

  • Tarif 10% = Kendaraan umum kategori tertentu, alat rumah tangga, alat pendingin, hunian mewah, televisi, dan minuman non-alkohol.
  • Tarif 20% = Kendaraan bermotor kategori tertentu, alat fotografi, berbagai jenis permadani, peralatan olahraga impor, dan barang.
  • Tarif 25% = Kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar, misalnya combi, pick up, dan minibus.
  • Tarif 35% = Minuman bebas alkohol, bahan berbahan kulit impor, batu kristal, bus, dan barang pecah belah.

Untuk menghitungnya digunakan rumus:

PPnBM terutang = DPP PPnBM X tarif pajak

Harga jual sedan diesel 1800 cc oleh PKP sebesar Rp220.000.000

PPn (10% X Rp220 juta) = Rp  22.000.000

PPnBM (40% X Rp220 juta) = Rp88.000.000

Total Harga jual termasuk PPn dan PPnBM = Rp330.000.000

Itulah dia cara menghitung PPn dan PPnBM yang bisa membantu Anda. Semoga informasi ini bisa bermanfaat. Jika membutuhkan bantuan mengenai perpajakan Anda, maka gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner e-Faktur

Pengertian, Manfaat, dan Cara Hitung NJOP

njop adalah

Ketika sedang berusaha ingin membeli rumah atau properti, ada satu jenis dokumen yang akan Anda jumpai. Hal ini cukup penting dalam hal perpajakan dari rumah atau properti yang ingin Anda beli. Biasa disebut sebagai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Dokumen NJOP menjadi sangat penting untuk Anda pahami. Karena nantinya akan berkaitan dengan seberapa besar dana serta pajak yang akan ditanggung dari transaksi jual beli properti/rumah. Nah, untuk bisa memahami lebih lanjut mengenai hal ini, berikut adalah berbagai informasi berguna yang bisa membantu Anda.

Mengenal Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah dokumen legal penting layaknya akta jual beli dan sertifikat hak milik. Mencakup bumi dan bangunan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengertian dari NJOP adalah NJOP harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Bisa juga jumlah taksiran harga bangunan dan tanah yang diperoleh dari perhitungan berdasarkan luas tanah dan bangunan. Namun,  jika tidak pernah terjadi jual beli, NJOP ini akan bisa ditentukan melalui perbandingan antara harga properti sejenis, nilai perolehan baru, dan NJOP pengganti.

NJOP menjadi penting karena berhubungan dengan Pajak Bumi dan Bangunan setelah transaksi selesai. Serta sebagai cara menentukan harga terendah dari properti. Maka akan sangat merugikan jika Anda tidak memahami hal ini ketika ingin membeli rumah atau properti.

Baca juga: Seluk Beluk Pajak Jual Beli Rumah

Manfaat dari NJOP adalah

Seperti yang sudah disebutkan di atas, beberapa manfaat dari hadirnya dokumen NJOP ini:

  • Mengetahui jumlah dana dan pajak yang mesti ditanggung dari transaksi jual beli rumah dan properti.
  • Mengetahui harga terendah rumah atau properti. Sehingga bisa memastikan apakah sebuah properti dijual terlalu mahal. Ataupun memastikan jika rumah dijual terlalu murah apakah karena ada masalah tertentu.

Manfaat yang sangat berguna ini menjadikan NJOP sebagai dokumen yang tidak boleh dilupakan dalam proses transaksi jual beli properti.

Baca juga: 3 Hal Utama Pajak Penjualan Rumah

Cara Menghitung NJOP

NJOP bisa berubah-ubah tergantung dengan naik turunya harga tanah dan properti bersangkutan. Harga properti yang berada di pusat kota tentu tidak sama dengan harga properti yang berada di pinggiran kota. Bisa saja kawasan yang berada di pinggiran kota atau sedikit pelosok dengan NJOP yang rendah akan mengalami kenaikan. Dipengaruhi oleh dengan semakin berkembangnya kawasan tersebut, karena harga tanah dan bangunan pun naik.

Berlandaskan UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB, Bab V, Ayat 2, NJOP akan ditetapkan 3 tahun sekali melalui keputusan Menteri Keuangan. Pengecualian diberikan untuk daerah yang mengalami perkembangan cukup pesat. NJOP akan diubah setahun sekali. 

Anda juga dapat menentukan harga rumah berdasarkan NJOP. Ikuti langkah berikut ini untuk bisa menghitungnya.

Sebelumnya, Anda harus tahu ketiga hal berikut ini:

  • Cari tahu mengenai NJOP/meter tanah dan bangunan di lokasi rumah
  • Hitung total luas tanah
  • Hitung total luas bangunan

Setelah mencari tahu NJOP/meter dan luas tanah dan bangunan, maka terapkan rumus ini yang bisa membantu dalam menghitung NJOP.

  • Total harga tanah = luas tanah x NJOP/meter tanah
  • Total harga bangunan = luas bangunan x NJOP/meter bangunan 
  • Nilai jual rumah = nilai harga tanah + nilai harga bangunan

Itulah berbagai informasi mengenai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), semoga informasi ini bisa membantu Anda dalam kegiatan jual beli properti. Jika membutuhkan bantuan mengenai perpajakan Anda, maka gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner General (kontak, download app)