Cara Menghitung Pajak Penjualan Tanah

Pajak penjualan tanah

Tanah merupakan salah satu aset investasi yang memiliki nilai jual yang cenderung naik setiap tahunnya. Dalam investasi properti, khususnya jual-beli tanah, ada aturan pajak yang harus dibayarkan yang dikenal dengan pajak penjualan tanah. Apa itu pajak penjualan tanah, dasar hukum, hingga cara menghitungnya? Tulisan ini akan membahasnya untuk Anda, terutama bagi Anda yang ingin melakukan transaksi jual-beli tanah.

Pengertian Pajak Penjualan Tanah

Sebelum menginjak pada pokok pembahasan mengenai cara penghitungan pajak penjualan tanah, penting kiranya bagi Anda untuk mengetahui apa sebenarnya yang disebut pajak penjualan tanah ini. Secara umum, pajak penjualan tanah merupakan pajak jual-beli tanah yang harus ditanggung oleh kedua belah ketika transaksi, dalam hal ini adalah penjual dan pembeli yang memiliki besaran pajak masing-masing. Nominalnya tergantung pada objek tanah yang diperjualbelikan kepada pihak terkait. 

Dasar Hukum yang Ada

Di Indonesia, pajak penjualan tanah telah diatur dalam sebuah peraturan pemerintah. Contohnya saja dalam Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan. Bagi Anda yang akan menjual tanah, Anda harus melunasi PPh sebelum melakukan pengurusan akta jual-beli kepada notaris maupun PPAT. PPAT memiliki kewenangan penolakan proses lebih lanjut jika tidak ada bukti PPh terlampir. Ini sesuai dengan Pasal 39 ayat 1 huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Baca juga: 3 Hal Utama Pajak Penjualan Rumah

Jenis Pajak yang Dikenakan dan Perhitungannya

Kini, saatnya Anda mulai menghitung pajak penjualan tanah yang ada. Terdapat empat jenis pajak yang dikenakan berdasarkan perhitungannya, mulai dari PPh, PBB, BPHTB, hingga PPN. Berikut penjelasannya.

1. Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah bagian pajak penjualan tanah yang harus dibayarkan penjual tanah. Besarannya adalah 2,5% dalam setiap nilai total transaksi. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Tarif Baru PPh Final atas Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan. Misalnya Anda melakukan transaksi penjualan tanah senilai Rp1 miliar. PPh yang harus dibayarkan adalah Rp25 juta. Untuk pembayaran pajak sudah harus dilakukan sebelum akta jual-beli.

2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB harus ditanggung oleh penjual karena dianggap sebagai pihak yang telah mendapatkan keuntungan dari properti yang dijualnya.  Cara perhitungannya adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) dikalikan dengan 0,5%. NJKP ini diperoleh atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Lalu, pengurangan tersebut dikalikan dengan pembanding yang sudah ditentukan.

Jadi, untuk transaksi penjualan tanah senilai >Rp1 miliar, pajak penjualan tanahnya adalah 40% dari nilai keseluruhan objek. Sedangkan tanah senilai

3. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Pada pajak penjualan tanah, pembeli akan dikenakan BPHTB. Cara menghitungnya juga cukup sederhana, hanya 5% dari harga jual tanah yang sudah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NOPTKP). Jika seseorang membeli sebidang tanah di Jakarta seharga Rp1 miliar dengan NOPTKP yang berlaku di Jakarta sebesar Rp80 juta, maka perhitungan pajak penjualan tanah BPHTB-nya adalah 5/100 x (Rp1 miliar – Rp80 juta).

4. PPN

PPN yang dibebankan kepada pembeli sebesar 10% dari total nilai tagihan atas tanah yang ditransaksikan. Jika harga tanahnya adalah Rp1 miliar maka PPN-nya dapat mencapai nilai Rp100 juta. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua transaksi pembelian tanah akan dibebankan PPN. Hanya tanah yang memiliki sifat usaha dan keuntungan yang diberlakukan PPN ini. 

Baca juga: Apa Dasar Hukum Pajak Jual Beli Tanah?

Itulah beberapa cara menghitung pajak penjualan tanah yang perlu Anda tahu. Anda bisa membayarnya sebelum jatuh tempo dan dapatkan informasi menarik lainnya seputar pajak hanya di AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Pengertian dan Jenis-jenis Kredit Pajak

kredit pajak adalah

Kredit pajak adalah istilah yang jarang diketahui masyarakat. Padahal, kredit pajak termasuk sebagai istilah perpajakan yang cukup penting. Hal ini karena pada dasarnya kredit pajak adalah komponen yang akan Anda temui juga dalam proses membayarkan kewajiban kepada negara ini. Agar bisa mengetahui lebih lengkap tentang apa itu kredit pajak adalah, artikel ini akan menjelaskan pengertian dan jenis-jenis kredit pajak yang ada. Berikut ini ulasan selengkapnya.

Apa Itu Kredit Pajak?

Sebagaimana tercantum di dalam Pasal 28 UU PPh, kredit pajak adalah jumlah pajak yang sudah dibayar atau sudah terhitung oleh Anda sebagai Wajib Pajak di awal periode pajak. Dengan kata lain, kredit pajak adalah akumulasi dari pajak yang diambil oleh pihak lain dan sudah dikurangi dengan pajak terutang.

Selain tercantum dalam Pasal 28 UU PPh, pemahaman tentang kredit pajak juga dimuat dalam pasal-pasal perpajakan lainnya. Di sana, dijelaskan lebih rinci juga mengenai perhitungan kredit pajak serta jenis-jenis kredit pajak yang dimaksud.

Baca juga: Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Jenis-Jenis Kredit Pajak

Seperti yang sudah disebutkan tadi, kredit pajak adalah perhitungan yang juga berpatokan pada jenis-jenis perpajakan tertentu. Untuk mengetahui lebih detail, Anda juga perlu tahu jenis-jenis kredit pajak yang dimaksud tersebut. Jenis kredit pajak sudah diatur dalam Pasal 28 UU Nomor 7 tahun 1983 yang telah diamandemen menjadi UU Nomor 36 Tahun 2008 yang biasa juga disebut sebagai UU PPh.

  • Berdasarkan Pasal 22 UU PPh, pemungutan pajak dari penghasilan kegiatan impor atau kegiatan usaha bidang lainnya dianggap sebagai kredit pajak.
  • Berdasarkan Pasal 21 UU PPh, ada pemotongan pajak dari penghasilan pekerjaan, jasa, serta kegiatan.
  • Berdasarkan Pasal 23 UU  PPh, pemotongan pajak atas penghasilan yang berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah, serta penghargaan atau imbalan jasa.
  • Berdasarkan Pasal 26 Ayat (5) UU PPh, pemotongan pajak atas penghasilan.
  • Berdasarkan Pasal 24 UU PPh, untuk pajak yang dibayar atau pajak terutang atas penghasilan dari luar negeri dan boleh dikreditkan.
  • Berdasarkan Pasal 25 UU PPh, pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Anda sendiri.

Itulah jenis-jenis kredit pajak yang tercantum dalam enam pasal berbeda dalam UU PPh. Jenis perhitungan itulah yang akan diakumulasikan dalam kredit pajak. Ini berarti, semua bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak sifatnya final, tidak bisa Anda kategorikan sebagai kredit pajak.

Baca juga: Pengertian dan Jenis Pajak Penghasilan

Tata Cara Pengembalian Pajak

Setelah Anda tahu bahwa kredit pajak adalah perhitungan sesuai dengan sederet jenis di atas, Anda juga perlu tahu tata cara atau persyaratan pengembalian pajak. Terutama jika pajak yang terutang dalam satu masa pajak didapati lebih sedikit dari jumlah akumulasi kredit pajak itu sendiri. Kelebihan ini bisa diatur untuk pengembalian atau dihitung untuk membayar utang pajak lainnya.

Diatur dalam Pasal 17B Ayat (1) UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak atau pejabat pajak memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan sebelum proses pengembalian. Keabsahan bukti pungutan dan juga bukti pembayaran serta potongan akan diperiksa kembali, termasuk pula kebenaran materiil besar pajak terutang.

Hasil dari pemeriksaan ini akan menjadi penentu pengambilan tindakan berikutnya. Dilihat dari Pasal 28A UU PPh, kelebihan pembayaran pajak adalah hak dari Wajib Pajak. Dengan kata lain, kelebihan ini harus dikembalikan sebagai restitusi. 

Baca juga: Fungsi NPWP Bagi Wajib Pajak

Itu dia ulasan seputar kredit pajak. Informasi ini akan membantu Anda ketika akan melakukan proses pelaporan pajak serta pembayaran pajak. Karena kredit pajak adalah komponen yang perlu ketelitian untuk memeriksanya, pastikan juga dokumen perpajakan Anda lengkap agar lebih membantu prosesnya nanti. Gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Kebijakan Diskon Tarif PPnBM untuk Sektor Otomotif

tarif PPnBM

Beberapa waktu lalu, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang tarif PPnBM atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Tertentu Yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021. Penetapan ini diumumkan secara langsung oleh Menteri Keuangan dengan tujuan demi mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia.

Upaya seperti ini perlu dilakukan terutama karena kondisi ekonomi yang tidak begitu baik selama pandemi berlangsung. Dengan adanya kebijakan tersebut, diharapkan mampu mendorong konsumsi rumah tangga kelas menengah untuk kepemilikan kendaraan bermotor pribadi. Berikut ulasan selengkapnya yang perlu Anda ketahui tentang kebijakan diskon untuk tarif PPnBM.

Sekilas Tentang PPnBM

Mari mulai dengan membahas sedikit tentang PPnBM atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Seperti namanya, PPnBM ini adalah pajak yang dipungut saat pembelian barang yang masuk dalam kategori mewah. Pungutan pajak ini dilakukan oleh pihak pengusaha untuk mengirimkan barang mewah tersebut dalam proses transaksi jual-beli yang dilakukan.

Pemerintah Indonesia sendiri melihat PPnBM sebagai kategori pajak yang penting karena akan tercipta keseimbangan, terutama dalam hal beban pajak bagi pembeli yang punya penghasilan rendah  dengan pembeli yang punya penghasilan lebih tinggi. Tujuan penting lainnya adalah sebagai bentuk kontrol terhadap pola konsumsi atas barang yang masuk kategori mewah itu sendiri.

Tidak hanya itu, PPnBM sebenarnya menjadi sebuah bentuk proteksi dari pemerintah untuk produsen kecil atau produsen lokal asal Indonesia. Adanya PPnBM memberi konsumen Indonesia opsi untuk membeli barang dari produsen lokal dengan skala yang lebih kecil alih-alih membeli barang impor dari luar negeri.

Baca juga: Cara Bayar Pajak Mobil Online

Kategori Kendaraan Penerima Diskon PPnBM

Diskon tarif PPnBM ini dibatasi hanya untuk kategori kendaraan tertentu saja. Ini yang penting untuk Anda ketahui, apabila Anda juga berniat untuk membeli kendaraan bermotor. Tarif PPnBM ini hanya akan dipungut satu kali saja, yakni saat transaksi barang tersebut terjadi atau saat barang dikirim dan dilakukannya serah terima.

Termuat dalam PMK Nomor 20 tahun 2021, kebijakan diskon untuk tarif PPnBM ini berlaku pada kendaraan bermotor sedan atau station wagon 1500 cc. Selain itu, termasuk juga kendaraan bermotor dengan fungsi pengangkutan yang kapasitasnya kurang dari 10 orang. Sistem yang dipakai adalah sistem gardan penggerak (4×2) dengan kapasitas 1500 cc.

Setiap kendaraan bermotor yang mendapat diskon tarif PPnBM ini juga harus memenuhi syarat antara lain jumlah pembelian lokal yang berarti terpenuhinya jumlah komponen produksi dalam negeri yang digunakan untuk produksi minimal 70%. Syarat ini sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 169 Tahun 2021.

Jadi, ini dia daftar kendaraan bermotor yang dapat diskon tarif PPnBM. Untuk merek Daihatsu, ada model Rocky, Terios, Luxio, Gran Max Minibus, Xenia. Sementara untuk merek Toyota mencakup Raize, Rush, Avanza, Sienta, Vios, dan Yaris. Merek Honda meliputi model HRV, BRV, Mobilio, Brio RS. Lalu, untuk merek Nissan hanya ada Livina, di mana Mitsubishi ada Xpander Cross dan Xpander. Suzuki meliputi model XL7 dan New Ertiga dan terakhir merek Wuling dengan model Confero.

Baca juga: Cara Cek Pajak Kendaraan Online Jakarta

Besaran Diskon PPnBM

Diskon untuk tarif PPnBM ini akan dilakukan secara bertahap hingga nanti di bulan Desember 2021. Dengan menggunakan skema Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP), diskon PPnBM akan diterapkan dalam tiga periode. Periode I dimulai dari Maret sampai Mei 2021 dengan diskon 100% di mana konsumen membayar 0% untuk tarif PPnBM. Periode II berlangsung di bulan Juni-Agustus 2021 dengan tarif PPnBM yang dikurangi sebanyak 50%. Konsumen hanya perlu membayar 15% untuk tarif PPnBM kendaraan sedan dan 5% untuk kendaraan 4×2.

Lalu, Periode III dilakukan pada September-Desember 2021 dengan diskon tarif PPnBM sebesar 25%. Konsumen pun cukup membayar 22,5% untuk kendaraan sedan dan 7,5% untuk kendaraan 4×2. Itu dia besaran tarif PPnBM yang terpengaruh kebijakan pengurangan atau diskon dari pemerintah. Cari tahu informasi seputar pajak selengkapnya di AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. 

Informasi Lengkap PKP Pasal 9 Ayat 4B

pkp pasal 9 ayat 4b

PKP Pasal 9 Ayat 4B merupakan rujukan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menjadi pengecualian terhadap ketentuan yang tercantum dalam Pasal 9 Ayat 4 dan 4A UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang tersebut juga dikenal luas sebagai UU PPN dan PPnBM. Pada Pasal 9 Ayat 4 dan 4A, tertulis bahwa apabila dalam satu masa pajak diketahui pajak masukan yang dikreditkan bernilai lebih besar daripada pajak keluaran, maka hal ini akan dianggap sebagai kelebihan pembayaran pajak yang bisa dialihkan ke masa pajak selanjutnya. Tidak hanya itu, PKP juga diperbolehkan untuk mengajukan restitusi.

Lalu, pasal ini juga mengukuhkan pengecualian yang sudah disebutkan. Bagi PKP yang memenuhi syarat, mereka memiliki hak untuk melakukan pengajuan restitusi pajak setiap masa PPN. Lantas, bagaimana prosedur lengkapnya?

Kategori PKP Pasal 9 Ayat 4B

Terdapat kategori yang bisa dikenakan oleh pasal ini yaitu kategori yang dapat diperhitungkan dalam pengajuan restitusi pajak tadi. Berikut ini penjelasan mengenai kategori untuk PKP yang melakukan;

  • Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud.
  • Penyerahan BKP/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) ke pemungut PPN.
  • Penyerahan BKP/JKP dengan PPN yang tidak dipungut.
  • Ekspor BKP tidak berwujud.
  • Ekspor JKP.
  • Serta PKP dalam tahap berproduksi.

Dengan begini, semakin jelas kalau hanya PKP yang melakukan kegiatan di atas yang dapat atau dianggap memenuhi syarat untuk mengajukan restitusi pajak. Hal ini sesuai dengan PKP Pasal 9 Ayat 4B dan Ayat 4C yang membahas kategori PKP berisiko rendah di atas. Ini juga disahkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 yang mencantumkan bahwa percepatan restitusi untuk kelebihan pembayaran PPN di setiap masa pajak bisa diberikan pada PKP yang tertera di atas.

Baca juga: Kenali Syarat PKP Berikut Ini

Syarat-Syarat PKP Pasal 9 Ayat 4B

Selain memenuhi satu atau lebih dari kategori yang tadi sudah dibahas, ada syarat lainnya untuk penerapan pasal PKP ini. Syarat ini diatur sebagai PKP Berisiko Rendah. Perlu Anda ketahui, PKP Berisiko Rendah merujuk pada perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. PKP Berisiko Rendah juga termasuk perusahaan yang kepemilikan saham mayoritasnya dimiliki langsung oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. 

PKP Berisiko Rendah juga mencakup PKP yang sudah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan sebagaimana ketentuan PMK dan PKP yang ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (OEB). Secara lengkap, PKP Berisiko Rendah pun meliputi produsen selain PKP yang punya tempat produksi atau pabrik. Termasuk juga PKP yang laporan SPT masa pajak PPN memiliki lebih bayar maksimal Rp1 miliar.

PKP Pasal 9 Ayat 4B juga harus memenuhi syarat kategori bidang usaha yang sesuai, yakni terbukti melakukan kegiatan ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, menyerahkan BKP/JKP ke pemungut PPN, menyerahkan BKP/JKP dengan PPN yang tidak dipungut, dan juga bagi yang melakukan ekspor JKP.

Pengajuan Restitusi

Jika sudah memenuhi syarat PKP Pasal 9 Ayat 4B tadi, maka pengajuan restitusi sendiri sudah bisa dilakukan. Ini bisa dilakukan dengan mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam laporan SPT. Kolom yang harus diisi adalah permohonan yang diajukan dari pihak PKP pada Direktorat Jenderal Pajak. Permohonan ini akan diperiksa dengan lebih lanjut memastikan syarat sudah benar terpenuhi.

Pemeriksaan termasuk memastikan kalau PKP tidak pernah dipidana untuk kasus perpajakan dalam lima tahun terakhir. Bidang usaha PKP juga akan diperiksa secara saksama guna memastikan kebenaran penulisan serta perhitungan pajak. Waktu pengecekan yang dibutuhkan cukup lama, bisa mencapai 1 bulan untuk memastikan pengajuan restitusi sudah sesuai dengan yang terkandung dari pasal tersebut. Setelah itu, restitusi pun sudah bisa dilanjutkan.

Itulah penjelasan tentang PKP Pasal 9 Ayat 4B. Untuk membantu Anda dalam mengurus dan melapor pajak, gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Semoga informasi ini bermanfaat!

Banner e-Faktur

Cara Menggunakan DJP Online untuk Cek NPWP

Cara Menggunakan DJP Online untuk Cek NPWP

Fitur DJP online cek NPWP menjadi bukti kalau urusan perpajakan sudah menjadi lebih mudah. Semuanya berkat hadirnya sistem perpajakan yang kini serba online dan digital. Itu sebabnya Direktorat Jenderal Pajak juga berupaya menghadirkan akses yang bisa Anda manfaatkan dengan lebih efisien. Termasuk memungkinkan Anda untuk mendaftar NPWP sebagai Wajib Pajak, memeriksa status pajak,  hingga membuat laporan secara online. 

Khusus dalam artikel kali ini, Anda akan dikenalkan dengan cara mengecek NPWP. Anda bisa mengecek apakah NPWP yang sudah Anda buat sudah aktif dan dapat digunakan untuk keperluan perpajakan Anda. Caranya yakni dengan menggunakan DJP online cek NPWP yang efisien dan mudah digunakan. Berikut cara selengkapnya yang bisa Anda ikuti.

Cek Nomor NPWP Lewat Situs

Untuk menggunakan DJP online cek NPWP, pastikan dulu Anda tahu apa itu NPWP dan sudah memilikinya. NPWP atau lengkapnya Nomor Pokok Wajib Pajak adalah identitas berupa angka yang digunakan dalam berbagai proses administrasi perpajakan. Cara membuat NPWP sangat mudah, bisa dilakukan secara online tanpa harus ke KPP terdekat.

DJP online cek NPWP membutuhkan nomor ini untuk melakukan pemeriksaan. Jadi, pastikan Anda sudah memilikinya. Jika sudah memiliki NPWP namun tidak hafal nomornya dan lupa membawa kartu atau kartu hilang, cara untuk memeriksa nomor NPWP adalah dengan mengunjungi situs e-Reg Pajak dan memasukkan data NIK dan Nomor KK yang dipakai untuk mendaftar.

Setelah memasukkan data nomor NIK pada KTP serta nomor KK tadi, sistem akan menampilkan informasi yang Anda butuhkan. Anda bisa melihat informasi data pemegang KTP apakah sudah sesuai atau tidak, termasuk juga data nomor NPWP yang hendak Anda cari tadi.

Baca juga: Cara Membuat NPWP Secara Online

Periksa Status NPWP

Tidak hanya nomor NPWP saja yang dianggap penting, Anda juga membutuhkan kode e-FIN untuk mengakses DJP online cek NPWP. Saat membuka laman registrasi di browser Anda, Anda bisa langsung login apabila sudah memiliki data akun. Jika Anda belum memiliki akun DJP online, silahkan klik pilihan Belum Registrasi? di bagian bawah.

Setelah laman registrasi terbuka, silahkan isi nomor NPWP serta kode e-FIN milik Anda. Ingat, tidak perlu sertakan tanda titik atau strip saat menulis nomor NPWP. Pastikan e-FIN sudah diaktivasi di  loket KPP, ya. Isi juga captcha lalu pilih submit. Untuk e-FIN sendiri, jika belum Anda miliki, Anda bisa mengunjungi KPP terdekat. Sementara aktivasinya juga bisa dilakukan secara online.

Begitu selesai melakukan registrasi akun tadi, Anda akan diminta mengisi informasi email serta nomor HP yang masih aktif. Terakhir, Anda perlu membuat password untuk lebih mudah masuk ke laman DJP online. Jangan lupa cek email yang dikirim oleh sistem DJP online untuk mengaktivasi akun tersebut. Dengan begini, Anda sudah bisa memeriksa status NPWP dan kewajiban pajak Anda di laman DJP online.

Baca juga: Fungsi NPWP Bagi Wajib Pajak

Bisa Juga untuk e-Filing

Terakhir, hal lainnya yang perlu Anda ketahui juga adalah DJP online cek NPWP bukan satu-satunya fungsi dari laman ini. Anda juga bisa mengakses laman dengan akun yang sama untuk melakukan e-Filing. Melalui fitur ini, Anda bisa melakukan kewajiban lapor SPT tahunan serta memproses langkah-langkah pembayaran pajak atau e-Billing, semua melalui laman yang sama.

Jika Anda mengalami kesulitan, Anda bisa mencari informasi untuk mempermudah proses perpajakan Anda di lama yang sama. Ini akan sangat membantu urusan perpajakan Anda, terutama jika Anda tidak sempat ke KPP terdekat untuk melakukan konsultasi langsung.

Pada akhirnya, pastikan Anda mengecek status NPWP Anda secara berkala. Gunakan langkah-langkah mengakses DJP online cek NPWP di atas agar aktivitas perpajakan jadi lebih mudah dilakukan. Manfaatkan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP agar urusan perpajakan Anda semakin mudah!

Banner e-Filing

Langkah-Langkah dan Syarat Membuat NPWP Karyawan

Dalam sebuah pekerjaan, NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah salah satu dokumen paling penting untuk dimiliki. NPWP merupakan salah satu syarat untuk melamar pekerjaan dan membuka usaha kecil. Dokumen ini juga dibutuhkan sebagai identitas Wajib Pajak. Untuk bisa mendapatkan NPWP, ada beberapa syarat membuat NPWP karyawan yang harus dipenuhi tergantung pada jenisnya. Jika ingin membuat NPWP karyawan, ada beberapa langkah penting yang tidak boleh dilewatkan. Simak informasi lengkap langkah-langkah dan syarat membuat NPWP karyawan di bawah ini!

Syarat Membuat NPWP Karyawan

Syarat membuat NPWP karyawan sebenarnya sangat sederhana dan sama sekali tidak rumit. Baik karyawan yang berstatus Warga Negara Indonesia (WNI) maupun karyawan yang berstatus WNA (Warga Negara Asing), sama sama-sama diwajibkan untuk melampirkan fotokopi identitas diri.

Anda hanya perlu mempersiapkan fotokopi KTP atau paspor jika berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI). Sementara itu, warga negara asing (WNA) perlu mempersiapkan fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP).

Setelah melengkapi semua syarat membuat NPWP, Anda sebagai Wajib Pajak (WP) bisa mengajukan pembuatan NPWP secara langsung ke kantor pajak terdekat. Pengajuan ini bisa dilakukan secara online maupun offline.

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 Karyawan dengan Mudah

Langkah-Langkah Membuat NPWP Karyawan

Setelah syarat membuat NPWP karyawan sudah dipenuhi, kini saatnya Anda membuat NPWP karyawan. Cara termudah yang bisa Anda lakukan adalah membuat NPWP online dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Pertama-tama, buka laman ereg.pajak.go.id kemudian pilih menu daftar.
  2. Masukkan alamat e-mail yang masih aktif dan buat password, lalu lakukan aktivasi akun dengan cara buka link verifikasi yang telah dikirim melalui e-mail.
  3. Jika proses aktivasi sudah selesai, silakan login ke sistem e-Registration dengan memasukkan e-mail dan password akun yang sudah dibuat sebelumnya. Masuk ke halaman registrasi dan isi data diri secara lengkap dan benar.
  4. Sesudah formulir terisi lengkap, klik daftar untuk mengirim formulir registrasi yang sudah diisi ke KPP.
  5. Setelah selesai mendaftar, maka akan muncul status pendaftaran di dashboard situs ereg pajak. Di dashboard tersebut, Anda harus menekan tombol kirim token dan harus mengisi captcha, lalu klik submit.
  6. Konfirmasi akan dikirim melalui e-mail. Salin token yang sudah didapatkan, kemudian klik menu token untuk mendapatkan kode unik sebagai syarat pengajuan. Cek kembali kotak masuk e-mail untuk melihat token.
  7. Bila permohonan pembuatan NPWP disetujui, maka NPWP akan langsung dikirimkan oleh KPP ke alamat yang sudah Anda daftarkan via jasa kurir.

Selain secara online, Anda juga bisa membuat NPWP secara offline dengan langsung mengunjungi kantor pajak terdekat dengan langkah-langkah berikut:

  1. Kunjungi KPP terdekat sesuai dengan domisili Anda.
  2. Jangan lupa bawa semua dokumen yang disyaratkan.
  3. Jika tempat tinggal Anda sekarang tidak sesuai KTP, sebaiknya siapkan juga surat keterangan domisili yang bisa Anda dapatkan dari kantor desa atau kelurahan.
  4. Setibanya di lokasi, petugas KPP akan memberikan formulir pendaftaran yang harus diisi lengkap.
  5. Seluruh berkas syarat membuat NPWP karyawan dan formulir yang telah diisi harus diserahkan ke petugas.
  6. Setelah selesai mengisi formulir dan menyerahkannya kepada petugas pajak, Anda akan diberikan tanda terima.
  7. Tidak perlu menunggu, kartu NPWP Anda akan dikirimkan via pos ke alamat yang Anda daftarkan.

Fungsi NPWP bagi Karyawan dalam Daftar NPWP Karyawan

Nomor identitas yang terdiri dari 15 digit angka ini digunakan untuk berbagai transaksi perpajakan, seperti bayar hingga lapor pajak dan sejumlah aktivitas perpajakan lainnya. Selain berguna untuk melakukan transaksi perpajakan, NPWP juga punya banyak manfaat lain bagi karyawan, di antaranya:

  • Potongan pajak yang lebih rendah
  • Salah satu syarat membuka rekening bank
  • Salah satu syarat pengajuan kredit bank atau pinjaman

Karyawan yang memiliki NPWP bisa menikmati manfaat potongan pajak yang lebih rendah karena akan dikenakan potongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang jauh lebih rendah dibanding yang tidak punya NPWP. Itulah langkah-langkah dan syarat membuat NPWP karyawan. Sangat mudah, bukan? Anda bebas membuatnya baik secara online maupun offline. Untuk membantu Anda dalam mengurus dan melapor pajak, gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Semoga bermanfaat.

Banner e-Filing

Memahami Informasi Mengenai Utang Pajak

Utang pajak adalah

Bagi Anda yang sudah masuk dalam kategori Wajib Pajak, baik itu badan maupun orang pribadi, maka mungkin istilah utang pajak sudah tidak asing lagi di telinga. Secara umum, utang pajak adalah tagihan pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak, atau biasa juga disebut dengan tunggakan pajak. Utang pajak biasanya timbul akibat berbagai macam sebab, di antaranya termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. 

Utang pajak adalah dasar pemberlakuan penagihan pajak oleh juru sita. Dikarenakan belum adanya peraturan perpajakan yang menjelaskan lebih detail mengenai timbulnya utang pajak, para praktisi pajak menggagaskan dua kondisi yang dianggap paling sering menjadi alasan timbulnya utang pajak. Mari kita telaah lebih lanjut kedua kondisi tersebut.

Kondisi Formil

Dalam kondisi formil, utang pajak timbul akibat diterbitkannya SKP oleh fiskus, alias pegawai pajak yang membantu Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. SKP ini diterbitkan apabila pemungutan pajak dilakukan dengan official assessment system, di mana fiskus akan menghitung jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Setelah fiskus menghitung jumlah pajak yang terutang, maka akan dikirimkan surat pemberitahuan ke Wajib Pajak mengenai nominal pajak yang harus dibayar.

Baca juga: Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Kondisi Materil

Dalam kondisi materiil, utang pajak timbul karena undang-undang dan faktor yang mengakibatkan seseorang atau satu pihak tertentu dikenakan pajak. Penyebab yang bisa membuat seseorang memiliki utang pajak antara lain sebagai berikut:

  • Melakukan pendirian bangunan, kegiatan impor atau ekspor, serta bepergian ke luar negeri.
  • Mendapatkan hadiah dari undian. 
  • Kepemilikan tanah atau properti, kepemilikan kendaraan bermotor, serta pemerolehan penghasilan.

Baca juga: Bagaimana Cara Menghitung Pajak Terutang?

Penghapusan Utang Pajak

Jika Anda memiliki utang pajak, maka Anda tidak perlu langsung panik apalagi khawatir. Utang pajak Anda dapat dihapus dengan cara-cara yang telah diatur dalam undang-undang perpajakan. Berikut lima cara untuk menghapus utang pajak yang Anda miliki:

1. Pembayaran

Cara pertama dan yang paling mudah untuk menghapus utang pajak adalah dengan membayar utang pajak tersebut ke kas negara. Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran utang pajak sendiri atau memberikan hak kuasa kepada pihak lain yang akan mewakilkan Wajib Pajak.

2. Kompensasi

Wajib Pajak bisa mengajukan kompensasi jika memiliki kelebihan dalam pembayaran pajak, sehingga kelebihan bayar tersebut bisa digunakan untuk menghapus utang pajak yang Wajib Pajak punya. Kelebihan bayar ini bisa terjadi karena berbagai faktor, seperti perubahan undang-undang perpajakan, kesalahan pembayaran, atau adanya pengurangan tarif pajak. 

3. Kedaluwarsa

Kedaluwarsa pajak adalah kondisi di mana masa penagihan pajak sudah melampaui waktu terutang pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Menurut DJP, hak untuk menagih pajak dinyatakan berakhir jika sudah melampaui lima tahun, terhitung sejak tanggal terutang pajak. Kedaluwarsa pajak bisa ditangguhkan dengan diterbitkannya surat teguran atau surat paksa.

4. Pembebasan

Cara lain untuk menghapus utang pajak adalah dengan pembebasan. Dalam hal ini, utang pajak tidak berakhir dengan semestinya tetapi ditiadakan oleh satu pihak. Pembebasan biasanya diberikan sebagai sanksi administrasi.

5. Penghapusan/Peniadaan

Penghapusan/peniadaan utang pajak biasanya terjadi karena melihat kondisi keuangan Wajib Pajak yang terutang. Penghapusan/peniadaan utang pajak juga akan dilakukan bila Wajib Pajak sudah meninggal dunia. 

Demikianlah cara-cara agar Anda dapat menyelesaikan utang pajak yang Anda punya. Tentu saja AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP bisa membantu Anda dalam melakukan pembayaran utang pajak Anda dan juga memberikan informasi-informasi terbaru mengenai penyelesaian utang pajak. Segera daftarkan diri Anda di aplikasi perpajakan AyoPajak!

Banner General (kontak, download app)

3 Hal Utama Pajak Penjualan Rumah

pajak penjualan rumah

Layaknya transaksi jual-beli lainnya di Indonesia, transaksi penjualan rumah juga memiliki unsur pajak yang harus dicermati. Unsur pajak yang timbul saat transaksi jual-beli rumah dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu pajak dari sisi penjual dan pajak dari sisi pembeli. Ketentuan pajak penjualan rumah ditetapkan oleh pemerintah guna melindungi masyarakat berpenghasilan rendah saat melakukan transaksi jual-beli rumah. Di saat yang sama, pemerintah juga berharap ketentuan pajak mengenai penjualan rumah akan mempercepat program pembangunan rumah yang ada.

Bagi pihak yang menjual rumah, ada tiga hal utama yang patut diingat terkait pajak penjualan rumah. Ketiga hal tersebut adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Biaya Kenotariatan. Simak penjelasan lebih lengkap tiga hal utama dalam pajak penjualan rumah dibawah ini.

Pajak Penghasilan (PPh)

PPh penjualan rumah merupakan tanggung jawab penjual rumah sebagai pihak yang menerima uang atas transaksi jual-beli rumah. Pembebanan pajak penjualan rumah ini sudah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2016 tentang Tarif Baru PPh Final Atas Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, tarif Pajak Penghasilan yang ditetapkan untuk penjualan rumah adalah 2,5%.

Contohnya, Bapak A menjual rumah senilai Rp500 juta, sehingga Bapak A diwajibkan untuk membayar pajak penjualan rumah sebesar Rp12,5 juta. Nilai tersebut didapatkan dari perkalian nilai jual rumah dengan tarif yang sudah ditentukan tadi. Perlu diingat bahwa PPh atas penjualan rumah ini wajib dibayarkan sebelum terbitnya Akta Jual Beli (AJB), sesuai dengan harga rumah yang sudah disepakati oleh penjual dan pembeli.

Baca juga: Pengertian PPh Final Pasal 4 Ayat 2

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Selain pajak penghasilan, ada satu unsur pajak penjualan rumah lain yang perlu diperhatikan saat melakukan transaksi jual-beli rumah, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PBB merupakan jenis pajak yang bersifat materiil di mana nominalnya tergantung pada tanah dan/atau bangunan. PBB merupakan pajak penjualan rumah yang pembayarannya harus sudah lengkap dan lunas sebelum dilakukannya serah terima kepada pembeli. Pajak penjualan rumah ini biasanya harus dilunaskan dalam masa satu tahun. 

Tarif PBB sendiri adalah 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang dikalikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Khusus untuk penjualan rumah dengan nilai jual dibawah Rp1 miliar, maka akan dikenakan NJKP sebesar 20%. Sedangkan untuk penjualan rumah dengan nilai jual di atas Rp1 miliar, NJKP yang ditetapkan pemerintah adalah sebesar 40%.

Baca juga: Memahami Cara Mendapatkan SPPT PBB

Biaya Kenotariatan

Saat melakukan transaksi penjualan rumah, Anda pastinya memerlukan jasa notaris atau yang biasa disebut Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jasa notaris atau PPAT yang dipakai harus berdomisili sesuai dengan wilayah rumah yang akan dijual. Untuk penggunaan jasa notaris atau PPAT ini, pemerintah sudah menentukan biaya baku bagi jasanya.

Jika pembeli bersedia, maka Anda bisa melakukan negosiasi pembagian tanggung jawab walaupun biaya notaris merupakan tanggung jawab dari pihak penjual. Pembagian tanggung jawab ini tentu saja akan mengurangi biaya administrasi yang harus dibayarkan.

Apabila Anda berniat melakukan transaksi penjualan rumah dalam waktu dekat, cermati sekali lagi tiga hal utama terkait pajak penjualan rumah yang telah disebutkan di atas. Pastikan tidak ada kesalahan atau kelalaian, sehingga transaksi Anda tidak mengalami hambatan apapun. Gunakan bantuan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk melancarkan perhitungan pajak penjualan rumah dan urusan pajak pribadi maupun badan lainnya. 

Informasi Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22

PPh Pasal 22

Apa itu PPh Pasal 22? Berdasarkan UU Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2018, Pajak Penghasilan atau PPh Pasal 22 merupakan upaya pemotongan atau pemungutan pajak yang yang berkaitan dengan bisnis perdagangan barang. PPh Pasal 22 dikenakan pada badan usaha tertentu saja, baik itu badan usaha milik pemerintah maupun swasta, yang melakukan kegiatan ekspor, impor, dan/atau re-impor (barang ekspor yang diimpor kembali).

Tak hanya kegiatan ekspor dan impor, PPh pasal 22 juga mengatur penjualan barang dagangan yang tergolong sangat mewah. Ketentuan ini dapat ditemukan di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua Atas PMK 253/PMK.03/2008. Melalui peraturan terbaru ini, pemerintah semakin melebarkan cakupan badan-badan yang berhak memungut PPh Pasal 22.

Baca juga: Pengertian PPh Final Pasal 4 Ayat 2

PPh Pasal 22 memiliki cakupan Objek Pajak yang cukup luas dalam segi impor maupun ekspor dan juga barang mewah. Namun, hal yang tidak boleh dilupakan adalah tidak semua barang yang diimpor ataupun diekspor termasuk dalam cakupan PPh Pasal 22. Begitu juga dengan pungutan barang sangat mewah. Mari teliti lebih lanjut terkait pengecualian-pengecualian PPh Pasal 22 di bawah ini:

1. UU Pajak Penghasilan tidak terutang

Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan. Pengecualian atas impor barang ini harus disertai dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

2. Bebas Bea Masuk atau Pajak Pertambahan Nilai

Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai.

3. Impor sementara

Impor barang tersebut dimaksudkan untuk melakukan diekspor kembali.

4. Re-impor

Re-impor yang meliputi barang-barang yang sudah diekspor lalu diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang yang sudah diekspor untuk diperbaiki, dikerjakan kembali, dan diuji yang sudah memenuhi syarat sesuai dengan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

5. Pembayaran pemungut pajak

Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak seperti:

  • Bendahara Pemerintah & Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran, KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang didelegasikan oleh KPA, yang jumlahnya maksimal Rp2 juta dan tidak merupakan pembayaran yang dipecah.
  • pembayaran dari pemungut pajak seperti BUMN tertentu dan Bank BUMN yang jumlahnya maksimal Rp10 juta dan tidak merupakan pembayaran yang dipecah.
  • Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos, dan juga pemakaian air dan listrik.

6. Emas batangan

Pengecualian PPh Pasal 22 juga terjadi pada emas batangan yang akan dibuat menjadi perhiasan emas untuk diekspor.

7. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Pembayaran atas pengadaan barang yang berhubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Baca juga: Penjelasan Lengkap PPh Pasal 23

Perlu diketahui bahwa pengecualian seperti yang tertera di poin nomor 1 dan 6 memerlukan SKB yang diterbitkan oleh DJP, sementara pengecualian di poin nomor 4, 5, dan 7 bisa diterapkan tanpa memerlukan SKB.

Setelah mengetahui cakupan pengecualian PPh Pasal 22, Wajib Pajak diharapkan untuk bisa melaporkan SPT PPh Pasal 22 yang bersifat self-assessment dengan lebih akurat. Hal ini juga memperbolehkan Wajib Pajak untuk menerbitkan bukti pungut yang sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam PPh Pasal 22. Nantinya, bukti pungut yang diterbitkan akan dijadikan kredit akhir tahun di SPT Tahunan bagi pihak yang dipungut. 

Jangan lupa, batas pelaporan SPT PPh Pasal 22 itu setiap tanggal 20 di bulan berikutnya. Keterlambatan lapor SPT PPh Pasal 22 bisa dikenakan sanksi administrasi, lho. Agar tidak mengalami keterlambatan dalam melapor, Wajib Pajak bisa melapor secara online menggunakan fasilitas e-filing yang disediakan oleh AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Tunggu apa lagi? Segera daftarkan badan usaha Anda di AyoPajak.

 

Ketentuan dalam PPh Pasal 25

PPh Pasal 25

Bagi Anda yang tidak termasuk kategori Wajib Pajak yang dikenakan PP No. 23 tahun 2018 ataupun kategori Wajib Pajak pribadi sebagai pengusaha tertentu, maka Anda diwajibkan untuk melakukan pengangsuran PPh Pasal 25. Anda mungkin sering mendengar PPh Pasal 25 sebagai salah satu istilah atau jenis pajak penghasilan. Tapi, sebenarnya, apakah itu PPh Pasal 25? Bagaimana cara perhitungan PPh Pasal 25? Yuk, simak informasi mengenai PPh Pasal 25 lebih lenjut.

Pengertian PPh Pasal 25

Sejatinya, Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPH Pasal 25) adalah angsuran pajak yang wajib dibayarkan setiap bulannya guna meringankan beban pajak yang dihitung di tahun mendatang. Pembayaran PPh Pasal 25 sifatnya pun tidak bisa diwakilkan.

Secara umum, besarnya angsuran PPh Pasal 25 dapat dihitung dengan mengalikan penghasilan neto dengan tarif pajak yang berlaku. Kemudian, hasilnya akan dibagi dengan dua belas, atau sesuai dengan banyaknya bulan dalam satu tahun pajak. Perlu diingat bahwa penghasilan neto harus dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebelum dikalikan dengan tarif pajak. 

Cara Perhitungan PPh Pasal 25

Untuk menghitung penghasilan neto bagi Wajib Pajak badan, badan yang bersangkutan harus mengurangi penghasilan bruto dengan biaya yang dikeluarkan sebagai upaya untuk mendapatkan, menagih, dan menjaga cash flow bisnis. Tarif PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Badan menurut Pasal 17 ayat 1 huruf 2a adalah sebesar 25% yang dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang sudah dihitung sebelumnya. Tarif PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak badan ini sudah mulai diberlakukan sejak tahun 2010.

Lain halnya dengan penghasilan neto bagi Wajib Pajak orang pribadi. Untuk menentukan penghasilan neto, harus dilihat dulu apakah Wajib Pajak orang pribadi tersebut melakukan pembukuan atau pencatatan saja. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pencatatan, penghasilan neto fiskal setiap bulannya dapat dihitung sesuai dengan tetapan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.

Baca juga: Informasi Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

Tarif PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Dalam halnya Wajib Pajak orang pribadi, penghitungan dan tarif PPh Pasal 25 dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP–OPPT)

Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha penjualan, baik itu barang maupun jasa, secara grosir atau eceran di satu atau lebih tempat usaha. Tarif PPh Pasal 25 bagi OPPT adalah 0,75% yang dikali dengan omzet bulanan di setiap tempat usaha yang dijalankan.

2. Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP–OPSPT)

Pekerja bebas (freelancer) atau pegawai yang tidak memiliki bisnis sendiri. Berbeda dengan OPPT, tarif PPh Pasal 25 pajak bagi OPSPT ditentukan oleh besarnya Penghasilan Kena Pajak per satu tahun pajak. Berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf a, tarif PPh Pasal 25 adalah sebagai berikut:

  1. Tarif 5% — Penghasilan sampai Rp50 juta per tahun.
  2. Tarif 15% — Penghasilan >Rp50 juta-Rp250 juta per tahun.
  3. Tarif 25% — Penghasilan >Rp250 juta-Rp500 juta per tahun.
  4. Tarif 30% — Penghasilan >Rp500 juta per tahun.

Pasal 17 ayat 2 UU PPh juga mengatakan bahwa tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatas dapat diturunkan maksimal menjadi 25%. Hal ini juga diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Baca Juga: Pengertian Jenis Pajak Penghasilan yang Perlu Diketahui

Batas Waktu Pembayaran Angsuran PPh Pasal 25

Setelah menghitung dan menetapkan jumlah PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan setiap bulannya, Wajib Pajak tentu diwajibkan untuk selalu taat melakukan pembayaran. Perlu diingat, PPh Pasal 25 harus dibayar paling lambat pada tanggal 15 di bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Sebagai contoh, untuk PPh Pasal 25 bulan Juni tahun 2021, maka paling lambat dibayarkan pada tanggal 15 Juli tahun 2021.

Jika terjadi keterlambatan membayar, maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi. Sanksi administrasi tersebut berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung sejak tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. 

Untuk melakukan pembayaran PPh Pasal 25 setiap bulan secara rutin, Wajib Pajak perlu membuat Surat Setoran Elektronik (SSE) atau yang biasa disebut e-billing, Anda perlu tau cara membuat e-Billing dan tentunya AyoPajak dapat membantu Anda dalam pembuatan e-billing secara online dengan cepat, mudah, dan akurat. Daftarkan diri Anda di AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga!

Banner e-Billing