Panduan Lapor SPT Tahunan Pribadi Mudah

seorang wanita sedang menghitung lapor spt tahunan pribadi

Sebagai Individu yang sudah menjadi subjek wajib pajak dalam negeri pribadi setiap tahun mempunyai kewajiban untuk lapor SPT Tahunan pribadi. SPT Tahunan merupakan formulir yang digunakan wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak, melaporkan objek pajak, bukan objek pajak, harta dan kewajiban/hutang selama satu tahun pajak. Membuat laporan SPT Tahunan juga sangat menyulitkan dan membingungkan tentunya bagi individu wajib pajak yang baru pertama kali melakukannya.

 

 

Yang Perlu Diketahui Saat Awal Pengisian SPT Tahunan

 

Apakah Anda termasuk seseorang yang kesulitan untuk melakukan pengisian, menghitung pajak, ataupun cara pembayaran pajak dan pelaporannya? Berikut ini beberapa hal yang harus Anda ketahui pada saat awal pengisian SPT Tahunan WPOP:

    1. Ketahui Sumber dan jenis Penghasilan yang diperoleh
    2. Mengetahui Status Kewajiban perpajakannya
    3. Mengetahui penghitungan kembali Penghasilan Non Final atas pajak terutang dalam satu tahun pajak.
    4. Melaporkan harta yang dimiliki pada akhir tahun pajak.
    5. Melaporkan hutang yang dimiliki pada akhir tahun pajak.

Hal-hal yang sudah disebutkan diatas sangat penting untuk diketahui oleh Wajib Pajak karena sumber dan jenis penghasillan menentukan jenis Formulir Pajak yang akan digunakan, yang hingga saat ini terdapat 3 jenis Formulir SPT Tahunan Wajib pajak Orang Pribadi. Status kewajiban perpajakan akan menentukan jumlah dari Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagai pengurang atas Penghasilan Kena Pajak, mengetahui tata cara perhitungan pajak atas penghasilan Non Final yang diperoleh untuk menentukan berapa jumlah Pajak yang terutang dalam 1 tahun pajak. Serta mengetahui jenis harta dan hutang apa saja yang wajib dilaporkan di SPT Tahunan pada akhir tahun pajak.

 

 

Apa Saja yang Harus Dilakukan Untuk Lapor SPT Tahunan Pribadi

 

    1. Persiapkan waktu secukupnya.
    2. Persiapkan data-data identitas Wajib Pajak beserta tanggungannya,Dokumen legal atas kepemilikan  Harta dan Hutang yang masih dimiliki pada akhir tahun.
    3. Lakukan simulasi perhitungan terlebih dahulu atas Pajak terutang di excel/spreadsheet, sehingga bisa diketahui berapa penghasilan yang diperoleh dan berapa pajak yang terutang.
    4. Kumpulkan seluruh Bukti Pemotongan Pajak/Kredit Pajak  yang diperoleh atau angsuran pajak dimuka yang sudah dibayar, untuk mengetahui berapa Pajak yang masih harus dibayar atas pajak yang terutang.
    5. Estimasikan Biaya Hidup Wajib Pajak dan tanggungannya.
    6. Lakukan pembayaran Pajak terlebih dahulu jika terdapat Pajak yang masih harus dibayar.
    7. Mulailah Pengisian SPT Tahunan dari lampiran Tanggungan, Harta dan Hutang.
    8. Bandingkan Harta dan atau Hutang yang dimiliki akhir tahun dengan SPT tahunan yang dilaporkan sebelumnya, agar tidak ada Harta atau Hutang yang lupa terlaporkan.
    9. Bandingkan kenaikkan Harta bersih dengan Penghasilan Netto dikurangi estimasi biaya hidup.
    10. Laporkan SPT Tahunan lebih awal, jangan menunda pelaporan pajak menjelang batas akhir pelaporan pajak, karena bisanya menjelang batas akhir chanel layanan pajak akan sangat sibuk sehingga terkadang menyulitkan dalam pelaporan.

 

Demikianlah point-point yang harus diperhatikan bagi Wajib pajak sebelum mengisi dan melaporkan SPT Tahunannnya, agar tidak terjadi kesalahan dalam pengisian SPT Tahunannya. Selamat mengisi SPT Tahunan anda!

Aplikasi Perpajakan: Solusi Mudah Lapor Pajak

Seseorang sedang menghitung pajak untuk lapor pajak di Aplikasi Perpajakan

Pada saat pandemi seperti sekarang ini tentunya membuat tatanan gaya dan pola hidup masyarakat berubah, dengan lebih memperhatikan gaya hidup yang sehat, memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun dan menjaga jarak kini menjadi hal pokok yang harus kita lakukan. Perubahan ini terjadi begitu juga dengan pemerintah mencari solusi dan cara untuk tetap dapat menggerakkan roda ekonomi negara, saat ini banyak sekali berbagai bantuan dan insentif pajak yang digelontorkan pemerintah kepada pelaku usaha.

Dengan bantuan dan insentif yang diberikan, tentunya penerimaan pajak juga sangat penting untuk dijaga, oleh karena itu,  pemerintah dalah hal ini DJP telah melakukan reformasi yang penting untuk menjaga Penerimaan pajak tersebut khususnya dibidang IT. Salah satunya adalah dengan mengajak pihak swasta sebagai mitra DJP dalam melakukan layanan pajak secara online dengan aplikasi perpajakan. Saat ini DJP sudah menunjuk 14 perusahaan yang di authorized, salah satunya adalah PT. Garda Bina Utama atau ayopajak.com

Perusahaan yang ditunjuk disebut dengan Penyedia Jasa Apikasi Perpajakan atau yang disingkat dengan PJAP adalah pihak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menyediakan jasa aplikasi perpajakan bagi wajib pajak dan dapat menyediakan jasa aplikasi penunjang bagi wajib pajak. Ketahui apa saja hak dan kewajiban dari PJAP dibawah ini.

Kewajiban dan Hak Penyedia Jasa Apikasi Perpajakan (PJAP)

Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan memiliki dua Hak yaitu:

    1. Dipublikasikan sebagai Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan antara lain melalui laman Direktorat Jenderal Pajak.
    2. Mendapatkan informasi penerbitan regulasi baru di bidang perpajakan.

Sedangkan untuk kewajiban yang dimiliki oleh PJAP adalah sebagai berikut:

    1. Menjamin kerahasiaan data pengguna layanan sesuai peraturan perundang-undangan.
    2. Memenuhi ketentuan kualitas layanan sesuai dengan Standar Kualitas Layanan.
    3. Menerapkan prinsip perlindungan konsumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    4. Menerapkan prinsip manajemen risiko.
    5. Memberitahukan bahwa
      • Kerja sama dan/atau pengakhiran kerja sama dengan pihak lain.
      • Penambahan dan/atau penghentian layanan penyediaan aplikasi penunjang.
      • Perubahan susunan kepemilikan saham dan/atau susunan pengurus kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur Teknologi Informasi Perpajakan.
    6. Dalam hal Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan melakukan kerja sama dengan pihak lain, Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan memiliki kewajiban untuk:
      • Memastikan keamanan dan kelancaran pemberian layanan perpajakan, termasuk dalam hal dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain
      • Melakukan pengawasan secara berkala atas kinerja pihak lain yang bekerja sama dengan Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan tersebut
      • Bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang timbul atas penyediaan layanan yang diselenggarakan oleh pihak lain yang berkerja sama dengan Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan tersebut
    7. Membantu Direktorat Jenderal Pajak dalam meningkatkan kepatuhan perpajakan secara sukarela, antara lain dalam bentuk kegiatan sosialisasi, kampanye kebijakan perpajakan, penyediaan layanan pro bono
    8. Mematuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penunjukan Sebagai Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan
    9. Membebaskan Direktorat Jenderal Pajak dari segala tuntutan yang berkaitan dengan penyediaan layanan sebagai Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan, termasuk penyalahgunaan autentikasi identitas digital, seperti Electronic Filing Identification Number (EFIN), identitas pengguna (username), kata sandi (password), Personal Identification Number (PIN), tanda tangan elektronik, sertifikat elektronik, tokenpassphrase, dan autentikasi identitas digital lainnya yang dapat mengakibatkan kerusakan dan/atau kerugian baik langsung maupun tidak langsung, baik berupa kehilangan keuntungan, kegunaan data, atau kerugian-kerugian non-material lainnya.
 

Larangan Penyedia Jasa Apikasi Perpajakan (PJAP)

Melakukan kegiatan yang dapat merugikan Direktorat Jenderal Pajak dan/atau Wajib Pajak dalam kegiatan penyediaan layanan perpajakan.

Layanan Wajib yang Harus Disediakan PJAP

Selain itu terdapat enam poin penting layanan wajib yang Harus disediakan oleh Penyedia Jasa Aplikasi Pajak, yaitu:

    1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan; (eREG)
    2. penyediaan aplikasi penerbitan dan penyaluran Bukti Pemotongan elektronik; (eBUTPOT)
    3. penyelenggaraan e-Faktur Host-to-Host (H2H); (eFAKTUR)
    4. penyediaan aplikasi pembuatan Kode Billing; (eBILING)
    5. penyediaan aplikasi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bentuk dokumen elektronik (eSPT); dan
    6. penyaluran SPT dalam bentuk dokumen elektronik (eFILING).

Dalam memberikan layanannya tentu masing-masing PJAP ada yang gratis dan berbayar. Masing-masing PJAP mempunyai produk layanan tambahan yang dapat membantu dan memudahkan para wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya.

Adapun layanan yang gratis ataupun yang berbayar  dapat dicek langsung di masing-masing website PJAP tersebut, pastikan bahwa layanan pajak dan harga yang tawarkan sesuai dengan kebutuhan anda maupun perusahaan Anda. Jangan ragu untuk menghubungi dan menanyakan setiap produk dan layanan yang ditawarkan secara jelas. Karena  Setiap PJAP Mungkin mempunyai produk layanan tambahan yang tidak dimiliki oleh PJAP lainnya.

Dengan ada nya Penyedia aplikasi pajak, kini Anda memiliki berbagai alternatif solusi dalam melaksakan kewajiban perpajakan Anda. Kini bayar dan lapor pajak tidak lagi sesulit sebelumnya, cukup memiliki jaringan Internet, maka Anda dapat melakukan aktivitas perpajakan Anda di komputer, laptop maupun gadget Anda.

Sehingga tidak ada lagi kata “Duh antri nya Panjang banget” ataupun “Website DJP nya down”. Karena sekarang anda memilki solusi alternative dalam menjalankan kewajiban Perpajakan anda dan perusahaan Anda.

Transformasi UU Bea Meterai

Oleh Irwan Wisanggeni, Dosen Trisakti School of Management

 

Per 1 Januari tahun 2021 ini diberlakukan  UU No 10 tahun 2020 tentang UU bea meterai, salah satu perubahan yang mendasar dari undang-undang yang baru ini adalah tarif dan batasan nilai nominal  uang yang dikenakan bea meterai. UU No 13 tentang bea meterai tahun 1985 (lama) tarif bea meterai untuk transaksi dengan nilai nominal dibawah Rp 250.000, dibebaskan bea meterai sedangkan transaksi diantara Rp 250.000 sampai dengan Rp 1.000.000 akan dikenakan tarif bea meterai Rp 3.000 dan transaksi dengan nilai Rp 1.000.000 ke atas akan dikenakan tarif bea meterai Rp 6.000. Sedangkan UU No 10 tentang bea meterai tahun 2020 (baru)  untuk transaksi dengan nilai nol sampai dengan Rp 5.000.000. dibebaskan dari bea meterai, lalu untuk nilai transaksi diatas Rp 5.000.000. dikenakan bea meterai Rp 10.000. Itulah kenaikan tarif bea meterai pada UU baru yang akan berlaku per 1 Januari 2020.

 

Beberapa pengamat ekonomi merespon dengan khawatir atas kenaikan tarif bea meterai, karena hal ini akan menambah biaya ekonomi (economic costs) juga berdampak inefisiensi dalam ekonomi digital. Namun penulis berpendapat lain, kenaikan tarif menjadi Rp 10.000. memang cukup besar sekitar 66 persen, tapi batasan nilai nominal transaksi yang dikenakan bea meterai menjadi bertambah UU yang lama diatas Rp 250.000 sedangkan UU yang baru Rp 5.000.000. Sesuai pasal 3 ayat 2 huruf g. Atas perubahan ini menyiratkan bahwa transaksi dengan nilai Rp 5.000.000. yang banyak dilakukan oleh sektor UKM (usaha kecil menengah) akan sangat membantu sektor ini juga pada transaksi digital yang berdasarkan pengamatan berada pada transaksi dibawah Rp 5.000.000 untuk sektor retail. Jadi dapat simpulkan kenaikan batasan nilai nominal transaksi dari Rp 250.000 menjadi Rp 1.000.000. akan memberikan insentif pajak pada masyakat secara lebih luas.

 

Kenaikan tarif bea meterai 66 persen akan mempengaruhi transaksi perdagangan dengan nilai nominal besar yang akan berdampak menambah penerimaan negara dari sektor pajak. Tak dipungkiri bea meterai merupakan pajak dokumen (duty stamp) kehadirannya di Indonesia warisan dari era kolonial, namun tidak sedikit negara-negara yang masih mengenakan pajak atas dokumen, seperti Singapura, Korea Selatan, Australia dan banyak lagi. Tarif bea meterai dinegara lain juga sangat mahal dibanding di Indonesia misalnya Korsel menetapkan tarif bea materai sebesar 100-350.000 won atau setara Rp 130 ribu – Rp 4,5 juta, jadi jika dibandingkan dengan Indonesia masih sangat murah.

 

Dalam UU bea meterai  yang baru menekankan kesetaraan antara dokumen kertas dan elektronik juga bertujuan meningkatkan kesederhanaan dan efektivitas melalui tarif tunggal dan penerapan meterai elektronik. UU Bea Meterai yang baru memberikan rasa keadilan dalam aspek perpajakan, karena selama ini traksaksi digital tidak disinggung  dalam UU bea meterai yang lama. Memang ada dalam Pasal 5 UU ITE  menyatakan transaksi e-commerce harus dikenakan bea meterai. Maka atas dasar keadilan pemungutan pajak maka dalam UU bea meterai yang baru diatur dengan jelas.

 

Potensi bea meterai  pada rana transaksi digital sangat signifikan untuk membantu penerimaan negara. Misalnya pada data tahun 2016, sebanyak 8,4 juta jiwa yang melakukan transaksi elektronik, apabila dikalkulasi maka pemerintah akan mendapatkan pemasukan dari sektor pajak yang berasal dari bea meterai sebesar lebih dari Rp. 50 miliar. Kesemuanya ini diasumsikan apabila semua pengguna internet dikenakan materai 6000 dalam setiap transaksinya. Sedangkan pada tahun 2020 pengguna internet sudah mencapai 25,5 juta jiwa, artinya naik 3 kali lipat dibanding tahun 2016, sehingga potensi bea materai dari transaksi digital akan sangat besar. Jadi bentuk e materai akan timbul di tahun 2021.

 

Hal positif lain yang di dapat dari UU bea meterai yang baru adalah sanksi atas kurang dipungut atau kurang disetor, sanksi berdasarkan UU yang lama 200 persen sedangkan sanksi berdasarkan UU bea materai yang baru hanya 100 persen dari bea materai terutang sesuai  Pasal17 ayat(1) jo. Pasal18 ayat(2) UU bea meterai 2020.

 

Namun untuk sanksi pemalsuan terhadap meterai akan dikenakan sanksi yang tegas dipidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), juga untuk sanksi atas pemakaian kembali bea materai yang sudah dipakai akan dikenakan sanksi lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Hal ini semua diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 di bea meterai yang baru.

 

Lalu bagaimana jika dalam tahun 2021 nanti kita masih memiliki stock meterai lama, dalam UU bea meterai yang baru pasal 28 dibuatkan aturan peralihan yang menyatakan meterai lama masih dapat digunakan sampai jangka waktu 1 (satu) tahun setelah UU ini mulai berlaku dan tidak dapat ditukarkan dalam bentuk apapun. Meterai tempel yang digunakan untuk melakukan pembayaran Bea Meterai yang terutang atas dokumen, dapat digunakan dengan nilai total meterai tempel yang dibubuhkan pada dokumen paling sedikit Rp 9.000.

 

Sedangkan yang memunculkan polemik atas UU bea meterai yang baru ini adalah dikenakan bea meterai atas transaksi saham di bursa efek yang tentunya hal ini akan memunculkan biaya tambahan yang besar dikalangan pemain saham di bursa, jika harus membayar bea meterai atas transaksi, namun Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, transaksi jual beli saham tidak dikenakan bea meterai  per transaksi saham tapi transaksi perpriodik, sehingga tidak memberatkan investor di bursa saham.

 

Objek bea meterai adalah dokumen dan bukan perbuatan hukum. Surat perjanjian sebelumnya yang tidak menggunakan bea meterai akan berakibat tidak sesuai dengan ketentuan UU bea meterai dan wajib pajak diberikan kesempatan untuk melakukan pemeteraian kemudian, namun dikenai sanksi. Sah atau tidaknya suatu surat perjanjian tidak ditentukan oleh ada tidaknya bea meterai artinya meterai bukanlah patokan yang menentukan keabsahan sebuah dokumen. Jadi murni bea meterai adalah pajak atas dokumen yang harus dipikul oleh pengguna dokumen. Semoga kita mematuhi ketentuan pajak atas dokumen yang baru ini.

 

Semoga UU bea meterai yang baru akan memberikan manfaat dan guna, buat masyarakat juga buat pemerintah. Sehingga dapat berkonstribusi buat kemajuan ekonomi nasional.

Cara Mengisi SPT 1770 yang Mudah

Cara Mengisi SPT 1770

Tahukah Anda bahwa cara mengisi SPT 1770 sangatlah mudah! Formulir SPT 1770 adalah dokumen pajak yang harus diisi oleh Wajib Pajak orang pribadi dengan kriteria memiliki penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas (freelance), penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja, penghasilan dalam negeri maupun luar negeri, dan penghasilan yang dikenakan PPh final. Cara pengisian SPT 1770 sebenarnya mudah saja, cukup mengisi kolom isian dengan data yang sebenarnya. Namun, jika ini kali pertama Anda mengisi SPT 1770 untuk lapor SPT tahunan, simak panduannya berikut ini. 

Panduan mengisi formulir SPT 1770 manual

Cara mengisi SPT 1770 manual akan sangat berguna apabila Anda mengurus pembayaran pajak ini via Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Formulirnya berbentuk lembaran kertas dengan banyak kolom yang harus diisi. Kalau Anda berencana mengisi SPT tahunan pajak secara manual, perhatikan hal-hal berikut:

1. Persiapkan dokumen 

  • Wajib Pajak yang akan mengisi formulir SPT 1770 harus membuat tanda segi empat hitam di keempat sudut formulir sebagai pembatas agar dokumen dapat dipindai. 
  • Gunakan kertas ukuran F4 (8,5 X 13 inci) untuk mencetak formulir SPT 1770. 
  • Jaga kertas agar tidak sobek, kusut, terlipat, dan rusak. 

2 . Mengisi kolom identitas, penghasilan neto, dan penghasilan kena pajak

Cara mengisi SPT 1770 diawali dengan melengkapi kolom identitas. Pastikan mengisinya dengan benar dan tidak ada kekeliruan. Kolom identitas ini berisi:

  • NPWP
  • Nama Wajib Pajak
  • Jenis usaha atau pekerjaan
  • Nomor telepon
  • Status kewajiban perpajakan suami atau istri bagi yang sudah menikah
  • Selesai dengan kolom identitas, lanjutkan ke bagian penghasilan neto. Data yang harus Anda isikan di sini antara lain adalah:
    • Penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan/atau pekerjaan bebas.
    • Penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, dan pendapatan neto lainnya. 
    • Penghasilan neto luar negeri. 
    • Jumlah keseluruhan pendapatan neto.
    • Zakat atau sumbangan rutin yang dilakukan.
    • Jumlah pendapatan neto setelah dikurangi zakat atau sumbangan keagamaan wajib. 
  • Selanjutnya, isi bagian penghasilan kena pajak dengan penghasilan seluruh anggota keluarga Wajib Pajak yang digabungkan jadi satu. Bagian ini terdiri dari kompensasi kerugian, jumlah penghasilan neto setelah kompensasi kerugian, penghasilan kena pajak, dan penghasilan tidak kena pajak. 

3. Mengisi kolom PPh terutang, kredit pajak, dan PPh kurang/lebih bayar

  • Pada kolom PPh terutang, isi dengan jumlah PPh yang dipotong dari masing-masing jenis penghasilan sesuai dengan bukti yang bersifat final. Hal ini termasuk pula pembayaran pokok pajak STP Pajak Penghasilan pasal 25 ayat (7). 
  • Lalu, lanjutkan cara mengisi formulirSPT 1770 ini ke bagian kredit pajak yang isinya adalah informasi mengenai hasil pembagian jumlah penghasilan dari luar negeri dan penghasilan kena pajak, dikalikan dengan total PPh terutang. 
  • Setelah itu, isi bagian PPh kurang atau lebih bayar dengan hasil pengurangan dari jumlah PPh yang kurang dibayar dan PPh yang lebih dibayar. Jika tidak ada, cantumkan ‘NIHIL’. 

4. Mengisi bagian angsuran PPh pasal 25, lampiran pendukung, dan bagian pernyataan 

  • Lanjutkan pengisian ke bagian angsuran PPh pasal 25 tahun pajak berikutnya. Bagian ini diisi dengan jumlah angsuran bulanan PPh pasal 25 tahun pajak berikutnya yang dihitung 1 ½ dari jumlah pembagian PPh yang kurang dibayar dan lebih dibayar. 
  • Lampirkan bukti pendukung yang diminta di dalam formulir, contohnya bukti potong penghasilan, laporan laba rugi, PPh terutang, dan lainnya.
  • Terakhir, centang bagian kalimat pernyataan di akhir yang berisi bahwa Anda sudah mengisi data dengan benar. 

 

Banner e-Filing

 

Laporkan SPT melalui DJP Online bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Itulah pembahasan cara mengisi SPT 1770 secara manual. Namun, jika Anda ingin cara yang lebih simpel dan mudah, sekarang sudah tersedia fitur E-Filing untuk pengisian formulir secara online. Salah satu laman yang memiliki fitur E-Filing pelaporan SPT Tahunan adalah Ayo Pajak. Nantinya, Anda akan mendapatkan bukti penerimaan elektronik setelah selesai melaporkan surat pemberitahuan SPT tahunan. Selain formulir 1770, kami juga dapat melayani pengisian formulir Wajib Pajak orang pribadi untuk formulir 1770 s dan juga formulir 1770 ss. Ayo, Lapor SPT tahunan PPh Anda sekarang juga dengan menggunakan Ayo Pajak yang pastinya mudah dan tanpa ribet!

Cara Cetak Ulang Kode Billing Pajak Biar Tidak Bingung

cara cetak ulang kode billing pajak

Kode e-billing pajak (disebut juga ID Billing) adalah rangkaian digit angka yang berfungsi untuk bayar pajak, baik melalui bank, ATM, internet banking, mobile banking, maupun teller kantor pos. Kode ini dibuat melalui beberapa saluran seperti aplikasi online pajak, SMS e-billing, Kring Pajak, dan situs pajak.go.id. Biasanya, kode hanya dicetak sekali, yaitu saat sebelum pembayaran. Namun, akan dibutuhkan lagi ketika Anda mengurus SPT tahunan. Lalu, kalau misalnya hilang, bagaimana cara cetak ulang kode e-billing pajak ini?

Cara Membuat E-Billing

 Seperti yang telah dijelaskan di atas, kode e-billing pajak memiliki fungsi penting untuk memperlancar Anda dalam membayar pajak. Agar Anda tidak kebingungan lagi dalam persoalan perpajakan ini, ikuti beberapa cara mudah ini sekarang juga.

Melalui saluran SSE1

SSE1 adalah sistem yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memfasilitasi para Wajib Pajak membayarkan tanggungannya. Sistem ini adalah yang pertama kali muncul sebelum adanya SSE2 dan SSE3. Cara cetak ulang kode e-billing pajak melalui saluran SSE1 ini adalah seperti berikut. 

  1. Login ke situs SSE pajak versi 1 atau SSE melalui link https://sse.pajak.go.id.
  2. Masukkan nomor NPWP dan pin SSE versi 1 yang telah Anda miliki. Untuk bisa melakukan langkah ini, tentu saja Anda sebelumnya sudah harus membuat serta mengaktivasi akun. 
  3. Setelah berhasil login, masuk ke menu ‘View Data’. 
  4. Selanjutnya, pilih opsi ‘Konfirmasi NTPN’. 
  5. Cari menu ‘Billing/NTPN’. Tuliskan digit kode billing pajak yang tercantum pada resi pembayaran pajak Anda. Pastikan Anda masih memiliki resi atau bukti pembayaran pajak agar dapat mengetahui kode billing-nya. 
  6. Klik tombol ‘Verifikasi NTPN’.
  7. Berikutnya akan muncul tampilan halaman cetakan kode billing.
  8. Print cetakan kode e-billing tersebut dengan menekan tombol CTRL + P pada keyboard atau dengan cara memilih menu print pada browser Anda. 

Baca juga: Fungsi NPWP Bagi Wajib Pajak

Melalui saluran SSE2

Apabila Anda belum punya akun di SSE1, maka alternatifnya adalah mencetak dari saluran SS2 atau SSE3. Dua saluran ini adalah versi upgrade dari SSE1 dengan pembaruan di bagian “Pembuatan Kode Billing atas NPWP orang lain” dan “Pembuatan Kode Billing untuk Pembayaran Pajak tanpa NPWP”. Cara cetak ulang kode e-billing pajak melalui SSE2 bisa Anda simak di bawah ini. 

  1. Pastikan Anda sudah melakukan registrasi pada aplikasi DJP Online. 
  2. Masuk ke SSE2, yaitu pada link https://djponline.pajak.go.id/account/login dengan menggunakan akun Anda. 
  3. Kalau sudah berhasil login, klik pada logo E-Billing. 
  4. Cari file PDF kode e-billing di menu download browser atau dengan membuka folder download di laptop atau komputer Anda. 
  5. Apabila Anda sudah melakukan pembayaran untuk kode e-billing yang dicetak ulang tersebut, maka cocokkan terlebih dahulu kodenya dengan yang tertera pada resi pembayaran. 
  6. Kemudahan mencetak ulang kode e-billing melalui SSE2 adalah file-nya otomatis tersimpan di komputer atau laptop sehingga bisa dicetak melalui perangkat lain yang terhubung dengan printer. 

 

Melalui saluran SSE3 

Link untuk mencetak ulang kode e-billing pajak melalui SSE3 adalah https://sse3.pajak.go.id/. Saluran SSE3 bisa menjadi alternatif terakhir bagi Anda yang ingin mendapatkan file e-billing yang sudah dibuat sebelumnya. Cara cetak ulang kode e-billing pajak ini adalah sebagai berikut.

  1. SSE3 telah diprogram untuk secara otomatis menyimpan data kode e-billing ke laptop atau komputer yang dipakai saat Anda membuat kodenya. Itu berarti, jika saat membuat kode Anda menggunakan komputer sendiri, maka sudah pasti file-nya tersimpan.
  2. Coba buka folder download di komputer Anda, cari file PDF yang berisikan kode e-billing pajak. Buka file tersebut dan lihat apakah kodenya sesuai dengan yang Anda cari. 
  3. Gunakan resi pembayaran untuk mencocokkan bahwa memang betul kode tersebut yang ingin dicetak ulang. 

Baca juga: Cara Mengisi e-Filing Untuk Pelaporan Pajak Penghasilan Tahunan

Update informasi, per 2020 kemarin DJP telah menutup saluran SSE1 dan SSE3, sehingga hanya menyisakan saluran SSE2 di laman  https://djponline.pajak.go.id. Jadi, bagi Anda yang sedang mencari cara cetak ulang dan cara membuat e-billing pajak, bisa langsung ke laman tersebut dan mengikuti langkah-langkah yang tadi sudah disebutkan. Selain itu, jangan ragu untuk menggunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda serta membayar pajak secara online.

Inilah Cara Menghitung BPHTB yang Benar

Inilah cara menghitung bphtb yang benar

BPHTB merupakan singkatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Bea ini adalah pungutan terhadap perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang ditanggung oleh pihak pembeli dan penjual. Dengan begitu, kedua belah pihak sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak. Penghitungan BPHTB jadi penting karena berurusan dengan tanggung jawab Anda sebagai pembayar pajak. Lalu, bagaimana cara menghitung BPHTB yang benar?

 

Tarif BPHTB dan subjek yang dikenakan

BPHTB dikenakan kepada seorang individu atau badan karena mendapatkan hak atas tanah atau bangunan secara hukum. Peraturan mengenai BPHTB terlampir dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan pemerintah daerah kabupaten atau kota sebagai pihak yang memiliki hak untuk melakukan pemungutan. 

 

Cara menghitung BPHTB sangat bergantung pada tarif yang telah ditentukan, yaitu 5% dari harga jual rumah, tanah, atau bangunan yang dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Namun, perlu diketahui bahwa BPHTB bukanlah pajak karena frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan secara insidental atau berkali-kali (tidak terikat waktu). Sementara itu, pajak harus dibayar sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. 

 

Syarat mengurus BPHTB 

Ketika Anda melakukan transaksi jual-beli tanah, rumah, atau bangunan lain, maka wajib menyiapkan persyaratan BPHTB seperti berikut.

  1. Fotokopi KTP Wajib Pajak.
  2. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB.
  3. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk tahun yang bersangkutan.
  4. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti akta jual beli, sertifikat, letter C atau girik. 
  5. Fotokopi Surat Tanda Terima Setoran (STTS)/struk ATM bukti pembayaran PBB. 

 

Cara menghitung BPHTB

Rumus dasar menghitung besar BPHTB adalah sebagai berikut:


*NPOP: Nilai Perolehan Objek Pajak 

*NPOPTKP: Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

 

Lalu, dengan menggunakan rumus tersebut, Anda bisa mencoba cara menghitung BPHTB seperti contoh yang akan diberikan di bawah ini.

 

 

  • Menghitung nilai NPOP
Luas sebidang tanah kosong di Jakarta 1000m2
NJOP 1.000.000/meter
NJOPTKP Jakarta  Rp80.000.000
Harga kesepakatan antara penjual dan pembeli Rp2.000.000/meter
Nilai NPOP (Nilai Transaksi) 1000 x 2.000.000 = Rp2.000.000.000

 

 

  • Menghitung nilai PPh dan BPHTB
PPh 5% x NPOP5% x Rp2.000.000.000 = Rp100.000.000
BPHTB 5% x (NPOP – NPOPTKP)5% x (Rp2.000.000.000 – Rp80.000.000) = Rp96.000.000

Sebagai informasi tambahan bagi Anda yang mencari cara menghitung BPHTB yang benar, nilai NPOPTKP di masing-masing wilayah berbeda. Nilai paling rendah yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 pasal 87 ayat 4 adalah Rp60 juta untuk setiap Wajib Pajak. 

 

Namun, apabila rumah, tanah, atau bangunan berasal dari hibah wasiat atau waris yang diterima orang pribadi dengan masih adanya hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah, termasuk istri, maka NPOPTKP paling rendah ditetapkan sebesar Rp300 juta. 

 

Meski bea ini bukan termasuk pajak, cara menghitung BPHTB amatlah penting karena akan masuk proses legalitas pemindahtanganan hak atas tanah dan/atau bangunan. Anda harus menyelesaikan dulu urusan BPHTB dan pajak wajib sebelum notaris atau PPAT dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan. Karenanya, mulai sekarang jangan telat bayar pajak dan pahami proses pembayaran BPHTB saat Anda bertransaksi jual-beli tanah bangunan. 

Pahami Cara Mengisi SPT Tahunan

cara mengisi SPT tahunan

Setiap tahun, para Wajib Pajak pribadi maupun badan harus melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sebagai salah satu syarat administrasi perpajakan di Indonesia. SPT dilaporkan oleh Wajib Pajak yang penghasilan per bulannya mencapai Rp60 juta lebih atau juga kurang. Tidak perlu pergi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sekarang Anda bisa membuat SPT ini secara online atau e-filling melalui website DJP yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Bagaimana cara mengisi SPT Tahunan melalui online? Simak panduan lengkapnya!

Cara Mengisi SPT Tahunan Pribadi

Jika Anda mengurus atau lapor SPT tahunan untuk diri sendiri, maka tergolong dalam SPT pribadi. Nah, SPT pribadi memiliki beberapa formulir berbeda sesuai dengan status Wajib Pajak. 

1. Jika penghasilan Wajib Pajak (Orang Pribadi) kurang dari Rp 60 juta/tahun

Bila penghasilan Anda kurang dari Rp 60 juta/tahun, maka jenis SPT yang digunakan untuk pelaporan adalah:

  • 1770 SS untuk karyawan atau pegawai.
  • 1770 untuk pegawai dengan penghasilan dari pekerjaan sampingan. 
  • 1770 untuk non pegawai.

2. Jika penghasilan Wajib Pajak (Orang Pribadi) lebih dari Rp 60 juta/tahun  

Bila penghasilan Anda lebih dari Rp 60 juta/tahun, maka jenis formulir SPT yang digunakan untuk pelaporan adalah:

  • 1770 S untuk karyawan atau pegawai. 
  • 1770 untuk pegawai dengan penghasilan lain.
  • 1770 untuk non pegawai. 

Baca juga: Cara mengisi spt 1770 yang mudah

Dokumen Pelengkap

Setelah menemukan formulir yang tepat, siapkan bukti potong pajak dari pemberi kerja atau divisi terkait di kantor, misalnya HRD. Ada pula beberapa dokumen pelengkap penting lainnya yang harus Anda siapkan agar proses lapor SPT lancar. Berikut ini adalah daftar dokumen yang harus disiapkan:

  • NPWP
  • EFIN
  • Bukti potong 1721 A1 (untuk Pegawai Swasta)
  • Bukti potong 1721 A2 (untuk Pegawai Negeri)
  • Dokumen bukti penghasilan lain di luar pekerjaan
  • Neraca & laporan laba-rugi (Wirausaha)
  • Rekapitulasi bulanan peredaran bruto dan biaya (Wirausaha)
  • Daftar penghasilan
  • Daftar tanggungan pribadi
  • Daftar harta pribadi
  • Bukti pembayaran zakat atau sumbangan lainnya

Mengisi Formulir SPT Tahunan

Pengisian SPT Tahunan

Mari ikuti cara mengisi SPT Tahunan secara online berikut ini: 

  1. Sebelumnya, Anda harus memiliki akun. Buat akun di website DJP Online, disini.
  2. Dapatkan EFIN melalui website yang sama, atau bisa juga mengurus secara offline ke KPP setempat dengan membawa NPWP. 
  3. Pada laman DJP, isi NPWP dan password serta kode captcha untuk bisa login. 
  4. Saat Anda sudah ada di laman One-Stop Tax Services, pilih cara mengisi SPT Tahunan, yaitu E-Filing, yang selama pengisian harus terhubung dengan internet; atau E-Form yang bisa mengisi formulir secara offline.  
  5. Katakanlah Anda memilih E-Filing. Kemudian lanjutkan dengan klik ikon ‘E-Filing’ dan muncullah menu untuk membuat SPT. Klik bagian ‘Buat SPT’ di pojok kanan atas. 
  6. Berikutnya, jawab pertanyaan yang muncul sesuai dengan kriteria dan kondisi Anda sebenarnya. Selesaikan pertanyaan ini sampai dengan nomor terakhir. 
  7. Klik pilihan formulir SPT yang muncul di akhir pertanyaan. Jika Anda berpenghasilan di atas Rp60 juta/setahun, maka akan muncul SPT 1770 S. Namun, seandainya penghasilan Anda di bawah itu, maka yang muncul adalah formulir SPT 1770 SS. 
  8. Berikutnya, pilih tahun SPT Pajak, atur statusnya jadi ‘Normal’, dan klik ‘Langkah Berikutnya’.
  9. Anda akan dialihkan ke ‘Lampiran II’, yakni halaman daftar pemotongan atau pemungutan PPh oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung pemerintah. Di sini akan tertera pula jumlah nominal potongan pajak. 

Baca juga: Mengenal SPT Tahunan yang Penting Diketahui

SPT Tahunan Bagian Harta Dan Piutang

Setelah menyelesaikan Lampiran II, selanjutnya Anda akan masuk ke cara mengisi SPT Tahunan, bagian harta dan piutang. Begini langkah-langkahnya.

  1. Masih di laman yang sama, klik ‘Tambah+’ untuk mengisi lampiran I, bagian kolom harta. Kemudian, cantumkan seluruh harta yang Anda punya, baik itu penghasilan, tabungan, deposito, giro, dan lainnya. Kalau sudah, klik ‘Simpan’. Tambahkan lagi isian harta jika memang ada lebih dari satu kekayaan. 
  2. Jika pengisian harta sudah selesai, klik “Langkah Berikutnya’. Di halaman berikutnya akan muncul pertanyaan ‘Apakah Anda memiliki utang?’. Kalau memang iya, isikan saja, misalnya KTA, KPR, dan lainnya, kecuali kredit. 
  3. Setelah itu, isi identitas Anda sesuai status, apakah itu ‘Tidak Kawin/Kawin’. Lalu lanjutkan dengan klik ‘Lanjut ke A’. 
  4. Lakukan pengisian data, mulai dari Pengisian Netto, Penghasilan Kena Pajak, PPh Terutang, Kredit Pajak, PPh Kurang/Lebih Bayar, Angsuran PPh Pasal 15 Tahun Pajak Berikutnya. 
  5. Centang kolom ‘Setuju/Agree’ pada bagian ‘Pernyataan’ dan klik ‘Langkah Berikutnya’. 
  6. Jika seluruh pengisian benar, maka di akhir akan muncul informasi bahwa SPT Anda ‘Nihil’. 
  7. Periksa email karena DJP akan mengirimkan token untuk verifikasi pelaporan SPT. Masukkan kode tersebut ke kolom yang tersedia di bagian bawah. 
  8. SPT siap dikirim dengan klik ‘Kirim SPT’ dan ‘Selesai’. 

Baca Juga: Cara Pembetulan SPT PPN Lebih Bayar

Seperti itulah cara mengisi SPT Tahunan. Sebenarnya, semuanya sudah ada panduan lengkapnya di laman website DJP saat Anda melakukan pengisian. Hal yang paling penting adalah jangan terburu-buru dan telitilah dalam mengisi informasi. Kesalahan sedikit saja dapat menggagalkan status laporan SPT Anda. 

Demikianlah langkah-langkah mengisi SPT Tahunan. Ingin cara yang lebih mudah untuk lapor SPT Tahunan? Anda juga bisa menggunakan layanan e-Filing dan e-Billing AyoPajak yang akan membantu Anda untuk melaporkan SPT Anda tepat waktu. Segera kunjungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP! Yuk jadi warga Indonesia yang taat hukum.

Banner e-Filing

Ini Dia Cara Membuat NPWP bagi yang Belum Bekerja

cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja

Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP adalah nomor yang wajib dimiliki oleh warga Indonesia, baik per individu maupun badan, sebagai identitas dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Umumnya, NPWP wajib dimiliki oleh individu yang sudah bekerja, terutama jika penghasilannya mencapai Rp60 juta setahun. Namun, tak jarang orang yang belum bekerja juga membutuhkan NPWP sebagai syarat melamar pekerjaan. Lalu, bagaimana cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja? Apakah mungkin dilakukan?


Membuat NPWP untuk yang belum bekerja

Meski NPWP biasanya hanya dimiliki oleh orang-orang yang sudah bekerja dan berpenghasilan, tak sedikit pula masyarakat yang memiliki NPWP padahal statusnya pencari kerja atau job seeker. Biasanya memang beberapa perusahaan mensyaratkan NPWP sebagai salah satu bagian dari rekrutmen. Jadi, untuk bisa diterima di perusahaan tersebut, pelamar harus sudah memiliki NPWP terlebih dahulu.

 

Nah, masalahnya adalah, bagaimana cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja? Bagaimana caranya mengisi kolom gaji bruto di formulir pengajuannya nanti? Apa mungkin pengajuan bisa lolos kalau orang yang mengajukan belum bekerja? Tenang, kekhawatiran Anda tidak akan terjadi, kok. Anda tetap bisa mengajukan NPWP meski berstatus sebagai job seeker.


Meminta surat keterangan dari kelurahan

Apabila status Anda adalah seorang job seeker, maka cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja dimulai dengan meminta surat keterangan dari kelurahan. Mintalah petugas kelurahan untuk membuatkan surat keterangan yang berisikan status pekerjaan Anda. Namun, jangan ditulis ‘tidak bekerja’, ‘belum bekerja’, atau ‘sedang mencari pekerjaan’.

 

Isilah informasi pekerjaan ini dengan kondisi yang memungkinkan, seperti freelancer atau wiraswasta. Dengan begitu, status Anda tetap berpenghasilan meski jumlahnya tidak mencapai Rp60 juta setahun sebagai syarat memiliki NPWP. Jangan pernah mengisi surat keterangan dengan ‘belum bekerja’ karena pengajuan Anda bakal ditolak secara online maupun of line.


Syarat membuat NPWP

Setelah mendapatkan surat keterangan, maka langkah untuk mendapatkan NPWP pun semakin dekat. Tinggal siapkan saja syarat pengajuan NPWP pribadi yang umum diberlakukan kepada para pemohon NPWP yang statusnya sudah bekerja, yaitu fotokopi KTP. Anda bisa menyatukan surat keterangan pekerjaan dari kelurahan dan fotokopi KTP untuk kemudian dipakai dalam proses pengajuan NPWP.


Cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja

Zaman dulu, orang yang mau membuat NPWP dan pelaporan pajak harus ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dan mengantre. Tentu saja cara seperti ini sangat tidak efisien dan membuang waktu. Untungnya, sekarang semua sistemnya sudah online. Anda bisa mencoba cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja secara online melalui website DJP Online.


Langkah pertama, siapkan dokumen persyaratan dan buat akun di situs kantor pajak, yaitu https://ereg.pajak.go.id. Jika semua dokumen sudah disiapkan, maka ikuti cara pembuatan NPWP secara online seperti berikut ini:

  1. Masuk ke www.pajak.go.id lalu pilih ‘E-Registration’.
  2. Klik ‘Daftar’, setelah itu lengkapi kolom nama, alamat email, password, dan lainnya. Kemudian klik ‘Save’.
  3. Aktivasi akun Anda, caranya dengan klik tautan yang dikirimkan oleh DJP Online ke email Anda.
  4. Saat akun sudah terverifikasi, Anda bisa melanjutkan proses pengisian data pribadi dan pekerjaan. Isikan semua informasi sesuai dengan KTP. Namun, pada kolom pekerjaan tuliskan saja ‘Karyawan Swasta’ agar proses bisa dilanjutkan. Kalau sudah, klik ‘Submit’.
  5. Periksa email dari Ditjen Pajak yang berisikan nomor transaksi. Login kembali dengan email Anda dan lihat informasi Kantor Pajak Pratama yang akan menerbitkan NPWP Anda.
  6. Terakhir, tunggu dan pantau proses pengajuan. Kalau lolos, maka NPWP akan diterbitkan paling lambat 14 hari setelah pengajuan. Kalau tidak, cek kemungkinan adanya data yang perlu diperbaiki di laman DJP Online.

 

Cara membuat NPWP bagi yang belum bekerja pun selesai ketika Anda mendapatkan informasi bahwa pengajuan diterima dan NPWP diterbitkan. Untuk mengambil kartu NPWP, Anda bisa datang langsung ke KPP yang menerbitkannya. Namun, kalau belum berhasil atau tidak ada info penerbitan sampai 14 hari, Anda bisa mengulang proses pengajuan online dari awal.

Cara Membuat E-Billing Seperti Apa, Ya?

cara membuat e-billing

Bagaimana cara membuat E-Billing? Bagi yang baru pertama membuat, Anda mungkin menganggap hal tersebut akan sulit dan rumit dilakukan. Padahal, kenyataannya tidak begitu. E-Billing diciptakan Dirjen Pajak sebagai fasilitas yang akan memudahkan para Wajib Pajak untuk membayarkan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, sistem pembuatan E-Billing pun pasti mudah dan gampang. Simak langsung panduannya di bawah ini!

 

Pengertian E-Billing

E-Billing adalah sebuah sistem untuk membayar pajak secara online. Sistem ini dihadirkan untuk memudahkan masyarakat saat harus membayar pajak mereka. Dengan E-Billing, Wajib Pajak tidak perlu lagi membayar secara manual dengan media Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). E-Billing memungkinkan Anda membayar pajak secara online, dengan terlebih dahulu membuat kode billing atau E-billing. 

 

Cara membuat kode billing dengan akun DJP online

Cara membuat E-Billing online dimulai dengan membuat kode billing terlebih dahulu. Kode ini didapat melalui website DJP online setelah Anda mendaftarkan akun. Kalau belum mendaftarkan akun, maka kode E-Billing atau ID billing bisa didapat dengan datang langsung ke KPP terdekat dan meminta nomor EFIN. 

Bagi yang sudah punya akun DJP online, langsung saja buka laman https://djponline.pajak.go.id/account/login. Login dengan nomor NPWP, password, dan kode keamanan. Setelah itu, klik menu ‘Bayar’ dan klik ‘E-Billing.’ Selanjutnya, lengkapi formulir informasi. Kalau sudah selesai, klik ‘Buat Kode Billing.’ Masukkan kode keamanan dan klik ‘Cetak’. Kode E-Billing pun berhasil dibuat. 

 

Cara membuat E-Billing melalui Ayo! Pajak

Selain melalui website Ditjen Pajak, kini cara membuat E-Billing pun sudah bisa melalui website Ayo! Pajak. Kalau Anda mau membuat kode E-Billing di Ayo! Pajak tapi belum punya akun, berikut cara pendaftarannya: 

    1. Daftar Akun Baru melalui Ayo! Pajak.
    2. Masukkan alamat email dan buat kata sandi yang merupakan gabungan dari angka dan huruf, sebanyak minimal delapan karakter sampai dengan seratus karakter.
    3. Klik ‘Daftar’.
    4. Akan muncul ‘Akun Berhasil Terdaftar’. Cek email Anda untuk melakukan verifikasi. Ingat, link yang disediakan untuk konfirmasi akun hanya berlaku selama 24 jam sejak pendaftaran. Jadi, pastikan segera mengecek dan mengonfirmasinya. 
    5. Kalau sudah klik link tautan, akan muncul notifikasi ‘Konfirmasi Email Berhasil’.
    6. Kembali ke menu login Ayo! Pajak di awal. Login dengan email dan password yang tadi sudah didaftarkan. Klik ‘Masuk’.
    7. Isi formulir ‘Profil Wajib Pajak’ pada laman Ayo! Pajak. Data ini harus diisi sesuai dengan informasi yang benar. Kalau sudah, klik ‘Simpan’. 

Apabila sudah berhasil membuat akun dan mengisi profil Anda, maka selanjutnya bisa meneruskan ke cara membuat E-Billing. Berikut langkah-langkahnya.

    1. Dari menu ‘E-Billing’ Ayo! Pajak, klik ‘Buat Kode Billing’. 
    2. Akan muncul menu ‘Billing Baru’ yang harus Anda isi. Data yang harus Anda masukkan dalam formulir ini antara lain adalah:
      • NPWP
      • Nama penyetor
      • Alamat penyetor
      • Jenis pajak
      • Jenis setoran
      • Masa pajak
      • Nomor objek pajak
      • Nomor ketetapan/SK
      • Jumlah setor
      • Uraian
    3. Setelah mengisi seluruh data dalam formulir ini, klik ‘Simpan’. Kode billing pun sudah selesai dibuat. Anda bisa menggunakan kode billing untuk membayar pajak ke rekening Kas Negara melalui ATM, internet banking, mesin EDC, mobile banking, dan loket bank atau pos persepsi. 
    •  

Cara membuat E-Billing memang bisa Anda lakukan melalui akun DJP Online maupun Ayo! Pajak. Adanya pilihan website ini memang sengaja dibuat untuk memudahkan masyarakat dalam membayarkan pajaknya. Jangan ragu atau khawatir membuat E-Billing melalui Ayo! Pajak karena website ini telah terdaftar dan diawasi langsung oleh DJP. 

Memahami Tata Cara Pelaporan PPh 23

tata cara pelaporan PPh 23

Pajak Penghasilan (PPh) 23 adalah salah satu jenis pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa penyerahan jasa, modal, hadiah, atau penghargaan yang telah dipotong PPh pasal 21. Pihak yang dikenakan PPh 23 adalah para Wajib Pajak dalam negeri, baik pribadi ataupun badan, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Biasanya, orang yang melaporkan PPh 23 ini adalah pihak pemberi penghasilan, pembeli, atau penerima jasa. Oleh karenanya, apabila Anda memiliki tanggung jawab untuk melaporkan, berikut tata cara pelaporan PPh 23! 

 

Pihak pemotong PPh 23

Ada beberapa kriteria pihak yang bisa melakukan pemotongan PPh 23 kepada penerima penghasilan pribadi maupun Badan Usaha Tetap. Pihak-pihak tersebut di antaranya adalah:

  1. Badan Pemerintah.
  2. Bentuk Usaha Tetap.
  3. Subjek Pajak Badan dalam negeri.
  4. Penyelenggara kegiatan (event organizer).
  5. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan KEP-50/PJ/1994. Pihak yang termasuk antara lain arsitek, akuntan, dokter, PPAT, notaris, dan orang pribadi yang menjalankan usaha menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa. Pihak yang dikecualikan adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas. 
  6. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

 

Penghasilan yang dipotong PPh 23

Sebelum membahas tata cara pelaporan PPh 23, sebaiknya Anda mengetahui dulu jenis penghasilan yang bisa dikenakan pajak ini agar tidak keliru saat sudah melakukan pengurusan. Penghasilan atau keuntungan yang pasti dikenai PPh 23 antara lain adalah:

  1. Bunga, termasuk diskonto, premium, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. 
  2. Dividen. 
  3. Royalti.
  4. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh sesuai pasal 4 ayat (2) UU PPh. 
  5. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen, teknik, konsultan, konstruksi, dan jasa selain yang sudah dipotong PPh dalam Pasal 21 UU PPh. 
  6. Bonus, hadiah, dan penghargaan sejenis yang telah dipotong pajak penghasilan. 

 

Pembayaran PPh 23

Setelah mengetahui siapa saja pihak yang berhak memotong PPh 23 serta penghasilan apa saja yang dikenai pajak ini, sekarang saatnya mengetahui tata cara pelaporan PPh 23. Pertama, dimulai dari pembayaran yang dilakukan oleh pihak pemotong dengan membuat kode/ID billing terlebih dahulu. Setelahnya, dilanjutkan dengan pembayaran melalui bank yang telah ditunjuk oleh Kementerian Keuangan. Jatuh tempo pembayaran PPh 23 ini adalah tanggal 10 setiap bulannya.

 

Bukti potong

Apabila penghasilan sudah dipotong dengan PPh 23, maka pihak pemotong wajib memberikan bukti potong rangkap pertama yang sudah dilengkapi kepada pihak yang penghasilannya dipotong. Kemudian, bukti potong rangkap kedua diberikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada saat melakukan e-Filing pajak PPh 23. 

 

Tata cara pelaporan PPh 23 

Setelah pihak pemotong melakukan pemotongan dan penyerahan bukti potong kepada Wajib Pajak dan KPP, maka langkah selanjutnya adalah pelaporan. Tata cara pelaporan PPh 23 adalah dengan mendatangi KPP tempat Wajib Pajak pemotong PPh 23 terdaftar. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh 23 harus disampaikan paling lambat tanggal 20 tiap bulannya.

 

Selain memilih opsi tata cara pelaporan PPh 23 dengan mendatangi langsung KPP, kini Anda juga sudah bisa melakukannya secara online. Caranya dengan login ke website Ayo! Pajak dan daftarkan diri Anda sebagai Wajib Pajak pribadi maupun badan. Kalau sudah, laporkan semua SPT Anda hanya dengan satu klik saja!