Ketahui Penghasilan yang Dikenakan PPh Final dan Informasi Lainnya

penghasilan yang dikenakan pph final

Setiap penghasilan yang didapat pastilah dikenakan Pajak Penghasilan atau yang dikenal dengan PPh. Wajib pajak (WP) harus mengetahui bahwa ada penghasilan yang dikenakan PPh Final, ada pula PPh Tidak Final berdasarkan sifat pemungutan pajaknya. Perbedaan kedua jenis PPh tersebut terletak pada pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, baik untuk pribadi ataupun untuk badan usaha.

PPh Final adalah pajak penghasilan yang sifatnya langsung diberikan kepada WP saat menerima penghasilan dan tidak akan dihitung lagi dalam SPT Tahunan PPh, hanya melaporkannya. Jadi, si wajib pajak ini langsung menyetorkan PPh Final, tapi tetap perlu melaporkannya secara tertulis dalam formulir SPT Tahunan. Tujuan pelaporan ini sederhana, agar setiap pajak yang dibayarkan bisa didata dan diketahui rekam jejaknya.

Pembedaan pajak penghasilan menjadi PPh Final dan PPh Tidak Final ini tentu saja ada alasannya sendiri. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak ingin membantu wajib pajak dalam membayar kewajibannya kepada negara dengan cara yang lebih mudah dan tentunya efektif.

Jenis Penghasilan yang Dikenakan PPh Final

Wajib pajak juga harus mengetahui beberapa penghasilan yang dikenakan PPh Final. Selain bekerja, imbal balik hasil investasi atau keuntungan dari bisnis atau penjualan juga dikenakan pajak penghasilan. Tentunya, sebagai warga negara yang taat, kita juga harus lebih mengetahui apakah penghasilan tersebut dikenakan PPh Final atau tidak Final.

Ketentuan mengenai penghasilan yang dikenakan PPh Final juga diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Inilah beberapa kategori penghasilan yang dikenakan PPh Final:

  1. Bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi, dan Surat Utang Negara (SUN), dan bunga simpanan dari koperasi kepada anggotanya secara pribadi. 
  2. Hadiah undian. Pernah dengar istilah “hadiah dipotong pajak” ketika mengikuti sebuah undian berhadiah uang tunai? Itulah yang dimaksud PPh Final.
  3. Hasil dari investasi atau trading yang dilakukan, seperti transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif dari perdagangan di bursa, dan transaksi penjualan saham.
  4. Hasil dari transaksi pengalihan harta, seperti tanah, bangunan (keduanya bisa bersamaan atau terpisah), usaha jasa konstruksi, usaha real estate dan persewaan tanah dan/atau bangunan. Intinya, penghasilan apapun yang didapat dari sektor properti juga termasuk PPh Final.

Namun, ada juga kategori penghasilan lain yang pajaknya dihitung dengan PPh Final. Kategori penghasilan tersebut masih diatur dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Berikut ini adalah jenis penghasilan lain yang dikenakan PPh Final:

  1. Penghasilan neto (bersih) yang dihitung dengan Norma Penghitungan Khusus. Norma Penghitungan Khusus ini digunakan apabila ada penghasilan bersih dari wajib pajak tertentu yang tidak bisa dihitung berdasarkan Pasal 16 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983, sebesar 0,5% dari omzet kotor (bruto).
  2. Penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada WP Orang Pribadi dalam negeri, sebesar maksimum 10%. Peraturan ini ditetapkan dalam Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008.
  3. Selisih penilaian kembali harta (aktiva) bila ada ketidaksesuaian antara penghitungan unsur-unsur biaya dan penghasilan karena kenaikan harga (inflasi). Peraturan ini tercantum dalam pasal 19 UU PPh yang masih berlaku.
  4. Penghasilan dari pekerjaan dan jasa yang dilakukan oleh WP Orang Pribadi dalam negeri, seperti gaji, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lainnya. Peraturan ini ada dalam Pasal 21 UU PPh. 

Cara Pembayaran PPh Final

WP juga harus mengetahui bagaimana cara PPh final dibayarkan ke pemerintah, sehingga bisa mengetahui penghasilan bersih yang mereka terima. Biasanya, PPh Final dilakukan dengan cara pemotongan gaji atau upah yang diterima oleh pihak lain atau membayar setorannya secara mandiri.

PPh Final, baik yang dipotong maupun yang disetorkan sendiri, sebenarnya melunasi PPh terutang terhadap penghasilan yang termasuk kategori penghasilan di atas. Jadi, PPh Final tidak lagi dihitung dalam SPT Tahunan.

Bisa dikatakan kategori penghasilan yang dikenakan PPh Final memang lekat sekali dalam kehidupan kita. Pajak dari gaji, honorarium, bahkan deviden bagi para investor harus dipotong dengan menggunakan PPh Final. Tentunya, sebagai warga negara yang taat, Anda ingin melakukan kewajiban membayar pajak. Karena itu, AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP hadir sebagai aplikasi pajak online yang bisa membantu menghitung pajak Anda. Mau urusan perpajakan dipermudah? Hubungi saja AyoPajak segera.

Mengenal Peraturan PPh Final 0,5% untuk UMKM

peraturan pph final 0 5

PPh Final akan dikenakan pada Wajib Pajak yang memiliki penghasilan di bawah Rp 4,8 miliar dalam setahun. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, Usaha dengan penghasilan di bawah Rp 4,8 miliar per tahun masuk dalam kategori pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Khusus untuk UMKM, tarif PPh Final adalah 0,5%. Agar tidak salah ketika ingin menyetor dan melaporkan hal ini, maka ada baiknya kita mengenal berbagai informasi penting peraturan PPh Final 0,5 untuk UMKM ini. 

Peraturan PPh Final 0,5 untuk UMKM

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, tarif PPh Final yang dikenakan kepada pelaku UMKM adalah 0,5%. PP 23 Tahun 2018 ini sudah aktif sejak 1 Juli 2018, menggantikan PP Nomor 46 Tahun 2013. 

  • Melalui perubah ini, ada beberapa poin yang bisa menjadi perhatian para pelaku UMKM, yaitu:
  • Penurunan tarif PPh Final 1% menjadi 0,5% dari omzet, yang wajib dibayarkan setiap bulannya;
  • Wajib Pajak dapat memilih untuk mengikuti tarif dengan skema final 0,5%, atau menggunakan skema normal yang mengacu pada pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Pengaturan jangka waktu pengenaan tarif PPh Final 0,5% sebagai berikut:

  • Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu selama 7 tahun;
  • Bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer, atau Firma selama 4 tahun;
  • Bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas selama 3 tahun.

PPh Final sendiri merupakan pajak yang dikenakan dengan tarif dasar pengenaan pajak tertentu. Membuatnya tidak dapat diikutsertakan lagi dalam penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Terutang tahunan. Lalu juga tidak dihitung bersama penghasilan lain yang tidak final (non final) untuk dikenakan tarif progresif sesuai Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan PPh Final UMKM

Jika PPh Final UMKM dipotong oleh pihak ketiga sebagai pemotong pajak, untuk batas pembayaran akan jatuh pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sedangkan itu, jika PPh Final UMKM setorannya dilakukan sendiri, maka batas pembayaran akan jatuh pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. 

Sedangkan, batas waktu pelaporan PPh Final UMKM yaitu sebagaimana pelaporan SPT Tahunan PPh baik itu Orang Pribadi maupun Badan. Akan dilakukan pada waktu:

  • SPT Tahunan PPh Badan, 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak
  • SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak

Rumus PPh Final UMKM

PPh Final adalah jenis pajak yang perhitungannya cukup sederhana. Rumusnya adalah omzet x tarif PPh Final yaitu 0,5% tadi. Untuk bisa lebih memahaminya, mari kita lihat contoh ini:

Januari

Rp 18.000.000

Februari

Rp 12.000.000

Maret

Rp 12.000.000

April

Rp 16.000.000

Mei

Rp 15.000.000

Juni

Rp 11.000.000

 

Dari daftar penghasilan perbulan Anda, maka untuk bisa menghitung PPh Final adalah dengan cara mengalikan omzet per bulan dengan tarif PPh Final.

PPh Final Januari : 

= 18.000.000 x 0,5%

=  Rp90.000

Cara Pembayaran dan Pelaporan PPh Final

Dalam membayar atau menyetor PPh Final, ada beberapa cara. Yang pertama datang langsung ke KPP. Namun, Anda juga bisa membuatnya secara mandiri melalui DJP Online. Caranya adalah:

  1. Buka laman pajak online http://djponline.pajak.go.id/ dan masukkan nomor NPWP, kata sandi, dan kode keamanan. Klik “Login.”
  2. Pilih e-Billing
  3. Masukan data, untuk jenis pajak gunakan kode 411128 dan pada kode jenis setoran masukan 420.
  4. Isi masa pajak dan jumlah setoran PPh Final Anda.
  5. Selanjutnya klik ‘Buat Kode Billing’
  6. Ikuti langkah verifikasi
  7. Lalu akan muncul ringkasan Surat Setoran Elektronik, lalu kik cetak.
  8. Lakukan pembayaran melalui ATM atau Internet banking.

Khusus untuk PPh Final UMKM ini, pelaporannya akan direkap dalam SPT tahunan. 

Nah itu dia berbagai informasi penting mengenai peraturan PPh Final 0,5% untuk UMKM. Dalam mempermudah proses ini, gunakan e-Billing Pajak Online dari AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Jadi tidak perlu repot, yuk kunjungi website kami untuk informasi lebih lengkap.

Cara Lapor Pajak Online PPh Final

cara lapor pajak online pph final

Sebagai Wajib Pajak, tentu sudah menjadi kewajiban kita melaporkan segala bentuk pajak. Salah satu yang tidak bisa kita tinggalkan adalah pelaporan PPh Final. Penghasilan dari Wajib Pajak akan terbagi menjadi dua. Penghasilan yang menjadi objek pajak dan penghasilan yang bukan objek pajak. Untuk pengenaan pajak pun akan terbagi dua, PPh sesuai dengan pasal 17 dan PPh Final. Nah, untuk menghitung dan cara lapor pajak online PPh Final pun akan sedikit berbeda. Kali ini kita akan mempelajari hal yang satu ini.

Memahami Cara Lapor Pajak Online PPh FInal Anda

Pengertian dari Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang akan dikenakan tarif dasar pengenaan tertentu, berbeda dari skema secara umum. Sehingga, PPh Final tidak akan diikutsertakan lagi dalam penghitungan PPh Terutang Tahunan. 

PPh Final ini tidak akan dihitung kembali dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dengan penghasilan lainnya yang tidak tidak final (non final) untuk dikenakan tarif progresif sesuai Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

Sesuai dengan  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013, PPh Final akan dikenakan pada Wajib Pajak pribadi dan badan yang memiliki omzet usaha kurang dari Rp 4,8 miliar dalam setahun.

Berbagai Jenis PPh Final

PPh Final ini akan dikelompokan ke dalam beberapa jenis sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Pembagiannya adalah seperti di bawah ini:

PPh Final Pasal 4 ayat (2)

Ada 5 pengelompokan penghasilan yang dikenakan PPh Final sesuai Pasal 4 ayat 2, yaitu:

  • Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
  • Penghasilan dalam bentuk Hadiah Undian.
  • Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
  • Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan, Usaha Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
  • Penghasilan Tertentu lainnya.

PPh Final Dalam Pasal Lainnya

Yang termasuk pada kategori ini adalah PPh pada Pasal 15, Pasal 17 ayat (2c), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 26.

Pasal 15

Pajak Penghasilan Final berdasarkan Pasal 15 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 ini artinya PPh Final digunakan pada pengenaan pajak penghasilan netto yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus.

Pasal 17 ayat (2c)

Merujuk pada Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, tarif pajak penghasilan bersifat final yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final.

Pasal 19

Apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga, maka akan dikenakan PPh pasal 19 ini.

Pasal 21

Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak yang dipotong/dipungut atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.

Pasal 22

Pajak Penghasilan Final yang dikenakan sesuai Pasal 22 UU PPh ini dilakukan terhadap kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

Pasal 26

Sedangkan PPh Final berdasarkan Pasal 26 UU PPh ini adalah pajak bersifat final yang dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri atau Badan Usaha Tetap (BUT) atas Dividen, Bunga, Royalti, Imbalan, Hadiah, Pensiun, Premi swap, dan keuntungan karena pembebasan utang.

Cara Lapor Pajak Online PPh FInal

PPh Final akan dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan dan langsung disetorkan. Karena sifat pemungutannya yang seketika, PPh Final tidak lagi diperhitungkan dalam pelaporan SPT tahunan. Namun harus tetap harus dilaporkan.

Untuk itu kita harus mempersiapkan bukti potong dari jenis PPh yang akan dilaporkan, setelah itu langkah selanjutnya adalah:

  • Buka laman pajak online http://djponline.pajak.go.id/ dan masukkan nomor NPWP, kata sandi, dan kode keamanan. Klik “Login.”
  • Pilih menu e-Filing.
  • Klik ikon “Buat SPT”
  • Isi data formulir
  • Sistem akan mendeteksi otomatis jika ada data pembayaran pajak dari pihak ketiga. Gunakan data pembayaran itu untuk pengisian SPT.
  • Isi form sesuai data Anda
  • Akan muncul ringkasan SPT Anda dan pengambilan kode verifikasi, bisa melalui email maupun nomor telepon.
  • Masukkan kode verifikasi, lalu klik tombol “Kirim SPT.”
  • Cek email Anda, akan terlampir Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) SPT Tahunan PPh.

Nah itu dia cara lapor online PPh Final yang tidak terlalu sulit. Untuk mempermudah Anda, gunakan e-Filing Pajak Online dari AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Lapor pajak tidak perlu repot lagi. Yuk kunjungi website kami sekarang juga.

Informasi Cara Menghitung PPh Pasal 25

cara menghitung pph pasal 25

Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang ingin membayar pajak terhutangnya dengan cara angsuran? Namun, sebelum itu, apakah Anda sudah tahu bahwa ada Peraturan Perpajakan yang memperbolehkan Wajib Pajak untuk membayarkan pajaknya secara angsuran?

 

Di dalam Pajak Penghasilan 25, Anda dapat menemukan peraturan yang menyebutkan bahwa Wajib Pajak dapat membayarkan pajak secara angsuran. Lalu, apa itu PPh Pasal 25 dan bagaimana cara menghitungnya?

Pengertian PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 adalah kewajiban perpajakan yang dapat dibayar secara angsuran. Pajak ini diatur dalam Peraturan Perpajakan Nomor 23 Tahun 2018.

 

Adapun tujuan dari dibuatnya PPh Pasal 25 ini adalah untuk meringankan masyarakat dalam membayar kewajiban pajaknya. Jika Anda ingin membayar pajak terhutang yang telah dihitung dalam 1 tahun masa pajak sebelumnya, maka pembayaran tersebut harus dilakukan paling lambat di tanggal 15 setiap bulannya dan jika ada keterlambatan pembayaran, maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 2%.

 

Untuk besaran pajak yang harus dibayar, secara umumnya Anda cukup menghitung total penghasilan neto yang telah dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Namun, tentu saja setiap Wajib Pajak memiliki ketentuan yang berbeda-beda, sesuai dengan besaran penghasilan yang didapatkan.

Bagaimana Cara Menghitung PPh Pasal 25?

Sebelum mengetahui cara menghitung PPh Pasal 25, Anda harus terlebih dahulu membereskan seluruh laporan keuangan pada masa 1 tahun pajak sebelumnya. Kemudian, jumlah yang didapat akan dikurangi dengan Pajak Penghasilan sebagai berikut:

 

  • PPh Pasal 21: Tarif Pasal Ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP.
  • PPh Pasal 22: Pungutan sebesar 100% bagi yang tidak memiliki NPWP.
  • PPh Pasal 23: Potongan sebesar 15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah, serta potongan 2% berdasarkan sewa dan penghasilan yang lain juga imbalan jasa.
  • PPh Pasal 24: Pajak penghasilan yang dibayar atau terhutang di luar negeri dan boleh dikreditkan.

 

Bagi Anda yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi, maka ada 2 jenis angsuran PPh Pasal 25 yang dapat digunakan, yaitu:

 

  • Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu atau WP-OPPT: Untuk Wajib Pajak yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan oleh WP-OPPT adalah 0,75% dikali omzet bulanan yang didapat oleh tiap masing-masing tempat usaha.
  • Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu atau WP-OPSPT: Untuk Wajib Pajak yang termasuk ke dalam pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan oleh WP-OPSPT adalah besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikali Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).

 

Ketentuan Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan sesuai yang diatur oleh Dirjen Pajak adalah sebagai berikut:

 

  • Sampai Rp 50.000.000 = 5%
  • Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
  • Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
  • Di atas Rp 500.000.000 = 30%

 

Jika Anda merupakan Wajib Pajak Badan, maka pembayaran angsuran PPh Pasal 25 yang wajib dibayarkan adalah besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikali 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).


Jadi, itulah informasi seputar cara menghitung PPh Pasal 25 yang dapat digunakan jika Anda ingin membayar pajak secara angsuran. Bila ada pertanyaan seputar PPh Pasal 25 di atas, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP karena kami siap untuk membantu seluruh urusan perpajakan Anda kapanpun dibutuhkan.

Cara Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25

angsuran pph pasal 25

Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25

Tahukah Anda, bahwa kewajiban membayar pajak dapat diangsur dengan menggunakan peraturan perpajakan angsuran PPh Pasal 25. Masih banyak orang yang belum mengetahui tentang peraturan pajak penghasilan yang satu ini.

 

Untuk itu, melalui artikel ini, AyoPajak akan memberikan informasi lengkap seputar PPh Pasal 25 yang perlu Anda ketahui sebagai Warga Negara Indonesia yang menjalankan kewajiban perpajakan. Simak pembahasannya di bawah ini.

Apa Itu Angsuran PPh Pasal 25?

Berdasarkan Peraturan Perpajakan Nomor 23 Tahun 2018, PPh Pasal 25 merupakan kewajiban perpajakan yang dapat dibayar secara angsuran. Tentu saja, pajak ini dibuat dengan maksud dan tujuan yang sangat membantu bagi seluruh Wajib Pajak.

 

PPh 25 ini dapat digunakan untuk meringankan Wajib Pajak yang memiliki pajak terhutang. Untuk sistem pembayarannya, Wajib Pajak dapat membayar setiap bulannya paling lambat di tanggal 15 dan jika ada keterlambatan pembayaran, maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 2%.

Berapa Tarif yang Dikenakan untuk PPh Pasal 25?

Secara umum, berdasarkan peraturan mengenai PPh Pasal 25 yang diatur dalam PP 23 Tahun 2018, besaran angsuran yang harus dibayar oleh Wajib Pajak adalah penghasilan neto dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Namun, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, ada 2 jenis pembayaran ansuran PPh Pasal 25, yakni:

 

  • Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu atau WP-OPPT: Untuk Wajib Pajak yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan oleh WP-OPPT adalah 0,75% dikali omzet bulanan yang didapat oleh tiap masing-masing tempat usaha.
  • Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu atau WP-OPSPT: Untuk Wajib Pajak yang termasuk ke dalam pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan oleh WP-OPSPT adalah besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikali Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).

 

Untuk Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan sesuai yang diatur oleh Dirjen Pajak adalah sebagai berikut:

 

  • Sampai Rp 50.000.000 = 5%
  • Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
  • Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
  • Di atas Rp 500.000.000 = 30%

 

Khusus untuk Wajib Pajak Badan, maka pembayaran angsuran PPh Pasal 25 yang wajib dibayarkan adalah besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikali 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).

Bagaimana Sistem Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25?

Dalam menghitung berapa besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan, Anda harus terlebih dahulu menyelesaikan seluruh laporan keuangan dalam masa tutup buku tahunan. Kemudian, besaran angsuran terhutang tersebut dikurangi dengan Pajak Penghasilan sebagai berikut:

 

  • PPh Pasal 21: Tarif Pasal Ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP.
  • PPh Pasal 22: Pungutan sebesar 100% bagi yang tidak memiliki NPWP.
  • PPh Pasal 23: Potongan sebesar 15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah, serta potongan 2% berdasarkan sewa dan penghasilan yang lain juga imbalan jasa.
  • PPh Pasal 24: Pajak penghasilan yang dibayar atau terhutang di luar negeri dan boleh dikreditkan.

 

Jika Anda masih bingung dengan informasi seputar angsuran PPh Pasal 25 di atas, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Kami dapat membantu menyelesaikan seluruh urusan perpajakan Anda baik untuk Pajak Penghasilan Pasal 25, hingga pengisian SPT dan sebagainya.



PPh Pasal 24: Pengertian, Perhitungan, dan Mekanisme

pph pasal 24

Ada salah satu pajak penghasilan yang perlu Anda ketahui apabila menjalankan kewajiban perpajakan di luar negeri yaitu PPh Pasal 24. Pajak penghasilan ini diatur dalam Undang Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008. Lalu, apa saja yang diatur dalam PPh Pasal 24 dan bagaimana cara perhitungannya? Melalui artikel ini, AyoPajak akan membahas secara rinci mengenai PPh Pasal 24 yang perlu diketahui apabila Anda menjalankan perpajakan di luar negeri.

Apa Itu PPh Pasal 24?

Sebagaimana yang telah diatur dalam perundang-undangan pajak penghasilan mengatur tentang perhitungan besaran pajak terutang atas penghasilan yang didapat di luar negeri. Singkatnya, ketika Anda mendapatkan penghasilan dari luar negeri, maka ada peraturan pajak dari negara tersebut yang perlu dipatuhi. Pajak yang telah Anda bayarkan dapat dikreditkan agar dapat mengurangi besaran pajak terutang yang dimiliki di Indonesia. 

Adapun yang menjadi subjek pajak dari PPh Pasal 24 ini adalah Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki kewajiban perpajakan atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Berikut ini merupakan rincian sumber penghasilan dari luar negeri yang dapat dikreditkan sesuai dengan yang tercantum dalam UU Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008, yaitu:

  1. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;
  2. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
  3. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
  4. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
  5. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
  6. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;
  7. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan
  8. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Bagaimana Mekanisme Perhitungan PPh Pasal 24?

Untuk memahami mekanisme perhitungan PPh Pasal 24, kami akan memberikan ilustrasi studi kasus sebagai berikut:

Di tahun 2020, PT. Nusantara Jaya memperoleh pendapatan neto dari luar negeri sebesar 15 miliar rupiah dan dalam negeri sebesar 30 miliar rupiah. Sesuai peraturan perpajakan di negara tersebut, PT. Nusantara Jaya harus membayar pajak sebesar 15%. Untuk dapat menghitung total pajak terutang yang harus dibayarkan di Indonesia, maka pertama-tama Anda harus menjumlahkan total pendapatan neto keseluruhan yang menjadi 45 miliar rupiah. Selanjutnya, Anda dapat menghitung total PPh terutang yaitu:

15% x Rp45.000.000.000 = Rp6.750.000.000

Setelah mendapat total PPh terutang, maka selanjutnya Anda perlu menghitung berapa jumlah pajak maksimum yang dapat dikreditkan dengan rumus berikut ini:

(Penghasilan Neto dari Luar Negeri/Total Penghasilan) x Total PPh Terutang

(Rp15.000.000.000/Rp30.000.000.000) x Rp6.750.000.000 = Rp3.375.000.000

Melalui perhitungan di atas, maka total pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp3.375.000

Jadi, itulah seluruh informasi mengenai PPh Pasal 24 yang perlu Anda ketahui apabila memiliki sumber penghasilan dari luar negeri. Apabila ada pertanyaan seputar PPh Pasal 24 ini atau Anda membutuhkan bantuan dalam melakukan perhitungan penghasilan saat ini yang berhubungan dengan pasal ini, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga. AyoPajak siap membantu segala urusan perpajakan apapun dan kapanpun Anda butuhkan.

Banner General (kontak, download app)

Mengenal 6 Jenis Insentif PPh 21

insentif pph 21

Selama masa pandemi COVID-19, pemerintah memberikan insentif pajak kepada masyarakat dan salah satunya adalah insentif PPh 21. Pemberlakuan insentif pajak ini sudah dilakukan sejak April tahun 2020 dan terus diperpanjang mengingat situasi pandemi yang tak kunjung reda. Pemberian insentif pajak ini dilakukan oleh pemerintah agar para pelaku usaha dapat tetap menjalankan bisnisnya dan terus menggerakkan roda bisnis di negara Indonesia.

Seperti yang telah Anda ketahui, pergerakan ekonomi di Indonesia mulai melemah sejak wabah pandemi COVID-19 masuk ke negara kita. Bahkan perusahaan-perusahaan besar sekalipun banyak yang tidak mampu bertahan akibat wabah ini. Oleh karena itu, bagi Anda yang merupakan pelaku usaha di Indonesia perlu mengetahui berbagai insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah, termasuk insentif PPh 21. Simak informasi lengkapnya di bawah ini.

Insentif PPh 21 dan Insentif Pajak Lainnya dari Pemerintah

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23 Tahun 2020, setidaknya ada 6 insentif pajak termasuk insentif PPh 21 yang diberikan kepada masyarakat, yaitu:

1. Insentif PPh Pasal 21

Insentif PPh Pasal 21 diberikan kepada pegawai ataupun masyarakat yang memiliki penghasilan bruto setidaknya tidak lebih dari 16,6 juta rupiah per bulan atau 200 juta rupiah dalam setahun. Jika Anda memiliki penghasilan bruto yang demikian, maka insentif pajak ini dapat diterima sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam PMK nomor 9/2021.

Baca juga: Cara Pengisian e-SPT PPh 21

2. Insentif PPh Pasal 22

Insentif pajak selanjutnya yang diberikan kepada masyarakat adalah PPh Pasal 22. PPh Pasal 22 ini berlaku bagi para importir. Jika Anda merupakan importir yang masuk ke dalam 730 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat (lihat PMK 9/2021), maka akan dibebaskan pemungutan PPh Pasal 22. Tentu saja, ada persyaratan yang wajib dipenuhi untuk dapat menerima insentif PPh Pasal 22 ini yaitu importir harus terdaftar sebagai Wajib Pajak yang telah memiliki kode KLU atau Klasifikasi Lapangan Usaha.

3. Insentif PPh Pasal 23

Pemerintah juga memberikan insentif pajak kepada para pelaku usaha UMKM. Jika Anda merupakan pelaku UMKM yang sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang berbentuk koperasi, CV, Perseroan Terbatas (PT) ataupun firma (baca PP 23 tahun 2018 untuk melihat kriteria UMKM), maka berhak mendapatkan insentif PPh Pasal 23 yang berupa pembebasan kewajiban perpajakan. Adapun persyaratan bagi pelaku UMKM untuk mendapatkan insentif PPh Pasal 23 adalah penghasilan dengan peredaran bruto tidak boleh melebihi 4,8 miliar rupiah dalam 1 tahun. 

4. Insentif PPh Pasal 25

Insentif pajak juga diberlakukan bagi Wajib Pajak yang menjalankan salah satu usaha dari 1.018 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat. Jika Anda merupakan Wajib Pajak dari salah satu perusahaan di atas, maka sesuai yang tercantum dalam PMK 9/2021 para pemilik usaha tersebut berhak untuk mendapatkan insentif pajak berupa pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% dari angsuran yang seharusnya terutang. 

5. Insentif PPh Final Jasa Konstruksi

Pemberian insentif pajak selanjutnya diberlakukan bagi para pengusaha jasa konstruksi yang telah terdaftar dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI). Pemberian insentif PPh Final Jasa Konstruksi ini berupa pembebasan pajak penghasilan dan seluruh pajak akan ditanggung oleh pemerintah.

6. Insentif PPN

Insentif pajak yang terakhir adalah insentif PPN. Pemberian pajak ini berupa restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar. Sesuai yang diatur dalam lampiran PMK 9/2021, jika Anda merupakan Pengusaha Kena Pajak yang masuk ke dalam 725 bidang usaha tertentu, maka berhak untuk mendapatkan insentif PPN tersebut. 

Sekarang Anda sudah memahami insentif PPh 21 dan insentif pajak lainnya yang diberikan oleh pemerintah selama masa pandemi COVID-19 ini, bukan? Jika ada pertanyaan seputar insentif pajak ini dan bagaimana cara mendapatkannya, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga dan kami siap membantu Anda untuk segala urusan perpajakan yang dibutuhkan.

Banner General (kontak, download app)

Cara Pengisian e-SPT PPh 21

espt pph 21

Dalam melaporkan pajak penghasilan atau PPh 21, Anda perlu melakukan pengisian eSPT PPh 21 terlebih dahulu sebelum dapat dilaporkan melalui website Dirjen Pajak yaitu DJP Online. Seperti yang telah Anda ketahui, sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.09/PMK.03/2018 yang diberlakukan sejak tanggal 1 April 2018 yang lalu, seluruh pelaporan pajak harus dilaporkan secara online, termasuk SPT Masa PPh 21.

Apabila Anda masih belum mengetahui cara untuk menggunakan aplikasi e-SPT PPh 21 yang digunakan untuk mengisi pelaporan pajak penghasilan, melalui artikel ini, AyoPajak akan memberitahukan informasi penting seputar cara pengisian e-SPT PPh 21 dengan mudah. Simak pembahasannya di bawah ini.

Bagaimana Cara Pengisian eSPT PPh 21?

Untuk dapat mengisi e-SPT PPh 21, Anda perlu melalui 4 tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Unduh Aplikasi e-SPT PPh 21

Tahapan pertama yang perlu Anda lakukan sebelum dapat mengisi e-SPT PPh 21 yaitu mengunduh aplikasinya terlebih dahulu. Anda dapat menemukan aplikasinya melalui website pajak.go.id. Setelah aplikasi terunduh dan terinstal, maka selanjutnya Anda dapat membuka laman e-SPT PPh 21 kemudian pilih database yang akan dituju lalu login dengan menggunakan username serta password yang Anda miliki.

2. Mulai Pengisian SPT

Setelah Anda masuk ke dalam halaman utama e-SPT PPh 21, maka kita dapat memulai untuk melakukan pengisian SPT PPh 21. Berikut ini langkah-langkah untuk mengisi e-SPT PPh 21, yaitu:

  • Pilih menu ‘SPT’ – ‘Buat SPT’.
  • Pilih ‘Isi SPT’ – klik pada ‘Daftar Pemotongan Pajak’ (1721-1) untuk pegawai tetap – pilih ‘Satu Masa Pajak’.
  • Mulai isi data NPWP, Nama, Kode Objek Pajak, serta jumlah penghasilan bruto serta pajak penghasilan yang dipotong, lalu pilih ‘Simpan’.
  • Pilih ‘Tambah’ jika Anda ingin memasukkan data lainnya.
  • Apabila pelaporan pajak PPh 21 tersebut untuk pegawai tidak tetap, maka silakan pilih ‘Isi SPT’ – ‘Daftar Bukti Potong’ – ‘Tidak Final’ (1721-II).
  • Isi data NPWP, nama, NIK KTP, alamat, lalu pilih ‘Kode Objek Pajak’, kemudian isi form e-SPT sesuai dengan data yang dibutuhkan.
  • Setelah pengisian data selesai baik untuk e-SPT PPh 21 pegawai tetap maupun tidak tetap, langkah selanjutnya adalah masuk ke menu ‘Isi SPT’ – ‘SPT Induk’, dan Anda akan menemukan besaran jumlah pajak terutang.

3. Bayar PPh 21 Terutang

Ketika Anda telah mendapatkan besaran jumlah pajak terutang dari pelaporan PPh 21, maka tahapan selanjutnya adalah membayar pajak yang terutang tersebut. Caranya bagaimana? Anda hanya perlu mencatat besaran jumlah pajak terutang PPh 21 kemudian bayarkan melalui bank manapun. Kemudian, Anda akan mendapatkan bukti setor atau bukti pembayaran pajak terutang.

Di dalam bukti pembayaran pajak tersebut, Anda akan mendapatkan NTPN atau nomor yang dijadikan sebagai bukti bahwa pajak terutang telah dibayarkan. Lalu, kembali lagi kepada aplikasi e-SPT PPh 21, masukkan NTPN tersebut pada SSP (Surat Setoran Pajak) atau SSE (Surat Setoran Elektronik).

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 yang Harus Anda Pahami

4. Simpan Dokumen Pelaporan PPh 21

Tahapan terakhir untuk mengisi e-SPT PPh 21 ini adalah dengan menyimpan dokumen pelaporan PPh 21 tersebut. Caranya, pastikan seluruh data yang dimasukkan ke dalam e-SPT PPh 21 sudah tepat kemudian masuk ke dalam menu ‘Isi SPT’ – ‘SPT Induk’ – klik pada bagian ‘B.1 Daftar Pemotongan’ dan ‘B.2 Penghitungan PPh Sudah Sesuai’.

Selanjutnya, masuk pada bagian D dan Anda akan menemukan checklist untuk dokumen yang akan dilampirkan pada pelaporan SPT. Lalu, masuk ke bagian E dan Anda akan menemukan ‘Pernyataan dan Ttd Pemotong’, klik ‘Simpan’. Setelah data disimpan, Anda dapat melakukan ekspor dokumen dengan cara masuk ke menu ‘CSV’ – ‘Pelaporan SPT’, lalu pilih masa PPh 21 yang akan dilaporkan, kemudian klik ‘Buat File CSV’ dan pengisian e-SPT PPh 21 sudah selesai.

Jadi, mudah sekali bukan cara untuk mengisi e-SPT PPh 21 di atas? Jika Anda membutuhkan pengisian e-SPT PPh 21 untuk seluruh karyawan di perusahaan dan tidak ada orang finance yang dapat membantu, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga karena kami siap membantu untuk segala urusan perpajakan, termasuk pengisian e-SPT PPh 21.

Banner e-Filing

Penjelasan Tarif dan Perhitungan PPh 23

perhitungan pph 23

Perhitungan PPh 23 menjadi salah informasi yang perlu Anda pahami. Sebagai warga negara yang baik, tentu saja Anda perlu taat dalam membayar pajak, sekaligus memahami ketentuan pajak tersebut. PPh (pajak penghasilan) memang dibagi dalam beberapa pasal. Ada PPh Pasal 21, 22, 23, 24, dan 25. Namun pada kesempatan kali ini, AyoPajak akan menjelaskan tentang tarif dan perhitungan dari PPh 23. Simak ulasan selengkapnya!

Penjelasan Tarif PPh 23

PPh 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan berasal dari modal, penyerahan jasa, hadiah, hingga penghargaan, selain yang dipotong PPh 21. PPh 23 dikenakan ketika ada transaksi di antara dua belah pihak. Ada pihak penjual/penerima penghasilan/memberikan jasa yang akan dikenakan PPh 23. Sedangkan untuk pihak pembeli/pemberi penghasilan/menerima jasa akan memotong sekaligus melaporkan ke kantor pajak.

Untuk tarif dari PPh 23 dikenakan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang diberlakukan, yakni 15% dan 2%, tergantung dari objek pajaknya:

  1. Dikenakan 15% dari jumlah bruto untuk:
  • Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan bunga, final, dan royalti;
  • Hadiah dan penghargaan selain yang sudah dipotong PPh 21.
  1. Dikenakan tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
  1. Dikenakan tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa konstruksi, jasa manajemen, dan jasa konsultan.
  1. Dikenakan tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lain, seperti:
  • Jasa penilai;
  • Jasa aktuaris;
  • Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
  • Jasa hukum;
  • Jasa arsitektur;
  • Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
  • Jasa perancang;
  • Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan BUT;
  • Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
  • Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
  • Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
  • Jasa penebangan hutan.
  1. Untuk pihak yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh 23.
  1. Jumlah bruto yang dimaksud di sini adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayar, atau pembayarannya telah jatuh tempo oleh badan pemerintah, penyelenggara kegiatan, subjek pajak dalam mengeri, perwakilan perusahaan luar negeri, atau bentuk usaha tetap lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. Namun tidak termasuk:
  • Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
  • Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian);
  • Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
  • Pembayaran penggantian biaya (reimbursement), yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).

Jumlah bruto tidak berlaku:

  • Atas penghasilan yang dibayarkan berkaitan dengan jasa katering;
  • Dalam hal penghasilan yang dibayarkan berkaitan dengan jasa, telah dikenakan pajak bersifat final.

Baca juga: Memahami Tata Cara Pelaporan PPh 23

Perhitungan PPh 23

Sekarang waktunya melakukan perhitungan PPh 23 dengan contoh berikut:

PT Maju Jaya bergerak di bidang penerbitan buku dan percetakan. Pembayaran royalti untuk tiga orang penulis: Nana dengan NPWP 01.444.888.2.987.000, Ryan NPWP 01.888.555.2.456.000, dan David yang belum memiliki NPWP. Royalti untuk Nana sebesar Rp25.000.000, untuk Ryan sebesar Rp10.000.000, dan untuk David sebesar Rp5.000.000

Pembayaran bunga pinjaman kepada bank milik pemerintah dengan NPWP 03.111.222.2.541.000 untuk bulan Juli sebesar Rp1.500.000.

Perhitungan pajak adalah:

Nana 15% x Rp25.000.000 = Rp3.750.000

Ryan 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000

David 15% x Rp5.000.000 = Rp750.000

Karena David belum memiliki NPWP, maka dikenakan tambahan PPh sebesar 100% = 100% Rp750.000 = Rp750.000

Dengan begitu, David terkena pemotongan sebesar Rp750.000 + Rp750.000 = Rp1.500.000. 

Setelah pemotongan PPh 23, penulis baru bisa mendapatkan hasil hasil bukti pemotongan. 

Pembayaran atas bunga pinjaman kepada bank milik pemerintah dikenakan PPh 23 karena penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank merupakan pengecualian dalam PPh 23. 

Jadi itulah informasi tentang perhitungan PPh 23. Semoga informasi ini bermanfaat dan jangan lupa untuk menggunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner General (kontak, download app)

Cara Update e-Faktor 3.0 Terlengkap

cara update e-faktor 3.0

Seluruh wajib pajak yang berstatus PKP sudah wajib menggunakan e-Faktor 3.0. Namun jika Anda sudah menggunakan e-Faktor edisi sebelumnya, yakni versi 2.2, maka sudah waktunya melakukan update. Untuk cara update e-Faktor 3.0, sebenarnya mudah saja. Jika masih bingung bagaimana caranya, berarti Anda berada di dalam artikel yang tepat. AyoPajak telah merangkum informasi cara update e-Faktor 3.0 di bawah ini. Simak informasi selengkapnya!

Panduan Cara Update e-Faktor 3.0

Total ada enam langkah dalam melakukan update e-Faktor 3.0. Ikuti panduan praktis yang telah diberikan di sini.

1. Backup database e-Faktor

Cara pertama yang harus Anda lakukan adalah melakukan backup database dari e-Faktor. Backup wajib dilakukan agar data-data yang sebelumnya Anda miliki tidak hilang ketika proses update berlangsung. 

Untuk melakukan backup, buka folder aplikasi e-Faktor, cari folder db, lalu lakukan copy-paste ke folder di luar e-Faktor. Dengan begitu, Anda memiliki backup data jika tiba-tiba ada informasi yang hilang ketika proses update selesai.

2. Unduh File Update Patch e-Faktor 3.0

Jika sudah melakukan backup database dari versi lama, Anda bisa mulai mengunduh file update patch e-Faktor 3.0. Ada beberapa file update patch e-Faktor 3.0 sesuai spesifikasi komputer, seperti

Windows 32 bit, Windows 64 bit, Linux 32 bit, Linux 64 bit, dan Mac 64 bit yang dapat diunduh di sini. Anda wajib mengunduh salah satu file update patch tersebut agar bisa e-Faktor versi terbaru.

3. Extract File Update Patch

Setelah melakukan pengunduhan file update patch tersebut, extract file itu. Di dalamnya terdapat tiga aplikasi yang diberikan nama ETaxInvoice, ETaxInvoiceMain, ETaxInvoiceUpd. Anda harus memastikan ketiganya sudah ada di dalam extract file tersebut. Jika ternyata tidak lengkap, maka proses update tidak akan berjalan dengan lancar. 

4. Copy Paste File Update

Tiga file tersebut dapat Anda copy-paste ke folder aplikasi e-Faktor versi lama, yakni 2.2. Masukkan ketiganya ke dalam folder agar proses update bisa dilakukan. Jika ternyata terdeteksi ada file yang sama dengan salah satu dari ketiganya, Anda bisa menimpa atau replace saja. Dengan begitu, file tersebut akan diganti versi terbaru.

5. Mulai Proses Update

Sekarang waktunya Anda memulai proses update dengan mengklik file ETaxInvoiceUpd. Dengan mengklik file itu, proses update mulai berjalan secara otomatis. Tunggu beberapa saat selama aplikasi melakukan update. Jika proses update sudah selesai, Anda dapat mengubah nama (rename) file ETaxInvoiceUpd menjadi ETaxInvoiceUpd_OLD. 

6. Cek Update

Proses update telah berhasil Anda lakukan, namun apakah memang sudah benar-benar menjadi versi 3.0? Anda bisa mengecek update ini dengan membuka aplikasi ETaxInvoice dan lakukan login. Ciri-ciri update e-Faktor yang berhasil adalah buka menu Prepopulated Data, lalu cek versi aplikasi. Jika sudah tertulis 3.0, maka aplikasi e-Faktor ini telah berhasil Anda update. Mudah, bukan?
Jadi itulah cara update e-Faktor 3.0 yang dapat Anda lakukan sekarang juga. Semoga informasi ini bermanfaat dan jangan sampai Anda masih menggunakan aplikasi versi lama karena membuat proses perpajakan Anda menjadi terhambat. Untuk pengurusan pajak, Anda bisa mendapatkan dukungan AyoPajak yang telah berpengalaman dalam hal perpajakan. Ayo gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.