Cara Hitung Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penghasilan tidak kena pajak

Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) merupakan besaran penghasilan yang menjadi acuan tidak kena pajak untuk Wajib Pajak kategori orang pribadi. Jadi, jika penghasilan neto Wajib Pajak pribadi yang menjalankan usaha maupun kerja bebas berjumlah di bawah PTKP, maka yang bersangkutan tidak dikenakan pajak. 

 

Akan tetapi, bila status Wajib Pajak ini adalah seorang pegawai maupun menerima penghasilan tetap sebagai objek dari peraturan pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak dikenai pemotongan PPh 21. Lalu, berapa besaran tarif dan bagaimana cara menghitungnya? Berikut ulasannya.

 

Pemberlakuan tarif

Tarif yang diberlakukan dalam cara menghitung pajak penghasilan pada dasarnya tidak tetap. Faktor penyebabnya adalah indeks biaya hidup setiap tahun dan penerapan upah minimum. Begitu juga dengan inflasi yang menjadi penentu besaran tarif PTKP yang dibayarkan oleh Wajib Pajak.

 

Sampai saat ini, besaran tarif PTKP yang diberlakukan masih tetap mengacu pada aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No.101/PMK.010/2016 tentang penyesuaian PTKP berdasarkan pada UU No. 38 Tahun 2008 Pasal 7, yakni:

  • PTKP bagi Wajib Pajak pribadi adalah Rp54.000.000
  • PTKP pajak tambahan bagi Wajib Pajak yang sudah menikah sebesar Rp4.500.000
  • PTKP tambahan penghasilan istri dengan penghasilan suami yang digabung adalah Rp54.000.000
  • PTKP tambahan bagi tiap anggota keluarga, baik keluarga yang masih sedarah maupun berdasarkan garis keturunan lurus dan juga anak angkat yang jadi tanggungan sepenuhnya sebesar Rp4.500.000 dengan jumlah tanggungan maksimal tiga orang.

 

 

Baca juga: Cari tahu cara lapor pajak pribadi online

 

 

Cara menghitung PTKP

Cara menghitung PTKP secara manual bisa Anda lakukan sebelum pembayaran pajak tahunan. Namun, hal yang perlu diingat di sini adalah pada saat melakukan perhitungan manual, Anda harus jeli. Tujuannya agar tidak terjadi kesalahan di mana Anda harus menghitungnya kembali. Berikut cara dan contoh sederhana menghitung penghasilan tidak kena pajak sesuai dengan tarif yang sudah diberlakukan di atas.

 

1. Untuk Wajib Pajak tidak/belum menikah

Rudi merupakan karyawan di perusahaan terkemuka dan penghasilan setiap bulannya adalah Rp4,5 juta. Sementara, status Rudi ini adalah lajang atau belum menikah. Maka, perhitungan PTKP-nya adalah sebagai berikut:

  • Diketahui gaji bulanan Rudi = Rp4,5 juta
  • Gaji setahunnya = Rp4,5 juta x 12 = Rp54 juta
  • PTKP berdasarkan peraturan = Rp54 juta
  • PPh 21 terutang (gaji setahun – PTKP) = Rp54 juta – Rp54 juta = 0

Dari perhitungan PTKP di atas, maka Rudi tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak jenis PPh 21. Hal ini karena dirinya tidak mempunyai PPh 21 terutang. 

 

 

Baca juga: Cara Mengisi SPT 1770 yang Mudah

 

 

2. Untuk Wajib Pajak yang sudah menikah

Contoh perhitungan PTKP yang kedua adalah bagi Wajib Pajak yang sudah menikah. Ilustrasinya adalah Rudi menikah dan istri tidak bekerja serta memiliki satu orang anak, sedangkan penghasilan Rudi adalah Rp7,5 juta. Maka, tarif PTKP-nya menjadi Rp63 juta per tahunnya. Untuk perhitungannya adalah sebagai berikut:

  • Gaji pokok per bulan = Rp7,5 juta

Pengurang:

  • Biaya jabatan 5% x Rp7,5 juta = Rp375.000
  • Biaya pensiun 1% x Rp7,5 juta = Rp75.000
  • Maka gaji pokok – biaya pengurang = Rp7,5 juta – Rp450.000 = Rp7.050.000
  • Penghasilan netto = Rp7.050.000 x 12 = Rp84.600.000
  • PTKP = Rp63.000.000
  • Penghasilan Kena Pajak Setahun = Rp21.600.000
  • PPh Terutang 5% x Rp21.600.000 = Rp1.080.000
  • PPh Pasal 21 Masa Rp1.080.000/12 = Rp90.000

Dari ulasan di atas, maka Rudi harus membayar PPh 21 bulanan sebesar Rp90.000 atau Rp1.080.000 setahun.

 

3. PTKP warisan

Selain hal di atas, sebenarnya harta warisan yang belum dibagi termasuk dalam PTKP karena warisan pada dasarnya bisa dibagi kepada ahli waris dan dapat disatukan kembali dengan penghasilan oleh Wajib Pajak yang merupakan ahli waris. Maka, ketika melakukan perhitungan penghasilan kena pajak, di sini masing-masing ahli waris telah mendapatkan pengurangan yang berupa PTKP. Jadi, penghasilan dari warisan belum terbagi tidak ada pengurangan PTKP.

 

Cara menghitung penghasilan tidak kena pajak kini lebih mudah, nyaman, dan cepat dengan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Penjelasan Lengkap PPh Pasal 23

PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan, baik itu atas penghargaan, penyerahan jasa, atau modal. Penghasilan yang dikenakan ini umumnya berlaku pada transaksi antara pihak pemberi penghasilan dan pihak penerima penghasilan.

Demi memahami penerapan dari PPh Pasal 23 sendiri, Anda bisa membaca ulasan di bawah ini. Ketahui dengan persis apa yang diatur dalam pasal ini, kemudian jenis penghasilan yang dikenakan pajak, serta tarif, dan objek pajak itu sendiri.

 

 

Pemahaman dari PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 berlaku bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk Badan, seperti perseroan, persekutuan, firma, kongsi hingga yayasan. PPh Pasal 23 mengatur pemotongan atas penghasilan sebagaimana disebutkan tadi di awal. Pengambilan pajak ini hanya diberlakukan pada satu transaksi antar dua pihak. Kedua belah pihak harus menentukan kepada siapa pajak ini akan dibebankan.

 

Adapun yang berhak melakukan pemotongan sesuai PPh Pasal 23 adalah pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara transaksi atau kegiatan, bentuk usaha tetap, agen perusahaan luar negeri, dan Wajib Pajak orang pribadi (hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa dengan Surat Keputusan Penunjukan yang diterbitkan KPP). Sementara itu, penerima penghasilan terutang berdasarkan peraturan yang sama hanya berlaku untuk pihak Wajib Pajak Badan serta bentuk usaha tetap.

 

 

Jenis pendapatan yang terkena pasal ini

Di dalam PPh Pasal 23 juga diatur jenis pendapatan seperti apa saja yang dapat dikenakan pasal ini. Ini dia daftar jenis pendapatan tersebut:

 

  1. Bunga dengan jaminan pengembalian utang.
  2. Dividen.
  3. Royalti
  4. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain kepada orang pribadi.
  5. Sewa dari penghasilan lainnya yang sehubungan dengan pemakaian harta, kecuali sewa tanah dan bangunan
  6. Imbalan sehubungan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.

 

Ringkasnya, hampir semua penghasilan dapat dipastikan terkena PPh Pasal 23 ini. Namun, penghasilan seperti penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank, sewa yang dibayar untuk usaha dengan hak opsi, dan bagian laba yang diperoleh PT dalam negeri dengan persyaratan tertentu dikecualikan dari PPh Pasal 23.

 

 

Baca juga: Memahami tata cara pelaporan pph 23!

 

 

Tarif dan objek PPh Pasal 23

Berdasarkan PPh Pasal 23, tarif yang diterapkan merujuk juga pada Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Tarif PPh dikenakan berdasarkan jumlah bruto penghasilan tersebut. Dalam PPh Pasal 23, ada dua jenis tarif yang berlaku, yakni tarif 2% dan tarif 15%.

 

Pendapatan yang dikenakan tarif 2% dari PPh adalah imbalan jasa dari manajemen konstruksi maupun konsultan, juga imbalan jasa sejenis seperti jasa hukum, akuntansi, arsitektur, perancang, penebangan hutan, penunjang penambangan, dan seterusnya. Selain dari dua tarif tadi, diterapkan pula regulasi opsional yang juga tercantum dalam PPh Pasal 23.

 

Lebih tepatnya, bila tidak memiliki NPWP, maka pemotongan yang diterapkan adalah 100% lebih tinggi dari tarif PPH. Termasuk juga seluruh jumlah bruto yang akan dikenakan tarif PPh Pasal 23 selain penghasilan yang berhubungan dengan jasa yang sudah dikenakan pajak dengan sifat mutlak atau final sebelumnya.

 

Lalu, pendapatan yang dikenakan tarif 15% dari PPh ini diberlakukan pada dividen, kecuali yang diberikan pada perorangan karena adanya bunga dan royalti. Tarif ini juga berlaku pada hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun, selama belum terpotong PPh Pasal 21.

 

 

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 yang Harus Anda Pahami

 

 

Setelah mengetahui penjelasan lengkap PPh Pasal 23 ini, penting bagi Anda untuk memenuhi kewajiban pajak Anda sesuai dengan regulasi. Tidak perlu pusing, urusan perpajakan Anda bisa diselesaikan dengan mudah melalui aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Cara Menghitung PPh Badan Terutang

cara menghitung PPh badan terutang

Bagi Wajib Pajak berupa badan, menghitung pajak penghasilan (PPh) menjadi hal penting dalam pelaporan pajak. Perhitungan PPh badan ini akan mendapatkan hasil atau gambaran berapa besaran pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak badan nantinya. Mengingat negara kita menganut asas self-assessment, maka Anda harus menghitung sendiri jumlah besaran pajak nantinya. Oleh karena itu, ada baiknya Anda simak cara menghitung PPh badan terutang berikut.

 

Peredaran bruto hingga Rp50 miliar

Wajib Pajak berupa badan yang berdomisili di dalam negeri dan memiliki peredaran bruto hingga Rp50 miliar berhak menerima pengurangan tarif 50% dari tarif yang termaktub dalam Undang-Undang PPh Pasal 17 Ayat (1) Huruf b dan Ayat (2a). Pemberlakuan pengurangan dikenakan untuk perusahaan dengan bruto hingga Rp4,8 miliar.

 

1. Perusahaan dengan bruto kurang dari Rp4,8 miliar

Untuk kasus ini, rumus yang digunakan adalah (50% x 25% x PKP). Contohnya, PT Angkasa pada tahun pajak 2019 memiliki peredaran bruto dengan jumlah Rp4,5 miliar. Sementara jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah Rp800 juta. Maka, jumlah perhitungannya adalah:

 

PPh Terutang = (50% x 25%) X Rp800 juta = Rp100 juta.

 

2. Perusahaan dengan bruto lebih dari Rp4,8 miliar hingga kurang dari Rp50 miliar 

Sementara untuk jenis yang kedua dapat dihitung menggunakan rumus [(50% x 25%) x PKP memperoleh fasilitas] + [25% x PKP tidak memperoleh fasilitas]. Dengan contoh PT Yemen di tahun pajak 2019 peredaran brutonya adalah Rp30 miliar dan perhitungan bagan penghasilan mendapatkan fasilitas yakni:

 

(Rp4.800.000.000 : Rp30.000.000.000) x Rp3.000.000.000 = Rp480.000.000

Maka, jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto dan tidak mendapatkan fasilitas adalah:

Rp3.000.000.000 – Rp480.000.000 = Rp2.520.000.000,-.

 

Maka PPh yang terutang yakni:

  • (50% x 25%) x Rp480.000.000 = Rp60.000.000
  • 25% x Rp2.520.000.000 = Rp630.000.000 +
  • Jumlah PPh Terutang = Rp690.000.000

 

 

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 yang Harus Anda Pahami

 

 

Peredaran bruto di atas Rp50 miliar

Jika di atas adalah cara menghitung PPh badan terutang hingga Rp50 miliar, maka selanjutnya Anda perlu mengetahui perhitungan bagi badan dengan bruto di atas Rp50 miliar dari segi pendapatan brutonya. Di sini, ada peraturan atau ketentuan umum tanpa pengurangan tarif. Dengan kata lain, PPh terutang mulai tahun pajak 2010 sebesar 25% dikalikan dengan PKP.

Sebagai contoh, PT CDE di tahun 2019 lalu mencatatkan peredaran brutonya sebesar Rp60 miliar. Perhitungan PPh badan terutangnya adalah:

 

25% x Rp60 miliar = Rp1.5 miliar.

 

Cara menghitung PPh badan terutang yang berbentuk Perseroan Terbuka

Untuk Wajib Pajak yang berupa badan dan berbentuk Perseroan Terbuka (PT), akan mendapatkan penurunan tarif PPh 5% yang lebih rendah bila dibandingkan Wajib Pajak dalam negeri. Meski begitu, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:

 

  • Setidaknya memiliki 40% saham yang dicatat dalam Bursa Efek Indonesia untuk diperdagangkan. 
  • Paling tidak memiliki kepemilikan saham oleh 300 pihak publik, baik itu badan maupun pribadi.
  • Saham yang dimiliki masing-masing pihak hanya boleh kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang disetor penuh dan harus dipenuhi dalam waktu 183 hari kalender dalam jangka satu tahun pajak.

Adapun contoh perhitungannya, PT ABC Tbk memiliki modal Rp1,5 miliar. Modal itu ditempatkan dan disetorkan penuh dengan besaran Rp1 miliar yang nilai nominal untuk setiap lembar sahamnya adalah Rp1.000. Jadi, total saham yang ditempatkan maupun disetor penuh adalah 1 juta lembar saham.

 

Kemudian, PT ABC Tbk ini mencatat 40% saham, yakni, 400 ribu lembar saham di Bursa Efek Indonesia yang dimiliki oleh 320 pihak dengan persentase kepemilikannya maksimal 4,99%. Kondisi ini dilakukan selama 183 hari kalender di satu tahun pajak. Jadi, PT ABC Tbk ini berhak mendapatkan penurunan tarif hingga 5% lebih rendah.

 

 

Baca juga: Mengenal Macam-macam Pajak di Indonesia.

 

 

Mulai tahun 2020 hingga tahun 2021, pemerintah melakukan pengurangan tarif PPh badan menjadi 22%, dan akan menjadi 20% ditahun 2022, dan untuk perseroan terbukan mendapatkan 3% dari tarif tersebut. Adaapun hitungannya sama seperti contoh diatas.

Setidaknya, itulah cara menghitung PPh badan terutang yang wajib Anda ketahui dalam melakukan penyetoran pajak pada setiap tahunnya. Jika cara menghitung manual dirasa cukup sulit dan memberatkan, maka kini Anda bisa menggunakan layanan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

 

Mengenal Macam-macam Pajak di Indonesia

Keyword: Macam-macam pajak di Indonesia

Sebagai kontribusi wajib yang harus disetorkan Wajib Pajak, pajak dapat menjadi tulang punggung pendapatan negara. Perannya begitu besar dalam membantu pembangunan negara. Namun, tahukah Anda bahwa ternyata ada macam-macam pajak di Indonesia yang penting Anda ketahui? Secara umum, pajak di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pajak pusat dan daerah. Masing-masing memiliki beberapa jenis pajak lain yang lebih spesifik. Berikut perbedaannya.

 

 

Pajak Pusat

Sesuai namanya, pajak pusat adalah pajak yang dikelola pemerintah pusat dengan diwakili Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Pajak pusat terbagi lagi menjadi lima jenis pajak yang berlaku di Indonesia, yaitu:

 

 

1. Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah jenis pajak yang harus dibayar oleh individu atau badan atas penghasilan yang diperoleh selama suatu tahun pajak. Setiap penghasilan yang diterima Wajib Pajak, baik dari dalam maupun luar negeri, disebut juga dengan objek PPh. Penghasilan yang dimaksud dapat berupa gaji, keuntungan usaha, honorarium, dan semacamnya. Beberapa contoh jenis PPh yang berlaku di Indonesia adalah PPh Pasal 15, PPh Pasal 19, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 25.

 

 

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas perdagangan jual beli barang dan jasa yang dilakukan Wajib Pajak (individu maupun badan) yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Termasuk salah satu macam-macam pajak di Indonesia yang bersifat tidak langsung, PPN dilakukan antara produsen ke konsumen. Maksudnya, pihak yang berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN adalah produsen. Namun, yang wajib membayar PPN adalah konsumen akhir.

 

 

3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

Sesuai namanya, PPnBM merupakan pajak penjualan yang dikenakan atas transaksi barang mewah yang didapatkan dari dalam maupun luar negeri. Dalam PPnBM, objek yang termasuk barang mewah adalah:

 

  • Barang yang bukan kebutuhan pokok
  • Barang yang dikonsumsi masyarakat tertentu
  • Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status
  • Barang yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat dengan penghasilan tinggi

 

 

4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak atas kepemilikan, pemanfaatan, dan/atau penguasaan atas tanah dan/atau bangunan disebut dengan PBB. Di Indonesia, PBB terbagi atas dua sektor, yaitu PBB Sektor P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang diadministrasikan pemerintah kabupaten/kota) serta PBB Sektor P3 (Pajak Bumi dan Bangunan Perhutanan, Pertambangan, dan Perkebunan yang diadministrasikan langsung oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak).

 

 

5. Bea Materai (BM)

BM termasuk macam-macam pajak di Indonesia yang dibebankan atas pemanfaatan dokumen, contohnya akta notaris, surat perjanjian, kwitansi pembayaran, hingga surat berharga yang memuat nominal uang di atas jumlah dan ketentuan tertentu. Nilai dari BM juga terbagi menjadi dua, yakni Rp3.000 dan Rp6.000, yang dapat digunakan sesuai kebutuhan.

 

 

Baca juga: Inilah cara menghitung bphtb yang benar!

 

 

Pajak Daerah

Sementara itu, pajak daerah mengacu pada pajak-pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah pada tingkat provinsi maupun kota/kabupaten yang diadministrasikan oleh Dinas atau Badan Pendapatan Daerah. Ini dia macam-macam pajak di Indonesia yang termasuk kategori pajak daerah:

 

  1. Pajak Provinsi
  2. Pajak Kabupaten/Kota
  3. Pajak Kendaraan Bermotor
  4. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
  5. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
  6. Pajak Rokok
  7. Pajak Air Permukaan
  8. Pajak Air Tanah
  9. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
  10. Pajak Restoran
  11. Pajak Hotel
  12. Pajak Hiburan
  13. Pajak Parkir
  14. Pajak Penerangan Jalan
  15. Pajak Reklame
  16. Pajak Sarang Burung Walet
  17. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
  18. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor dan Perkotaan
  19. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)

 

Baca juga: Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak!

 

Itulah macam-macam pajak di Indonesia yang menjadi kontribusi wajib kepada negara berdasarkan Undang-undang. Pajak-pajak tersebut tak hanya menjadi salah satu sumber pemasukan utama keuangan negara, tetapi juga mampu menjadi alat untuk mengatur kebijakan sosial dan ekonomi hingga menstabilkan perekonomian. Penuhi kewajiban pajak Anda dengan praktis dan aman lewat aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Yuk, Pahami Cara Lapor SPT Tahunan Badan Online!

Pahami Cara Lapor SPT Tahunan Badan Online

Melaporkan SPT tahunan bukan hanya jadi tanggung jawab Wajib Pajak pribadi, tapi juga badan. Selain dengan datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, perwakilan Wajib Pajak badan juga bisa mengurusnya melalui online di website DJP. Dengan begini, Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT tahunan badan kapan saja dan di mana saja. Berikut panduan cara lapor SPT tahunan badan online. 

 

Panduan daftar EFIN untuk E-Filing pajak

Langkah awal sebelum menerapkan cara lapor SPT tahunan badan online adalah mendapatkan EFIN untuk bisa mengisi E-Filing pajak. EFIN bisa Anda dapatkan dengan mendatangi KPP setempat. Setelah mendapatkan EFIN, lakukan aktivasi online melalui website DJP. Berikut langkahnya.

  1. Masuk ke laman DJP online. Isikan NPWP dan nomor EFIN yang telah didapatkan.
  2. Setelahnya, Anda akan dialihkan ke laman informasi mengenai Wajib Pajak yang telah terisi. Namun, untuk memastikan, sebaiknya cek lagi apakah data yang di-input sudah benar. 
  3. Lanjutkan tahap registrasi dengan mengisi alamat email aktif dan nomor ponsel. Setelah itu, buat password atau kata sandi dengan menggunakan kombinasi angka dan huruf. Klik ‘Simpan’.
  4. Cek email di mana tautan aktivasi EFIN akan dikirimkan oleh DJP. Klik tautan tersebut dan EFIN pun selesai diverifikasi.
  5. Anda siap melakukan pengisian laporan SPT tahunan badan online. 

 

Dokumen apa saja yang perlu diunggah saat pelaporan SPT badan

Tak cukup hanya dengan EFIN, cara lapor SPT tahunan badan online juga membutuhkan dokumen penting perusahaan yang harus disiapkan sebelumnya. Dokumen ini akan diunggah melalui laman DJP sehingga sebaiknya Anda siapkan dulu bentuk soft file-nya. 

  1. Formulir SPT 1771 untuk lapor SPT badan
  2. Laporan keuangan
  3. Laporan Penyampaian Country by Country Report
  4. Laporan Debt to Equity Ratio dan Utang Swasta Luar Negeri (khusus Wajib Pajak PT yang membebankan utang)
  5. Penghitungan Peredaran Bruto dan Pembayaran (khusus Wajib Pajak PP 46) 
  6. Ikhtisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal (khusus Wajib Pajak dengan transaksi Hub Istimewa)
  7. Daftar nominatif (dafnom) biaya entertainment jika ada
  8. Dafnom biaya promosi jika ada
  9. Laporan Tahunan Penerimaan Negara, khusus Wajib Pajak Migas
  10. SSP PPh Pasal 26, Laporan Keuangan Konsolidasi/Kombinasi, dan Pemberitahuan Bentuk Penanaman Modal, khusus untuk Bentuk Usaha Tetap (BUT). 

 

Cara lapor SPT tahunan badan online

Setelah Anda menyiapkan seluruh dokumen tadi dalam bentuk soft file, sekarang silakan lanjutkan ke langkah lapor SPT tahunan badan online melalui website DJP. Langkah-langkahnya ada di bawah ini.  

  1. Masuk ke akun E-Filing Anda di website DJP Online,  https://djponline.pajak.go.id/account/login
  2. Klik ‘E-Filing’ dan pilih ‘Buat SPT’ untuk mulai cara lapor SPT tahunan badan online. 
  3. Selanjutnya Anda akan diberikan beberapa pertanyaan terkait kondisi keuangan dan pendapatan badan. Isi pertanyaan ini dengan sebenar-benarnya agar sistem mampu menentukan jenis formulir SPT yang tepat sesuai profil Anda. 
  4. Kalau sudah menjawab pertanyaan, Anda akan dialihkan ke laman formulir pengisian data. Isi dan lengkapi formulir tersebut.
  5. Klik ‘Berikutnya’ dan Anda akan menerima ringkasan SPT serta pengambilan kode verifikasi. 
  6. Masukkan kode verifikasi yang telah Anda dapatkan melalui alamat email pendaftar ke kolom ‘Kolom Verifikasi’. Klik ‘Kirim SPT’ dan cara lapor SPT tahunan badan online pun selesai. 

 

Cara lapor SPT tahunan badan online sekarang sudah sangat mudah dengan mengakses dari laman DJP online. Tinggal menyiapkan file dokumen dan EFIN, Anda sudah bisa melaporkan SPT tahunan badan di mana saja dan kapan saja. Selain melalui DJP, lapor pajak dengan mengisi E-Filing juga dapat diakses dari Ayo! Pajak yang merupakan aplikasi pajak online untuk semua kalangan. Dengan Ayo! Pajak, melaporkan dan merevisi semua SPT bisa dilakukan mudah dan efisien.

Syarat dan Jumlah Tanggungan NPWP

Jumlah tanggungan NPWP

Sebagai Wajib Pajak, mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) menjadi salah satu kewajiban yang harus dilakukan untuk lapor pajak setiap tahunnya. Anda diminta memberikan data diri dan informasi terkait perpajakan, termasuk salah satunya jumlah tanggungan NPWP. Bagi yang baru pertama kali mengisi SPT, hal ini mungkin akan terdengar membingungkan. Apa yang dimaksud dengan tanggungan? Siapa saja yang berhak disebut sebagai tanggungan tersebut? Simak penjelasannya di bawah ini.

 

 

Siapa yang termasuk tanggungan dalam NPWP?

Dalam NPWP, tanggungan mengacu pada orang-orang yang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak dan bergantung kepadanya karena tidak memiliki penghasilan. Idealnya, kolom jumlah tanggungan NPWP diisi oleh Wajib Pajak yang sudah menikah atau berstatus sebagai kepala keluarga.

 

Itulah kenapa biasanya tanggungan NPWP mengacu pada anggota keluarga, khususnya anak dan istri, walaupun sebetulnya anggota keluarga lain juga dapat dikategorikan sebagai tanggungan apabila tidak memiliki penghasilan.

 

Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tanggungan anggota keluarga termasuk anggota keluarga sedarah dalam satu garis keturunan lurus, serta keluarga semenda yang menjadi tanggungan sepenuhnya. Jumlahnya maksimal yang dapat dijadikan tanggungan untuk menghitung penghasilan Kena pajak adalah tiga orang untuk setiap keluarga. 

 

 

Syarat tanggungan NPWP

Apakah lantas seluruh anggota keluarga dengan hubungan sedarah dan semenda lurus dapat menjadi tanggungan NPWP? Ternyata belum tentu. Ada sejumlah syarat bagi seseorang untuk bisa dikatakan sebagai tanggungan NPWP, yaitu:

 

  • Hidup satu atap dengan Wajib Pajak bersangkutan
  • Memiliki status belum menikah
  • Tidak diperbolehkan memiliki penghasilan
  • Tidak lahir atau meninggal pada tahun pajak berjalan

 

 

Baca juga: Inilah syarat membuat npwp pribadi!

 

 

Tanggungan NPWP dan PTKP

Mengapa Wajib Pajak harus mengisi kolom tanggungan NPWP jika memang punya? Jawabannya supaya tanggungan dapat diperhitungkan dalam Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu besaran penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Dengan kata lain, jumlah penghasilan tersebut tidak akan dimasukkan ke dalam Pajak Penghasilan (PPh) saat melakukan perhitungan PPh terutang pada laporan SPT PPh 21.

 

Saat ini, batas PTKP yang diterapkan pemerintah Indonesia adalah Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta setahun. Lantas, siapa saja tanggungan yang dapat diperhitungkan dalam PTKP? Berikut ini daftarnya:

 

  • Istri 
  • Anak kandung, dengan jumlah tanggungan NPWP maksimal tiga anak dan belum memiliki penghasilan sendiri.
  • Orang tua atau mertua yang tidak bekerja dan tidak mempunyai tunjangan hari tua, pensiun, atau sejenisnya.

 

 

Jumlah tanggungan NPWP

Lantas, bagaimana kalau Anda mempunyai jumlah tanggungan NPWP yang banyak? Apakah artinya jumlah pajak yang dikurangi juga akan semakin banyak? Menurut peraturan perpajakan yang berlaku, jumlah tanggungan maksimal yang bisa dilaporkan adalah tiga orang. Jadi, jika misalnya Anda mempunyai jumlah tanggungan sebanyak lima orang, maka tak perlu melaporkan dua orang lainnya. Begini rincian jumlah PTKP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi:

 

  • TK/3 — Status tidak kawin dengan anak dan/atau tanggungan lain sebanyak tiga orang.
  • K/3 — Status kawin dengan anak dan/atau tanggungan lain sebanyak tiga orang.
  • K/I/3 — Status kawin dan istri memiliki usaha terpisah dengan anak dan/atau tanggungan lain sebanyak tiga orang.

 

 

Baca juga: Ini dia cara membuat npwp bagi yang belum bekerja!

 

 

Jadi, bagi yang memiliki tanggungan, pastikan Anda mencantumkannya saat mengisi SPT agar dapat diperhitungkan dalam PTKP. Namun, ingat, jumlah tanggungan NPWP maksimal adalah tiga orang, dengan ketentuan yang telah dijelaskan di atas. Apabila masih bingung, Anda bisa bertanya kepada konsultan pajak bersertifikasi melalui aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

5 Surat Ketetapan Pajak dan Fungsinya

Surat ketetapan pajak

Salah satu kewajiban yang harus dilakukan Wajib Pajak adalah mengisi dan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Jika ditemukan kekeliruan dalam pengisian SPT, maka Ditjen Pajak akan menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP) kepada Wajib Pajak bersangkutan. Ada lima jenis SKP yang berhak dikeluarkan oleh Kantor Pajak Pratama (KPP) berdasarkan hasil pemeriksaan pajak. Berikut ini penjelasannya. 

 

 

Surat Tagihan Pajak (STP)

Sesuai namanya, Surat Tagihan Pajak (STP) dikeluarkan untuk menagih pajak dan/atau sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga. STP akan diterbitkan apabila:

  1. Pajak penghasilan di tahun berjalan belum dibayar atau nominal yang dibayar masih kurang.
  2. Terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah hitung atau tulis.
  3. Terkena sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
  4. Pengusaha yang wajib bayar pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, namun belum melaporkan kegiatan bisnisnya untuk diresmikan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, tetapi membuat faktur pajak.
  6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat faktur pajak, membuat faktur pajak tapi tidak tepat waktu, atau tidak mengisinya dengan lengkap.

 

 

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Surat ketetapan pajak satu ini diterbitkan untuk menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak. Idealnya, Ditjen Pajak mengeluarkan SKPN setelah melakukan pemeriksaan Surat Pemberitahuan. Penerbitan SKPN berlaku untuk:

  1. Pajak Penghasilan (PPh) — nominal kredit pajak setara dengan jumlah pajak terutang atau pajak tidak terutang. Lalu, tidak ada kredit pajak;
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) — nominal kredit pajak setara dengan jumlah pajak terutang atau pajak tidak terutang tanpa adanya kredit pajak;
  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) — jika jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

 

 

Baca juga: Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak!

 

 

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

SKPLB akan dikeluarkan Ditjen Pajak apabila Wajib Pajak membayar pajak terutang dalam jumlah yang melebihi seharusnya. Namun, SKPLB baru akan dikeluarkan apabila ada permohonan tertulis dari Wajib Pajak. Syaratnya, jumlah kredit pajak pada PPh, PPn, dan PPnBM lebih besar dari jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan.

 

Penerbitan SKPLB dilakukan setelah pemeriksaan atas surat permohonan, maksimal dalam waktu dua belas bulan sejak surat tersebut diterima atau sesuai keputusan Ditjen Pajak. Apabila penerbitan terlambat, Wajib Pajak berhak mendapatkan imbalan bunga 2% sebulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.

 

 

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Berbanding terbalik dari SKPKB, surat ketetapan pajak satu ini diterbitkan jika Wajib Pajak kurang atau tidak membayar pajak terutang, telat menyampaikan SPT dari waktu yang ditentukan, adanya salah hitung pada PPN dan PPnBM bertarif 0%, dan besar pajak terutang yang tidak diketahui. 

 

Pada dasarnya, SKPKB adalah surat yang menentukan besarnya jumlah pokok dan jumlah kredit pajak, besarnya sanksi administrasi, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar. SKPKB dikeluarkan dalam jangka waktu lima tahun terhitung sejak berakhirnya masa pajak.

 

 

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Penghasilan dengan Mudah!

 

 

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Setelah Wajib Pajak membayar dan melaporkan pajak terutang sesuai nominal yang tercantum pada SKP, petugas pajak akan kembali memeriksa data tersebut. Apabila masih ditemukan adanya pajak terutang yang kurang atau tidak dibayar oleh Wajib Pajak, maka Ditjen Pajak berhak mengeluarkan SKPKBT. 

 

SKPKBT dikeluarkan dalam jangka waktu lima tahun dengan jumlah pajak terutang yang harus dibayar akan ditambah 100% sebagai sanksi administrasi. Jika Wajib Pajak belum juga membayar kekurangan pajak setelah jangka waktu tersebut, maka akan dikenakan tambahan sanksi sebesar 48% dari jumlah pajak terutang yang wajib dibayar.

 

 

Itulah kelima jenis surat ketetapan pajak yang berhak diterbitkan Ditjen Pajak jika terjadi kondisi sesuai penjelasan di atas. Walaupun memiliki fungsi berbeda, penerbitan surat dilakukan demi kelancaran aktivitas perpajakan. Nah, agar tidak keliru dalam pelaporan SPT, Anda bisa mengandalkan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Mekanisme Perhitungan PPh Badan

Perhitungan PPh badan

Pajak Penghasilan (PPh) badan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan suatu badan. Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia, badan bisa didefinisikan sebagai sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha.

 

Bentuknya bisa berupa Perseroan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Koperasi, lembaga, kongsi, firma, persekutuan, dana pensiun, yayasan, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik, organisasi sejenis, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya juga termasuk. 

 

Badan pun wajib membayar pajak saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Lalu, bagaimana perhitungan PPh badan yang tepat? Berikut mekanisme yang umumnya diterapkan di Indonesia.

 

1. Hitung penghasilan bruto

Agar bisa mengetahui jumlah penghasilan kena pajak badan, Anda terlebih dulu harus mencari tahu nominal penghasilan bruto yang didapatkan selama satu tahun berjalan. Disebut bruto karena jumlah tersebut belum dikurangi biaya operasional untuk memelihara, mendapatkan, dan menagih penghasilan tersebut.

 

2. Hitung penghasilan neto komersial

Setelah mengetahui nominal penghasilan bruto, mekanisme perhitungan PPh badan berlanjut ke penghasilan neto komersial. Cara menghitung penghasilan neto komersial adalah mengurangi penghasilan bruto dengan biaya operasional. Begini rumusnya:

 

Penghasilan neto komersial = penghasilan bruto – biaya operasional

 

3. Hitung penghasilan neto fiskal

Karena adanya perbedaan antara ketentuan komersial dan fiskal kerap mengakibatkan perbedaan pada hasil perhitungan penghasilan neto. Perbedaan atau selisih ini disebut dengan koreksi fiskal, yang sifatnya bisa koreksi positif atau koreksi negatif. Berikut ini rumus menghitung penghasilan neto fiskal:

 

Penghasilan neto fiskal = penghasilan neto komersial + koreksi fiskal

 

4. Hitung penghasilan kena pajak

Pada perhitungan PPh badan tahap ini, Anda bisa mencari tahu nominal penghasilan kena pajak (PKP). Caranya adalah mengurangi penghasilan neto fiskal dengan kompensasi kerugian. Terkait ketentuan tentang kerugian yang dapat dikompensasikan, Anda bisa mempelajarinya lebih lanjut pada UU PPh Pasal 6 ayat (2). Sedangkan di bawah ini adalah rumus menghitung PKP:

 

PKP = penghasilan neto fiskal kompensasi kerugian

 

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 yang harus Anda pahami!

 

5. Hitung PPh badan terutang

Nominal PPh badan terutang bisa didapatkan melalui perkalian antara PKP dan tarif PPh badan yang berlaku, atau seperti yang terangkum dalam rumus berikut ini:

 

PPh badan terutang = PKP x tarif PPh badan

 

Perlu dicatat bahwa tarif yang berlaku untuk setiap perusahaan berbeda-beda. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.30 Tahun 2020, maka mulai tahun 2020 hingga 2021. Tarif PPh Badan dipangkas menjadi 22%, dan kembali akan turun menjadi 20% ditahun 2022, sedangkan untuk perseroan terbuka mendapatkan pengurang sebesar  3% lebih rendah dibandingkan dengan Perseroan tertutup atau badan usaha lainnya   Untuk perhitungan PPh badan Jika badan usaha memiliki pendapatan bruto lebih dari Rp50 miliar/tahun, maka akan dikenakan tarif pajak tunggal 22%. Sedangkan bagi badan usaha yang pendapatan brutonya berkisar antara Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar/tahun, ada dua jenis tarif sesuai UU PPh Pasal 31E:

 

  • Tarif sebesar 22% bagi PPh yang tidak mendapatkan fasilitas (pendapatan bruto antara Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar)
  • Tarif sebesar 11% bagi PPh yang mendapatkan fasilitas (pendapatan bruto hingga sama dengan Rp4,8 miliar)

 

6. Menghitung kredit pajak

Selama berjalannya tahun pajak, sering kali Wajib Pajak sudah membayar pajak melalui prosedur pemungutan dan pemotongan pajak oleh pihak lain. Bisa juga dari pembayaran yang dilakukan Wajib Pajak Badan sendiri. Nah, pembayaran tersebut termasuk dalam angsuran pembayaran pajak yang sah diperhitungkan sebagai kredit PPh terutang. Namun, tidak berlaku untuk pajak bersifat final.

 

Baca Juga: Memahami tata cara pelaporan pph 23!

 

7. Menghitung PPh lebih/kurang bayar

Tahap terakhir dalam perhitungan PPh badan adalah mengurangi PPh terutang dengan kredit pajak. Dari sini akan diketahui apakah status pajak Anda kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Status kurang bayar berarti masih ada pajak yang harus Anda bayarkan, sedangkan status lebih bayar artinya ada kelebihan pembayaran pajak yang dapat dikembalikan. Sementara itu, nihil maksudnya tidak ada kelebihan maupun kekurangan pembayaran pajak.

 

Jika sudah mengetahui nominal pajak yang harus dibayarkan dari mekanisme perhitungan PPh badan di atas, jangan lupa segera menyetorkan dan melaporkan SPT Tahunan PPh badan kepada negara. Anda bisa melakukannya dengan mudah dan praktis melalui aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi serta diawasi langsung oleh DJP.

8 Syarat Perpanjangan Sertifikat Elektronik

8 Syarat Perpanjangan Sertifikat Elektronik

Di Indonesia, Pengusaha Kena Pajak (PKP) membutuhkan sertifikat elektronik agar bisa menjalankan fungsi-fungsi dalam e-Faktur. Sebut saja membuat faktur pajak, meminta nomor seri faktur pajak, serta memanfaatkan layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

 

Menurut SE-69/PJ/2015 tentang Prosedur Pemberian dan Pencabutan Sertifikat Elektronik, sertifikat elektronik adalah sertifikat bersifat elektronik yang dibubuhkan tanda tangan digital serta tercantum identitas yang menunjukkan status hukum masing-masing pihak dalam transaksi elektronik. Satu-satunya penerbit sah sertifikat elektronik adalah DJP.

 

Mengingat pentingnya sertifikat elektronik, usahakan untuk selalu memperbaharuinya sebelum masa berlaku habis alias kedaluwarsa. Tentunya ada syarat perpanjangan sertifikat elektronik yang wajib untuk Anda penuhi terlebih dulu.

 

Kapan Anda harus memperpanjang sertifikat elektronik?

Idealnya, sertifikat elektronik memiliki masa berlaku hingga sekitar dua tahun. Cara mengetahui tanggal pastinya pun tidak sulit. Kemungkinan besar sertifikat elektronik telah ter-install pada browser yang dipakai PKP ketika mendapatkan sertifikat tersebut. 

 

Untuk mencari tahu masa berlaku sertifikat elektronik, bukalah menu Control Panel pada browser.

 

Kemudian, masuklah ke bagian Internet Options dan pilih opsi Tab Content. Dalam Tab Content inilah tersimpan tautan sertifikat elektronik yang memiliki info terkait tanggal masa berlaku.

 

Baca juga: Pahami Cara Lapor SPT Tahunan Badan Online!

 

Daftar syarat perpanjangan sertifikat elektronik

Apabila ternyata masa berlaku tersebut sudah hampir habis, PKP wajib segera mengajukan perpanjangan sertifikat elektronik secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP terdaftar. Apabila tidak, PKP berisiko tidak bisa menerbitkan e-Faktur. Nantinya DJP akan meminta Anda untuk memenuhi berbagai syarat perpanjangan sertifikat elektronik berikut ini:

  1. Dokumen asli dan fotokopi kartu identitas, seperti KTP/paspor/KITAS/KITAP pengurus PKP.
  2. Dokumen asli kartu keluarga (KK) pengurus PKP.
  3. Surat pengajuan perpanjangan sertifikat elektronik yang telah ditandatangani.
  4. Surat pernyataan persetujuan penggunaan surat elektronik DJP yang dilengkapi materai.
  5. Dokumen asli SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir.
  6. Bukti asli dan fotokopi tanda terima pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir.
  7. Soft copy foto terbaru dari pengurus PKP
  8. Menyiapkan password untuk permintaan nomor seri faktur pajak.
 
 

Hal-hal penting lain yang wajib diperhatikan

Selain syarat perpanjangan sertifikat elektronik yang disebutkan pada poin sebelumnya, ada pula sejumlah hal lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan. Salah satunya adalah proses untuk mengajukan perpanjangan sertifikat elektronik hanya bisa dilakukan oleh pengurus PKP yang namanya tercantum pada SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir.

 

Lalu, terkait penggunaan passphrase, Anda dapat memasukkan passphrase baru atau berbeda dari passphrase lama. Selain itu, Anda tidak diminta untuk melakukan registrasi ulang lewat aplikasi e-Faktur setelah berhasil memperpanjang sertifikat elektronik. Namun, bagaimana soal data-data yang telah Anda miliki?

 

Tenang saja, data-data tersebut juga tidak akan hilang saat sertifikat elektronik diperpanjang atau diperbaharui. Sebagai PKP, Anda hanya perlu menghubungkan patch sertifikat elektronik baru yang sudah diperpanjang dengan aplikasi e-Faktur. 

 

Sekarang, coba cek kembali masa berlaku sertifikat elektronik Anda. Jika memang sudah mendekati masa berlaku, segera lakukan permohonan perpanjangan sebelum kadaluarsa. Pastikan Anda memenuhi segala syarat perpanjangan sertifikat elektronik dan memperhatikan hal-hal penting lainnya agar prosesnya berjalan lancar.

 

Dengan begitu, Anda akan tetap bisa memanfaatkan fungsi-fungsi e-Faktur yang dapat diakses dengan mudah melalui efaktur.pajak.go.id. Bisa juga melalui platform aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Hak dan kewajiban wajib pajak

Sebagai Wajib Pajak di Indonesia, Anda memiliki hak dan kewajiban yang harus dipatuhi. Ketentuan terkait hak dan kewajiban Wajib Pajak ini telah diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Lantas, apa sajakah hak dan kewajiban yang dimaksud?

Hak-hak Wajib Pajak

Setidaknya ada total enam belas hak dan kewajiban Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berikut hak-hak Wajib Pajak yang bisa Anda dapatkan:

1. Hak dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan

Anda berhak untuk melihat tanda pengenal pemeriksa, meminta surat perintah pemeriksaan, menerima penjelasan terkait maksud dan tujuan pemeriksaan, meminta detail perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT, serta hadir saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.

2. Hak mengajukan keberatan, banding, dan peninjauan kembali

Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan surat ketetapan pajak dari Ditjen Pajak, maka dapat mengajukan keberatan. Wajib Pajak juga berhak mengajukan banding hingga peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

3. Hak atas kelebihan pembayaran pajak

Jika Anda membayar pajak dengan jumlah lebih banyak dari seharusnya, maka Anda berhak menerima kelebihan bayarnya. Caranya adalah mengirimkan surat permohonan ke Kepala Kantor Pajak Pratama (KPP) atau melalui Surat Pemberitahuan (SP). 

4. Hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak

Bagi Anda yang termasuk Wajib Pajak patuh, maka berhak mendapat pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam waktu minimal satu bulan untuk PPN dan tiga bulan untuk PPh terhitung sejak surat permohonan diterima Ditjen Pajak.

5. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran

Pada kondisi-kondisi tertentu, Wajib Pajak bisa meminta permohonan pengangsuran atau penundaan untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan di Indonesia.

6. Hak kerahasiaan

Hak dan kewajiban Wajib Pajak juga menyangkut perlindungan kerahasiaan atas semua informasi yang Anda sampaikan kepada Ditjen Pajak terkait kepentingan perpajakan. Hal-hal yang dilindungi mencakup data dari pihak ketiga yang sifatnya rahasia.

7. Hak pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB)

Apabila terjadi kondisi tertentu, misalnya kerusakan bumi dan bangunan akibat bencana alam, Wajib Pajak berhak mengajukan pengurangan pajak terutang PBB. 

8. Hak penundaan pelaporan SPT tahunan

Wajib Pajak dapat mengajukan perpanjangan atau penundaan penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun PPh badan dengan alasan atau kondisi tertentu.

9. Hak pembebasan pajak

Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan pembebasan pemungutan atau pemotongan Pajak Penghasilan dengan alasan atau kondisi tertentu.

10. Hak pengurangan PPh Pasal 25

Wajib Pajak dapat meminta permohonan pengurangan jumlah angsuran PPh Pasal 25 dengan kondisi tertentu.

11. Hak mendapatkan insentif perpajakan

Sejumlah kegiatan atau Barang Kena Pajak (BKP) berhak atas fasilitas pembebasan PPN, di antaranya buku-buku, pesawat udara, kereta api, kapal laut, serta perlengkapan TNI/Polri yang diimpor atau diserahkan di area pabean oleh Wajib Pajak tertentu.

12. Hak mendapatkan pajak ditanggung pemerintah

Khusus pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai menggunakan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PPh terutang atas penghasilan konsultan, kontraktor, dan supplier utama ditanggung pemerintah.

Baca juga: Cara Aktivasi e-Filing Pajak!

Berbagai kewajiban Wajib Pajak

Di samping berhak melakukan berbagai hal di atas, Wajib Pajak juga harus mematuhi berbagai kewajiban perpajakan. Berikut ini di antaranya:

1. Kewajiban mendaftarkan diri

Salah satu hak dan kewajiban Wajib Pajak yang utama adalah mendaftarkan diri untuk mendapat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini bisa dilakukan di KP2KP atau KPP. Bisa juga secara online melalui ereg.pajak.go.id atau aplikasi pajak online AyoPajak yang telah diawasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

2. Kewajiban memberi data

Data yang dimaksud adalah informasi orang pribadi atau badan yang dapat menunjukkan kegiatan/usaha, penghasilan dan/atau kekayaan, peredaran usaha, termasuk informasi terkait transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, nasabah debitur, kartu kredit, hingga laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Ditjen Pajak.

3. Kewajiban pembayaran, pelaporan, pemungutan/pemotongan pajak

Wajib Pajak harus menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutangnya sendiri. Anda bisa melakukan hal ini secara mudah dan praktis melalui platform AyoPajak.

4. Kewajiban pemeriksaan

Contoh kewajiban yang dimaksud adalah memenuhi panggilan untuk menghadiri pemeriksaan, memberikan izin untuk memasuki ruangan atau tempat yang dinilai perlu, dan memberikan keterangan jika dibutuhkan.

Baca juga: Cara Mengisi SPT 1770 yang Mudah Disini!

Banner General (kontak, download app)

Itulah sederet hak dan kewajiban Wajib Pajak yang dapat Anda dapatkan dan harus Anda lakukan. Mari menjadi warga negara yang baik dengan taat pajak dan memenuhi berbagai kewajiban tersebut. Penuhi kewajiban pajak Anda dengan praktis dan aman lewat aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.Â