Pengertian PPh Pasal 15

pph pasal 15

Ada banyak jenis penghasilan yang diatur dalam UU PPh atau Pajak Penghasilan. Tidak hanya mengatur perihal jenis-jenis penghasilan yang Anda terima, UU ini juga mengatur banyak hal lain. Dimulai dari objek pajak, tarif pajak, mekanisme penghitungan, pembayaran, sampai termasuk tenggat waktu yang ditetapkan.

Peraturannya juga beragam, tergantung pada jenis penghasilan dan siapa Wajib Pajaknya. Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) umumnya akan memiliki beberapa perbedaan terapan pajak dari Wajib Pajak Badan (WPB). Anda pun bisa melihat perbedaan dari sisi tarif pajak yang dikenakan sampai perbedaan di masa atau tenggat pembayaran.

Pada artikel kali ini, Anda akan membaca lebih banyak tentang PPh Pasal 15, salah satu peraturan yang juga diatur dalam UU PPh. Berikut ulasan lengkapnya.

Definisi PPh Pasal 15

Sebelum masuk ke penjelasan lebih jauh soal UU PPh Pasal 15, ada baiknya Anda tahu dulu definisi dari regulasi pajak yang satu ini. Pada dasarnya, PPh Pasal 15 ini berbicara tentang jenis pajak penghasilan yang diambil dari Wajib Pajak, terutama mereka yang berkecimpung dalam industri penerbangan internasional, pelayaran, serta perusahaan asuransi milik asing.

Selain industri-industri tersebut, sebenarnya masih ada bidang lain yang juga dikenakan PPh Pasal 15. Misalnya perusahaan investasi yang bergerak dalam bentuk build-operate-transfer (bangun-guna-serah). Perusahaan ini biasanya terkait di proyek-proyek infrastruktur. Selain itu, ada juga perusahaan pengeboran minyak yang wajib dikenakan PPh Pasal 15.

Baca juga: PPh Pasal 24: Pengertian, Perhitungan, dan Mekanisme

Pembayaran dan Penyampaian Laporan

Setiap tanggal 20 di bulan yang sama pembayaran penghasilan diterima, Anda harus menyerahkan laporan PPh. Untuk tanggal jatuh temponya bisa bervariasi, tergantung pada jenis PPh itu sendiri. Berikut dijabarkan beberapa di antaranya yang diatur dalam regulasi perpajakan yang satu ini.

  • Perusahaan pelayaran wajib bayar paling lambat setiap bulan di tanggal 10. Pembayaran setelah faktur pajak sudah dibuat.
  • Perusahaan pelayaran dalam negeri, pengiriman asing dan/atau perusahaan penerbangan wajib bayar (diambil oleh pemungut cukai) paling lambat di tanggal 10. Pembayaran dilakukan di bulan yang sama setelah faktur pajak dibuat. Jika yang Wajib Pajak membayar langsung, maka pembayaran dilakukan paling lambat tanggal 15 di bulan yang sama setelah faktur sudah dibuat.
  • Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dengan kantor perwakilan di Indonesia tanpa perjanjian bilateral di bawah Perjanjian Pajak Indonesia, pajak wajib dibayar di bulan yang sama setelah menerima penghasilan, selambat-lambatnya di tanggal 15.
  • Pihak kemitraan perjanjian bangun-guna-serah (BOT) wajib bayar pajak ini pada bulan di mana masa BOT sudah selesai. Pembayaran paling lambat di tanggal 15 bulan tersebut.

Tarif PPh Pasal 15

Adapun tarif pajak yang dikenakan dalam PPh Pasal 15 ini juga berbeda. Berbeda-beda bergantung pada jenis industri bisnis tersebut. Berikut penjabarannya.

  • Perusahaan pelayaran dengan laba bersih 6% dari omzet bruto, maka PPh yang dikenakan sebesar 1,8% omzet bruto.
  • Perusahaan pelayaran dalam negeri dengan laba bersih 4% dari omzet bruto, maka PPh yang dikenakan sebesar 1,2% omzet bruto.
  • Perusahaan pelayaran asing dan/atau maskapai penerbangan dengan laba bersih 6% dari omzet bruto, maka PPh yang dikenakan sebesar 2,64% omzet bruto.
  • WPLN dengan kantor perwakilan di Indonesia tanpa perjanjian bilateral di bawah P3B dengan laba bersih 1% dari Nilai Ekspor Bruto, maka penyelesaian PPh yang dikenakan sebanyak 0,44% dari Nilai Ekspor Bruto.
  • Pihak kemitraan perjanjian bangun-guna-serah dikenakan PPh 5% dari bruto nilai tertinggi nilai pasar dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Objek PPh Pasal 15

Terakhir, objek PPh Pasal 15. Sesuai dengan regulasi yang sudah diatur, semua nilai pengganti atau imbalan dalam bentuk uang yang didapat oleh pihak Wajib Pajak didasarkan pada perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang sudah dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain yang ada di Indonesia dan/atau dari pelabuhan Indonesia menuju pelabuhan luar negeri. Inilah objek pajak PPh Pasal 15.

Hal lain yang perlu diperhatikan, Wajib Pajak terutama perusahaan penerbangan dalam negeri merujuk pada Wajib Pajak perusahaan penerbangan yang berlokasi di Indonesia. Wajib Pajak ini juga memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter di atas. Perjanjian charter ini meliputi sewa ruangan pesawat udara (space charter) baik itu untuk orang atau barang. Jangan lupa gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner General (kontak, download app)

Apa Dasar Hukum Pajak Jual Beli Tanah?

pajak jual beli tanah

Pajak jual beli tanah adalah pajak yang dibebankan saat seseorang melakukan transaksi jual beli tanah. Ya, selain menyerahkan atau menerima uang dari transaksi tersebut, Anda juga wajib membayarkan komponen biaya lain. Salah satunya adalah pajak jual beli tanah.

Pajak ini dibebankan kepada kedua belah pihak yang melakukan transaksi, baik itu penjual maupun pembeli. Bagi penjual tanah, pajak tersebut masuk dalam kategori Pajak Penghasilan (PPh). Sedangkan bagi pembeli tanah, pajak tersebut digolongkan sebagai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Lalu, bagaimanakah dasar hukum pajak jual beli tanah itu sendiri?

Dasar Hukum Jual Beli Tanah

Aturan mengenai pajak jual beli tanah telah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah (PP) khusus. Dasar hukum jual beli tanah, terutama untuk pihak penjual, telah diatur dalam PP No. 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atau Penghasilan yang didapat dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

Sedangkan untuk pihak pembeli, dasar hukum jual beli tanah telah termaktub dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP), tepatnya pada Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2.

Kapan Harus Membayar Pajak Jual Beli Tanah?

Waktu pembayaran pajak pun harus diperhatikan baik-baik. Sebab, PPh merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan akta jual beli yang sah. Artinya, Anda tidak bisa mengajukan pembuatan akta jual beli tanah jika belum menyelesaikan kewajiban pajak jual beli tanah.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berhak menolak atau membatalkan pengajuan pembuatan akta jual beli tanah Anda. Ketentuan ini telah diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tepatnya Pasal 39, Ayat 1 g.

Perlu diingat, kwitansi pembayaran tanah pun tidak dapat menggantikan pembayaran pajaknya. Pada dasarnya, kwitansi tersebut hanya memuat rincian transaksi jual beli tanah saja tanpa ada komponen biaya penyerta lain. Sehingga, tidak bisa dijadikan bukti bahwa Anda telah melakukan pembayaran pajak jual beli tanah.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 

Lalu, bagaimana dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)? Seperti yang telah dibahas pada poin sebelumnya, BPHTB adalah pungutan atas transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan yang dibebankan kepada pihak pembeli.

Dalam sejarahnya, BPHTB mulanya dipungut oleh pemerintah pusat. Namun setelah dikaji ulang maka ketentuan tersebut diubah melalui Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Aturan tersebut mulai berlaku pada tahun 2011 dan sejak saat itu, BPHTB dipungut oleh pemerintah daerah.

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Penjualan Tanah

Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Agar Anda tidak salah dalam membayarkan BPHTB, perlu diketahui dasar pengenaannya. Dasar pengenaan BPHTB dihitung dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dengan tarif 5% dari total NPOP ditambah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Dari penghitungan tersebut, Anda bisa mengetahui berapa besaran BPHTB yang harus dibayarkan.

Apa sebenarnya NJOP itu? NJOP adalah harga transaksi jual beli tanah yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Lalu, bagaimana jika tanah merupakan hibah atau warisan? Anda bisa menentukan NJOP dari harga pasaran umum tanah. Jadi, tidak mengherankan jika NJOP satu daerah bisa berbeda dengan daerah lainnya.

Untuk menentukan harga tanah, pihak pembeli dan penjual bisa bersepakat untuk menggunakan NPOP atau NJOP. Intinya, harga tersebut disepakati oleh kedua belah pihak. Jangan sampai keputusan yang diambil adalah keputusan sepihak karena bisa menimbulkan masalah di masa mendatang.

Dengan mengetahui dasar hukum jual beli tanah, diharapkan kasus sengketa yang berkaitan dengan tanah bisa diminimalisir. Jika Anda memang masih ragu dalam urusan perpajakan, jangan ragu untuk menggunakan aplikasi perpajakan seperti AyoPajak. Aplikasi AyoPajak menggunakan sistem yang praktis serta telah diawasi oleh DJP, sehingga aman digunakan. Yuk, gunakan aplikasi AyoPajak untuk urusan perpajakan Anda!

Banner General (kontak, download app)

Informasi Objek Pajak Penghasilan yang Wajib Dipahami

objek pajak penghasilan

Pajak penghasilan seringkali dianggap sebagai pajak yang ketentuannya rumit. Salah satunya adalah karena pajak penghasilan ada banyak sekali jenisnya. Selain itu, masih banyak wajib pajak penghasilan yang kesulitan dalam menentukan objek pajak penghasilan mereka. Untuk membantu Anda, mari pelajari bersama uraian mengenai objek pajak penghasilan berikut ini.

Mengenal Tentang Pajak Penghasilan

Sebelum membahas tentang objek pajak penghasilan, sebaiknya Anda sudah paham betul pengertian dari pajak penghasilan itu sendiri. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan, baik itu penghasilan perorangan, perusahaan, maupun badan hukum lainnya. Ketentuan mengenai pajak penghasilan sendiri diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Kategori Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Ada pajak penghasilan yang dibebankan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan ada juga yang dibebankan pada wajib pajak badan.

Pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dibagi lagi menjadi pegawai, bukan pegawai, dan pengusaha. Sedangkan pajak penghasilan yang dibebankan kepada perusahaan atau badan hukum lain dapat mencakup subjek pajak yang bekerja di perusahaan tersebut serta objek pajak perusahaan yang memang dikenai pajak.

Baca juga: Ketahui Cara Lapor Pajak Penghasilan Secara Online

Objek Pajak Penghasilan

Lalu, apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan? Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP), objek pajak penghasilan itu termasuk setiap tambahan uang maupun dana yang diperoleh atau diterima Wajib Pajak, entah itu yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia. Tambahan kemampuan ekonomis tersebut dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Apa saja yang bisa dianggap sebagai objek pajak penghasilan? Berikut rinciannya:

  1. Imbalan yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk di dalamnya adalah gaji, upah, tunjangan, bonus, komisi, uang pensiun, gratifikasi atau imbalan berbentuk lain.
  2. Hadiah yang didapat dari undian, pekerjaan, kegiatan atau penghargaan.
  3. Laba usaha.
  4. Keuntungan yang diperoleh dari perdagangan maupun perpindahan harta, yang meliputi:
    1. Keuntungan dari perpindahan harta untuk perseroan atau badan hukum lain sebagai pengganti saham atau penambahan modal.
    2. Keuntungan dari perpindahan harta untuk pemegang saham.
    3. Keuntungan yang disebabkan oleh likuidasi, penggabungan, atau re-organisasi dalam bentuk dan nama apapun.
    4. Keuntungan dari perpindahan harta seperti hibah atau sumbangan.
    5. Keuntungan dari penjualan atau pengalihan hak penambangan.
  5. Penerimaan kembali dari pelunasan pajak.
  6. Bunga.
  7. Dividen.
  8. Royalti.
  9. Sewa.
  10. Penerimaan atas pembayaran berkala.
  11. Keuntungan yang didapat dari pembebasan utang.
  12. Keuntungan dari selisih kurs mata uang asing.
  13. Keuntungan dari penilaian kembali aktiva.
  14. Premi asuransi.
  15. Iuran yang diterima dari perkumpulan. Dengan catatan, anggota perkumpulan tersebut merupakan wajib pajak.
  16. Netto dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
  17. Pendapatan usaha berbasis syariah.
  18. Imbalan bunga.
  19. Surplus Bank Indonesia. 

Baca juga: Inilah Cara Menghitung Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Objek yang Dikecualikan dari Objek Pajak

Meski begitu, ada beberapa benda atau jasa yang dikecualikan dari objek pajak. Artinya, barang tersebut tidak bisa dikenakan pajak penghasilan. Apa saja yang bisa dikecualikan dari objek pajak penghasilan?

  1. Bantuan atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia. Bantuan tersebut juga harus diterima oleh lembaga keagamaan yang disahkan oleh pemerintah.
  2. Harta hibah dengan penerima adalah keluarga sedarah dalam garis keturunan satu derajat. Selain itu, harta hibah kepada badan pendidikan, badan sosial, dan orang pribadi yang menjalankan usaha kecil juga dikecualikan dari objek pajak penghasilan.
  3. Warisan.
  4. Setoran tunai pengganti saham atau penyertaan modal.
  5. Imbalan yang berbentuk natura dan/atau kenikmatan.
  6. Pembayaran yang dilakukan perusahaan asuransi kepada orang pribadi.
  7. Dividen yang diterima perseroan terbatas.
  8. Iuran dana pensiun.
  9. Penghasilan dari modal dana pensiun.
  10. Beasiswa.
  11. Bantuan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Bisa dibilang, detail mengenai objek pajak penghasilan sangat rumit. Agar Anda tidak salah dalam melakukan pembayaran pajak, ada baiknya untuk menggunakan aplikasi perpajakan seperti AyoPajak. Dengan AyoPajak, Anda tidak hanya bisa mendapatkan informasi mengenai pajak, tapi juga bisa melakukan pelaporan dan pembayaran pajak lebih mudah. Gunakan aplikasi AyoPajak sekarang juga!

Banner e-Filing

4 Fungsi Pajak dalam Kehidupan Bernegara

fungsi pajak adalah

Mengetahui fungsi pajak adalah keharusan bagi setiap Wajib Pajak. Dengan memahami tentang fungsi pajak, maka Wajib Pajak pun bisa lebih tertib dalam menjalankan kewajiban pajaknya. Saat semua orang patuh melaksanakan kewajiban pajaknya, maka kehidupan bernegara pun akan semakin tentram.

Berbicara tentang kehidupan bernegara, secara garis besar fungsi pajak adalah fungsi yang dibagi menjadi empat kategori. Nah, agar Anda lebih memahami perihal fungsi pajak, simak uraian mengenai fungsi pajak dalam kehidupan bernegara berikut ini.

Pengertian Pajak

Sebelum masuk ke pembahasan mengenai fungsi pajak dalam kehidupan bernegara, ada baiknya Anda mengetahui tentang pajak itu sendiri. Jika menyadur Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak didefinisikan sebagai sebuah kontribusi yang diwajibkan negara terhadap orang pribadi atau badan dengan sifat yang memaksa sesuai dengan Undang-Undang di mana pajak akan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari sini dapat dipahami bahwa salah satu fungsi pajak adalah sebagai kewajiban bagi warga negara, baik itu orang pribadi maupun badan kepada negara sebagai Wajib Pajak. Pajak juga bersifat memaksa dan seluruh ketentuannya telah diatur dalam Undang-Undang. Adanya pajak ditujukan agar kemakmuran rakyat bisa tercipta.

Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Pajak?

Fungsi Pajak dalam Kehidupan Bernegara

Nah, setelah mengetahui apa itu pajak, sekarang mari masuk dalam pembahasan mengenai fungsi pajak dalam kehidupan bernegara. Secara garis besar, fungsi pajak dalam kehidupan bernegara ada empat yakni:

  1. Fungsi anggaran
  2. Fungsi mengatur
  3. Fungsi stabilitas
  4. Fungsi retribusi pendapatan

Pembahasan mengenai masing-masing fungsi dapat Anda simak dalam poin-poin berikut ini.

1. Fungsi anggaran

Fungsi pajak adalah fungsi anggaran atau budgeter yang berperan penting dalam kehidupan bernegara. Pajak menjadi salah satu pendapatan negara yang kemudian digunakan untuk membiayai anggaran-anggaran negara. Dengan begitu, seluruh tugas rutin negara, pembangunan negara pun dapat dilaksanakan.

Salah satu pemanfaatan pajak terkait dengan anggaran negara adalah pajak untuk pembiayaan rutin belanja pegawai, belanja barang, dan juga pemeliharaan. Dengan adanya pajak yang dibayarkan oleh setiap Wajib Pajak, maka tugas rutin tersebut pun bisa berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada hambatan.

Perlu diingat, untuk keperluan pembiayaan pembangunan, pemerintah menggunakan tabungan pemerintah. Apa itu tabungan pemerintah? Tabungan pemerintah berasal dari penerimaan dalam negeri yang kemudian dikurangi pengeluaran rutin. Nah, pajak tergolong sebagai penerimaan dalam negeri. Artinya, pajak yang Anda bayarkan juga dipakai dalam pembiayaan pembangunan negara.

2. Fungsi mengatur

Fungsi pajak selanjutnya adalah fungsi mengatur atau regulerend. Bagaimana pajak memiliki fungsi mengatur? Pada fungsi ini, pajak bertindak sebagai alat untuk mencapai tujuan negara. Pertumbuhan ekonomi negara dapat diatur melalui regulasi atau kebijakan terkait pajak.

Hal ini bisa Anda lihat dalam penerapan kebijakan tarif PPh Final 0,5%. Kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 ini mengatur beban pajak para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Dengan adanya kebijakan ini, maka diharapkan masyarakat akan tertarik untuk memulai UMKM dan para pelaku UMKM yang ada pun bisa masuk dalam sistem perpajakan negara.

Contoh lain adalah kebijakan keringanan pajak. Kebijakan ini memiliki banyak manfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah untuk mendorong penanaman modal oleh investor dari dalam maupun luar negeri. 

3. Fungsi stabilitas

Selanjutnya ada fungsi stabilitas. Apa yang dimaksud dengan fungsi stabilitas ini? Pajak memiliki peranan dalam menjaga keseimbangan perekonomian negara. Dengan pajak, pemerintah bisa mengeluarkan dan menjalankan kebijakan mengenai stabilitas harga. Jadi, negara bisa menghindari terjadinya inflasi. Kebijakan yang terkait dengan stabilitas ini antara lain kebijakan tentang peredaran uang, pemberlakuan bea masuk, PPN impor, pajak yang efisien, hingga pemungutan pajak. 

4. Fungsi redistribusi pendapatan

Terakhir, pajak juga bisa berfungsi sebagai redistribusi pendapatan. Fungsi ini masih berhubungan dengan kemakmuran rakyat yang disebutkan dalam Undang-Undang tentang KUP. Dengan adanya pajak, maka pemerintah dapat membuka lapangan pekerjaan baru hingga terjadi penyerapan tenaga kerja. Pendapatan masyarakat pun semakin merata.

Banner General (kontak, download app)

Demikian penjelasan mengenai fungsi pajak dalam kehidupan bernegara. Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa fungsi pajak adalah alat untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Untuk itu, mari taat pajak. Jika Anda masih merasa bingung dalam urusan perpajakan, gunakanlah aplikasi AyoPajak. AyoPajak merupakan aplikasi perpajakan yang telah terdaftar dan diawasi DJP. Gunakan aplikasi AyoPajak sekarang!

Unsur-unsur Pajak yang Berlaku di Indonesia

unsur-unsur pajak

Mengetahui unsur-unsur pajak adalah sebuah keharusan bagi mereka yang sehari-hari bersinggungan dengan pajak, termasuk para Wajib Pajak (WP). Mengapa demikian? Dengan memahami tentang unsur-unsur pajak yang berlaku di Indonesia, besaran pajak pun bisa diketahui pasti. Anda juga bisa merancang perencanaan pajak (tax planning) dengan mudah. Simak uraian berikut untuk mengetahui apa saja unsur pajak yang berlaku di Indonesia.

Unsur-unsur Pajak di Indonesia

Secara garis besar, unsur pajak yang ada di Indonesia dibagi menjadi empat, yaitu subjek pajak, Wajib Pajak, objek pajak, dan terakhir tarif pajak. Untuk penjelasan masing-masing unsur, Anda bisa mempelajarinya dalam poin-poin di bawah ini.

1. Subjek Pajak

Unsur pajak di Indonesia yang pertama adalah subjek pajak. Apa yang dimaksud sebagai subjek pajak? Subjek pajak adalah orang pribadi atau lembaga yang dituntut untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. Subjek pajak kemudian dibagi menjadi dua, yakni subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang tergolong sebagai subjek pajak dalam negeri di antaranya adalah:

  • Orang pribadi (baik yang bertempat tinggal di Indonesia, berdiam di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maupun yang berdiam di Indonesia selama satu tahun pajak dan berniat tinggal di Indonesia).
  • Warisan yang belum dibagikan karena dianggap sebagai pengganti pewaris sampai nanti warisan terbagi. 
  • Badan.
  • Bentuk usaha tetap.

Sementara itu, subjek pajak luar negeri mencakup orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia serta badan yang tidak dibandung dan tidak memiliki kedudukan di Indonesia, baik yang menjalankan usaha tetap maupun yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Subjek pajak disebut sebagai unsur pajak pertama karena tanpa adanya subjek pajak, perputaran pajak di Indonesia pun tidak akan bisa berjalan. Sebab, pungutan pajak hanya bisa dibebankan pada subjek pajak, bukan pada benda atau jasa.

2. Wajib Pajak

Selanjutnya ada Wajib Pajak. Wajib Pajak adalah subjek pajak yang sudah memiliki kewajiban dan dianggap layak untuk membayar pajak. Mereka mendapat beban pungutan pajak dan wajib membayarnya. Jika tidak, maka Wajib Pajak dapat dikenai sanksi atau denda dengan besaran yang telah ditentukan pemerintah.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan. Benda dan jasa tidak termasuk sebagai Wajib Pajak karena tidak memiliki kemampuan untuk membayar pajak. Orang atau badan yang mewadahi benda dan jasa tersebut adalah pihak yang bisa dikategorikan sebagai Wajib Pajak.

Baca juga: Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

3. Objek Pajak

Berbicara tentang unsur-unsur pajak di Indonesia tentu tidak lengkap tanpa menyebut objek pajak. Apa yang dimaksud dengan objek pajak? Seperti yang telah Anda ketahui, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dituntut untuk melakukan kewajiban perpajakan. Nah, objek pajak inilah yang benda atau jasa yang harus dibayarkan pajaknya.

Katakanlah Anda memiliki sejumlah penghasilan. Jika dalam satu tahun total penghasilan tersebut bisa dikenai pajak, maka penghasilan tersebut merupakan objek pajak. Anda sebagai Wajib Pajak pun memiliki kewajiban untuk membayarkan pajak atas penghasilan tersebut kepada pemerintah.

4. Tarif Pajak

Unsur pajak di Indonesia yang terakhir adalah tarif pajak. Jika tadi sudah ada subjek dan objek maka di sini tarif pajak berperan sebagai besaran pajak yang harus dibayarkan. Tarif pajak adalah nominal yang harus dibayarkan oleh wajib pajak atas benda atau jasa yang terbebani pajak (objek pajak).

Besaran tarif pajak sangat variatif dan umumnya berbeda satu sama lain. Lalu, bagaimana cara menentukan besaran tarif pajak? Besaran tarif pajak beserta aturan lain yang berhubungan telah diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang. Biasanya, besaran tarif pajak ditentukan menggunakan rumus persentase. Artinya, nominal tarif pajak yang dibebankan kepada Wajib Pajak adalah sekian persen dari total harga objek pajak.

Semoga informasi mengenai unsur-unsur pajak di Indonesia ini bisa membantu Anda para Wajib Pajak. Kesulitan untuk menghitung pajak? Tidak perlu khawatir, gunakan aplikasi AyoPajak untuk semua masalah perpajakan Anda. Aplikasi AyoPajak aman karena telah terdaftar dan diawasi oleh DJP. Gunakan segera aplikasi AyoPajak untuk semua urusan perpajakan Anda!

Banner General (kontak, download app)

Mengenal Brevet Pajak, Tingkat Kursus Pajak

brevet pajak adalah

Brevet pajak adalah salah satu istilah yang sering digunakan dalam dunia perpajakan. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan brevet? Brevet pajak adalah pelatihan atau kursus perpajakan. Umumnya brevet pajak memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Untuk lebih mengenal tentang brevet pajak, Anda bisa simak penjelasannya berikut ini.

Mengenal Brevet Pajak

Brevet pajak adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kegiatan pelatihan atau kursus perpajakan, baik yang mencakup software perpajakan maupun tidak. Meski bisa dikategorikan sebagai kegiatan kursus, brevet pajak bukanlah kursus sembarangan.

Pasalnya, sertifikat yang didapatkan di akhir masa kursus bisa menjadi nilai tambah bagi seseorang yang bergerak di bidang perpajakan. Beberapa profesi di dunia perpajakan bahkan menjadikan sertifikat brevet sebagai tolak ukur pemahaman tentang masalah perpajakan. 

Jenis Tingkatan Brevet Pajak

Perlu diingat, brevet pajak adalah kegiatan kursus yang memiliki tingkatan tersendiri. Secara garis besar, tingkat kursus brevet dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni Brevet A, Brevet B, dan terakhir Brevet C. Penjelasan mengenai tiga tingkatan brevet bisa Anda simak dalam poin-poin berikut ini. 

1. Brevet A

Tingkatan brevet pajak yang pertama yaitu Brevet A. Bisa dibilang, Brevet A merupakan tingkatan brevet pajak paling dasar. Para peserta Brevet A akan mendapatkan materi mengenai:

  • KUP atau ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
  • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
  • Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
  • Bea materai.
  • Pajak Penghasilan orang pribadi (PPh Pasal 21).

2. Brevet B

Tingkat brevet selanjutnya adalah Brevet B. Meski lebih tinggi tingkatannya, Brevet B sebenarnya masih berhubungan erat dengan Brevet A. Beberapa penyelenggara pelatihan pun seringkali menggabungkan kedua tingkatan tersebut menjadi Brevet AB. Maka dari itu, peserta Brevet B biasanya juga mempelajari materi yang diajarkan pada Brevet A. Di samping itu, peserta juga akan mendapatkan materi perpajakan tingkat menengah seperti:

  • Akuntansi pajak.
  • Pemeriksaan dan penyidikan pajak.
  • Pengisian SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) PPN dan PPh elektronik.
  • Perpajakan badan atau perusahaan (termasuk pemotongan dan pemungutan PPh yang tercantum dalam Pasal 4 ayat 2, Pasal 15, 21, 23, 25, 26, dan sebagainya).
  • Pajak Penghasilan badan (PPh Pasal 25).
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1111 serta 1107 PUT.
  • Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

3. Brevet C

Tingkatan terakhir sekaligus tertinggi dalam brevet pajak adalah Brevet C. Materi perpajakan yang diajarkan pada tingkat ini merupakan materi tingkat menengah hingga lanjutan. Calon peserta Brevet C diharuskan sudah lulus Brevet A dan Brevet B.

Meski begitu, beberapa penyelenggara memperbolehkan calon peserta langsung mengikuti Brevet C. Dengan catatan, calon peserta tersebut telah memiliki pemahaman mengenai ilmu perpajakan, baik dari sekolah akuntansi, universitas, maupun diploma ekonomi.

Lalu, materi perpajakan apa saja yang diajarkan dalam Brevet C ini? Peserta Brevet C akan mempelajari tentang akuntansi pajak, PPh (pribadi maupun badan), pajak internasional, pajak internasional bank, hingga perencanaan pajak (tax planning).

Siapa Saja yang bisa Mengikuti Brevet Pajak?

Seperti yang telah disebutkan pada poin sebelumnya, brevet pajak adalah pelatihan mengenai ilmu perpajakan. Jadi bisa disimpulkan bahwa peserta brevet adalah mereka yang memerlukan pemahaman mendalam tentang perpajakan. Umumnya, brevet pajak diikuti oleh para mahasiswa dari jurusan perpajakan, pekerja yang menggeluti bidang akuntansi atau keuangan, dan para penggiat pajak. 

Manfaat Mengikuti Brevet Pajak

Ada banyak sekali manfaat yang bisa didapat dari mengikuti brevet pajak, terutama jika Anda bergerak di bidang perpajakan. Berikut adalah beberapa manfaat umum dari brevet pajak:

  • Memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang ilmu perpajakan.
  • Sebagai persiapan untuk menghadapi Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP).
  • Sertifikat brevet bisa menjadi nilai tambah bagi pelamar kerja di bidang perpajakan.
  • Membantu para Wajib Pajak (WP) untuk memahami tentang pajak diri sendiri sehingga dapat menyusun tax planning secara mandiri.
  • Bagi para karyawan, pengetahuan yang didapat dari brevet bisa menunjang karier. 

Dari sini, bisa dipahami bahwa brevet pajak adalah kegiatan pelatihan atau kursus mengenai ilmu perpajakan. Pemahaman yang didapat dari brevet bisa mendatangkan banyak manfaat bagi Anda yang menggeluti dunia perpajakan. 

Anda juga bisa mendapatkan informasi tambahan mengenai pajak dengan mengakses AyoPajak. Apa itu AyoPajak? AyoPajak merupakan aplikasi pajak online untuk memudahkan urusan perpajakan. Segera gunakan AyoPajak untuk mudahkan urusan perpajakan Anda!

Banner General (kontak, download app)

PPh 22 Impor: Syarat, Bidang Usaha, dan Cara Mengajukan

pph 22 impor

Pajak Penghasilan Pasal 22 atau yang biasa disebut PPh Pasal 22 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan pada badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan ekspor dan impor, serta re-impor. Oleh karena itu, PPh Pasal 22 sering juga disebut PPh 22 impor.

Mengenal PPh 22 Impor

Berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh 22 impor merupakan bentuk pemotongan pajak oleh satu pihak terhadap Wajib Pajak yang melakukan kegiatan perdagangan barang impor. UU No. 36 tahun 2008 juga menyebutkan bahwa objek pajak yang dimaksud adalah barang-barang yang dianggap menguntungkan kedua belah pihak, baik pembeli maupun penjual barang tersebut.

Tarif PPh Pasal 22 Impor

Tarif PPh 22 sendiri bervariasi tergantung pemungut serta objek dan jenis transaksinya. Namun, khusus untuk tarif PPh 22 impor adalah sebagai berikut:

  • Jika menggunakan Angka Pengenal Importir (API), maka tarifnya adalah 2,5% dan dikalikan dengan nilai impor.
  • Jika tidak menggunakan API, maka tarifnya adalah 7,5% dan dikalikan dengan nilai impor.
  • Jika termasuk impor yang tidak dikuasai, maka tarifnya adalah 7,5% dan dikalikan dengan nilai lelang.

Apa yang dimaksud dengan impor yang tidak dikuasai adalah ketika barang impor memiliki status yang tidak diketahui pemiliknya. Hal ini biasanya disebabkan pemilik yang tidak mengakui kepemilikan barang impor tersebut karena adanya permasalahan dokumen atau terbukti merupakan barang ilegal.

Perlu dicatat, bagi importir yang sering melakukan kegiatan impor, maka perlu memiliki API agar tidak terkena tarif yang lebih tinggi. Importir yang tidak memiliki API biasanya berarti termasuk importir yang tidak terlalu sering melakukan kegiatan impor.

Tidak semua kegiatan impor dapat dikenakan pasal tersebut. Ada beberapa hal yang sifatnya dibebaskan. Pengecualian atas PPh 22 impor termasuk:

  1. Impor barang-barang yang tidak dikenakan PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengecualian ini harus disertai Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
  2. Impor barang-barang yang tidak dikenakan bea masuk.
  3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang jumlahnya kurang dari Rp2.000.000 dan jumlahnya tidak dipecah-pecah.
  4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.

Baca juga: Mengenal Perhitungan PPh Pasal 22

Bidang Usaha yang Terpengaruh PPh 22 Impor

Terkait dengan pembebasan PPh 22 impor, selama masa pandemi di tahun 2020, pemerintah memberikan banyak insentif pajak berupa pembebasan pajak penghasilan. Insentif tertuang dalam PMK No. 9/PMK/.03/2021 yang menyatakan bahwa insentif pajak akan diperpanjang hingga 30 Juni 2021.

Dalam peraturan terbaru ini, Wajib Pajak dengan kegiatan usaha yang termasuk dalam satu dari 730 bidang usaha tertentu, merupakan perusahaan KITE, atau merupakan perusahaan di kawasan berikat berhak mendapatkan insentif pembebasan dari pemungutan PPh pasal 22 impor. Insentif ini diharapkan agar pelaku usaha dapat mempertahankan usahanya selama masa pandemi berlangsung.

Tentu saja insentif ini tidak semerta-merta bisa dipakai oleh semua pelaku usaha. Pemerintah menetapkan beberapa syarat jika pelaku usaha ingin mengajukan insentif pembebasan pajak yang diperpanjang sampai 30 Juni 2021. Syarat-syarat untuk mendapatkan insentif pajak adalah sebagai berikut:

  1. Jenis usaha atau KLU termasuk dalam daftar penerima insentif pajak.
  2. Sudah melaporkan realisasi pemanfaatan insentif pajak 2020.
  3. Memiliki Surat Kebebasan Bebas (SKB).
  4. Mengirimkan notifikasi pemanfaatan insentif kembali.

Baca juga: Informasi Pengecualian Pemungutan PPh 22

Cara Mengajukan PPh Pasal 22 Impor

Untuk Anda yang memenuhi syarat-syarat tersebut bisa mengajukan permohonan insentif pajak secara online di laman DJP Online. Alur cara pengajuan pembebasan PPh 22 impor adalah sebagai berikut:

  • Mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
  • Pengajuan dilakukan situs resmi DJP di www.pajak.go.id.
  • Menggunakan formulir yang telah ditetapkan oleh DJP.
  • Melampirkan bukti sebagai perusahaan yang mendapat fasilitas KITE.
  • Melampirkan penetapan sebagai perusahaan yang mengantongi izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB.

Bagi Anda yang belum bisa mendapatkan insentif pajak dari pemerintah, AyoPajak mampu membantu Anda dalam membayar dan melaporkan PPh 22 impor usaha Anda. AyoPajak menyediakan fitur e-Billing yang akan membantu Anda untuk mendapatkan kode billing. Setelah membayar pajak, Anda juga bisa melaporkan SPT PPh 22 Anda melalui fitur e-filing dari AyoPajak. Urusan pajak lebih mudah hanya di AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda!

Banner e-Faktur

Memahami SPPT Hingga Fungsinya

SPPT adalah

Bagi Anda yang berencana memiliki rumah atau sudah memiliki rumah, mungkin tidak lagi asing dengan yang namanya SPPT. SPPT adalah singkatan dari Surat Pemberitahuan Pajak Terutang. Mengapa surat pajak ini mempunyai hubungan erat dengan kepemilikan rumah? Hal ini karena ketika Anda ingin membayar Pajak Bumi dan Bangunan properti Anda, Anda membutuhkan SPPT dalam prosesnya. Simak informasi selengkapnya di bawah ini.

Memahami Apa itu SPPT

SPPT adalah bentuk surat keputusan yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait pajak yang terutang selama satu tahun pajak. SPPT ini sudah diatur dalam UU No. 12 Tahun 1994 yang secara khusus mengatur Pajak Bumi dan Bangunan. Berdasarkan UU tersebut, SPPT adalah dokumen yang menunjukkan besarnya utang atas PBB yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak pada waktu yang telah ditentukan.

Pada umumnya, SPPT didapatkan sekaligus dengan Izin Memberikan Bangunan (IMB) dan juga sertifikat. Namun, perlu diingat bahwa SPPT tidak termasuk atau dikategorikan sebagai bukti kepemilikan objek pajak. SPPT adalah penentu atas objek pajak tersebut dan patokan jumlah pajak yang dibebankan terhadap objek pajak yang harus dibayarkan oleh pemilik.

Oleh karena itu, terkadang ada perbedaan nama antara nama yang tercantum di sertifikat kepemilikan rumah dengan nama yang tercantum di SPPT PBB. Hal ini bisa saja terjadi karena pemilik awal tidak melakukan peralihan atau balik nama sertifikat atas tanah dan bangunan tersebut.

Terkait dengan SPPT, sebagai Wajib Pajak, Anda berhak untuk mendapatkan SPPT PBB di setiap tahun pajak. Kemudian, jika ada yang tidak Anda mengerti, maka Anda pun boleh meminta penjelasan selengkapnya terkait ketetapan PBB. Selain itu, Anda juga memiliki kewenangan untuk mengajukan pengurangan atas pajak yang dibebankan kepada Anda.

Fungsi SPPT

Sebagai Wajib Pajak yang namanya tercantum di SPPT PBB, Anda juga harus mengerti fungsi-fungsi dari SPPT yang Anda terima. Beberapa fungsi SPPT adalah:

  1. Memegang fungsi penting bagi Wajib Pajak ketika dalam proses pengumpulan dokumen lengkap untuk menjaga atau melindungi aset berharga.
  2. Menjadi salah satu elemen penting guna menghindari perebutan hak milik tanah dan bangunan atau terjadinya penipuan.
  3. Merupakan surat yang menunjukkan besaran beban pajak yang dibayarkan kepada negara oleh pemiliknya terhadap objek pajak.

Terlebih lagi bagi Anda yang merupakan pemilik usaha, SPPT PBB ini diperlukan oleh pihak bank sebagai bukti pendukung terkait pembuatan laporan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dalam kasus di mana terjadi tunggakan pada kredit yang diberikan kepada nasabah. Harapannya adalah nilai jaminan yang tertulis dalam Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP bisa menjadi pengurang saat pembentukan PPAP yang dilakukan oleh bank.

Cara Mendapatkan SPPT

Jika Anda sudah mendaftarkan objek pajak Anda sebelumnya, maka Anda cukup mengikuti cara-cara berikut untuk mendapatkan SPPT Anda:

  • Mengambil SPPT di kantor kelurahan atau KPP Pratama di mana objek pajak telah terdaftar.
  • SPPT bisa juga dikirimkan melalui pos atau diantar langsung oleh aparat desa atau kelurahan.
  • Menggunakan fasilitas Kring Pajak (1500200) untuk melacak keberadaan SPPT Anda.
  • Mencarinya melalui website resmi pemerintah daerah tempat objek pajak terdaftar. Misalnya bagi Anda yang tinggal di daerah Jakarta, maka bisa mengunjungi laman BAPENDA DKI Jakarta. Tinggal masukkan nomor dan tahun PBB Anda dan Anda bisa mengecek status pelunasan PBB Anda.

Namun bagi Anda yang belum mendaftarkan objek pajak Anda, maka bisa mengikuti cara berikut:

  1. Daftarkan terlebih dahulu objek PBB di KPP dan Kantor Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) setempat.
  2. Isi formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
  3. Tunggu SPPT Anda dikirimkan ke pihak kelurahan atau RT.

Selanjutnya, jika Anda sudah mendapatkan SPPT Anda maka jangan lupa untuk dibayarkan. Anda bisa melakukan pembayaran dengan dua cara. Pertama, Anda bisa mendatangi bank atau kantor pos setempat. Nantinya, Anda akan mendapatkan Surat Tanda Terima Setoran (STTS). Jika Anda membayar lewat ATM, Anda akan mendapatkan resi yang berfungsi sebagai bukti pelunasan pembayaran PBB.

Kedua, Anda bisa mengurus pembayaran PBB dan perpajakan lainnya secara online melalui platform seperti AyoPajak. AyoPajak adalah PJAP resmi yang diawasi langsung oleh DJP. Yuk, daftarkan diri Anda sekarang di AyoPajak dan tuntaskan kewajiban pajak Anda secara mudah!

Banner General (kontak, download app)

Kode Jenis Setoran Pajak PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi dan Badan

kode jenis setoran pajak

Kode jenis setoran pajak terdiri dari beragam nomor. Tentu saja nomor ini dibutuhkan untuk mengisi formulir Surat Setoran Elektronik (SSE) e-Billing Pajak untuk pembayaran pajak online. Dengan Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS), DJP mampu mengidentifikasi pembayaran pajak online yang masuk ke dalam kas negara. 

Kode Jenis Setoran Pajak PPh Pasal 25/29

Apa saja kode jenis setoran pajak PPh pasal 25/29 untuk orang pribadi dan badan? Berikut daftar selengkapnya bersama AyoPajak.

Kode Akun Pajak 411125 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 25/29 Badan

KJSJENIS SETORANKETERANGAN
100Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadiuntuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi yang terutang.
101Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi Pengusaha Tertentuuntuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang terutang.
106Pembayaran Pajak Masa yang berasal dari kegiatan permintaan keterangan yang dilakukan terhadap pihak-pihak terkait yang tercantum dalam BAPK/BAPuntuk pembayaran pajak yang masih harus disetor sebagai akibat permintaan keterangan yang dilakukan terhadap pihak-pihak terkait yang tercantum dalam BAPK/BAP.
199Pembayaran Pendahuluan skp PPh Orang Pribadiuntuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Orang Pribadi.
200Tahunan PPh Orang Pribadiuntuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan.
201Pembayaran Pajak Tahunan yang berasal dari kegiatan permintaan keterangan yang dilakukan terhadap pihak-pihak terkait yang tercantum dalam BAPK/BAPuntuk pembayaran pajak yang masih harus disetor sebagai akibat permintaan keterangan yang dilakukan terhadap pihak-pihak terkait yang tercantum dalam BAPK/BAP.
300STP PPh Orang Pribadiuntuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Orang Pribadi.
310SKPKB PPh Orang Pribadiuntuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Orang Pribadi.
320SKPKBT PPh Orang Pribadiuntuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Orang Pribadi.
390Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, termasuk atas pajak yang seharusnya tidak dikembalikan. 
500PPh Orang Pribadi atas pengungkapan ketidakbenaranuntuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPT PPh Orang Pribadi atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
501PPh Orang Pribadi atas penghentian penyidikan tindak pidanauntuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPT PPh Orang Pribadi atas penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP.
510Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atau ketidakbenaran pengisian SPT PPh Orang Pribadiuntuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
511Sanksi administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakanuntuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP.

Kode Akun Pajak 411126 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 25/29 Badan

KJSJENIS SETORANKETERANGAN
100Masa PPh Pasal 25 Badanuntuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Badan yang terutang.
106Pembayaran Pajak Masa yang berasal dari kegiatan permintaan keterangan yang dilakukan terhadap pihak-pihak terkait yang tercantum dalam BAPK/BAPuntuk pembayaran pajak yang masih harus disetor sebagai akibat permintaan keterangan yang dilakukan terhadap pihak-pihak terkait yang tercantum dalam BAPK/BAP.
199Pembayaran Pendahuluan skp PPh Badanuntuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Badan.
200Tahunan PPh Badanuntuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan.
201Pembayaran Pajak Tahunan yang berasal dari kegiatan permintaan keterangan yang dilakukan terhadap pihak-pihak terkait yang tercantum dalam BAPK/BAPuntuk pembayaran pajak yang masih harus disetor sebagai akibat permintaan keterangan yang dilakukan terhadap pihak-pihak terkait yang tercantum dalam BAPK/BAP.
300STP PPh Badanuntuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Badan.
310SKPKB PPh Badanuntuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Badan.
320SKPKBT PPh Badanuntuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Badan.
390Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembaliuntuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, termasuk atas pajak yang seharusnya tidak dikembalikan.
500PPh Badan atas pengungkapan ketidakbenaranuntuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPT PPh Badan atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
501PPh Badan atas penghentian penyidikan tindak pidanauntuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPT PPh Badan atas penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP.
510Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atau ketidakbenaran pengisian SPT PPh Badanuntuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
511Sanksi administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakanuntuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP.

Dengan daftar kode jenis setoran pajak ini, maka proses pembayaran pajak penghasilan Anda menjadi lebih mudah. Apalagi jika menggunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda. Kunjungi AyoPajak untuk keterangan lebih lanjut.

Banner General (kontak, download app)

Mengenal Wajib Pajak Non Efektif Lebih Dalam

wajib pajak non efektif

Apakah Anda pernah mendengar tentang wajib pajak non efektif? Merupakan status non aktif sementara bagi Wajib Pajak itu sendiri. Status ini diciptakan untuk menjadi opsi ketika terjadi masalah dalam kegiatan bisnis atau sumber penghasilan Wajib Pajak. Ingin mengenal wajib pajak non efektif lebih dalam? Berikut ulasan selengkapnya dari AyoPajak. 

Definisi Wajib Pajak Non Efektif

Seperti yang dijelaskan di atas, wajib pajak non efektif adalah status non aktif sementara untuk Wajib Pajak karena dikecualikan dari pengawasan administrasi rutin serta kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)

Ketika berstatus “NE”, maka Wajib Pajak yang selama ini terkena pajak penghasilan tidak perlu lagi menjalankan kewajibannya dalam melapor SPT tahunan. Alasan utamanya adalah kewajiban lapor pajaknya telah hilang atau gugur. 

Ketetapan Wajib Pajak yang berubah dengan status “NE” hanya dapat dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan. Penetapan ini juga hanya bisa dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Pihak-pihak yang Bisa Menjadi Wajib Pajak Non Efektif

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013, Wajib Pajak dapat dikecualikan dari pengawasan rutin KPP apabila:

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas tetapi secara nyata tidak lagi menjalankan kegiatan usaha atau tidak lagi melakukan pekerjaan bebas;
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak;
  3. Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
  4. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan dan belum diterbitkan keputusan; atau
  5. Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif to api belum dilakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Tahap Pengajuan Status Non Efektif

Jika Anda ingin mengajukan diri sebagai wajib pajak non efektif, ada beberapa tahap pengajuannya, yakni:

  1. Anda wajib mengisi Formulir Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif sebagai tahap permohonan untuk menjadi wajib pajak non efektif.
  2. Formulir permohonan ini dapat dilakukan secara online dengan mengisinya di laman aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Ditjen Pajak (www.pajak.go.id). Selain itu bisa juga secara tertulis untuk pengisian formulir tersebut dan mengirimkannya ke KPP.
  3. Permohonan yang telah diajukan melalui aplikasi e-Registration sudah dianggap telah ditandatangani secara digital serta memiliki kekuatan hukum.
  4. Jangan lupa lampirkan dokumen sesuai persyaratan yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak telah memenuhi kriteria sebagai wajib pajak non efektif.
  5. Batas waktu penyerahan dokumen sesuai persyaratan adalah 14 hari kerja. Jika lebih dari 14 kerja pihak KPP belum menerima dokumen tersebut, maka permohonan menjadi wajib pajak non efektif tidak dapat diajukan.
  6. Sebaliknya, jika dalam jangka waktu tersebut dokumen telah diserahkan, pihak KPP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Surat berbentuk elektronik. 
  7. Untuk penetapan wajib pajak non efektif secara jabatan, DJP akan melakukan penelitian administrasi perpajakan. Tahap ini dilakukan sebelum menetapkan keputusan terakhir untuk Wajib Pajak sebagai wajib pajak non efektif.
  8. Jika KPP telah menyetujui permohonan dan telah menetapkan Wajib Pajak sebagai wajib pajak non efektif, maka akan disampaikan informasi tersebut. Pusat informasi perpajakan DJP akan memberikan kode “NE” di dalam master file Wajib Pajak tersebut. 

Semoga informasi mengenai wajib pajak non efektif ini bermanfaat untuk Anda. Jika ingin mengurus perpajakan dengan mudah, jangan ragu untuk menggunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner e-Filing