Syarat Membuat NPWP Untuk Melamar Kerja

syarat membuat NPWP untuk melamar kerja

Syarat membuat npwp untuk melamar kerja

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah dokumen yang wajib dimiliki Warga Negara Indonesia. Tak hanya untuk urusan perpajakan saja, tetapi NPWP juga berfungsi sebagai salah satu persyaratan administrasi yang dibutuhkan. Selain itu, jika ingin melamar pekerjaan, kepemilikan NPWP menjadi salah satu syarat dari perusahaan yang harus dipenuhi.

 

Syarat membuat NPWP untuk melamar kerja pun cukup mudah karena semua orang yang sudah memiliki KTP, baik yang sudah bekerja maupun belum, bisa membuat NPWP. Memiliki NPWP meski belum bekerja tidak berarti Anda harus langsung membayar pajak. Namun, kewajiban ini akan berlaku sewaktu-waktu ada kewajiban pajak yang harus dibayarkan.

 

Kali ini, kita akan membahas syarat membuat NPWP untuk melamar kerja. Jika Anda tengah mencari pekerjaan atau sedang dalam proses rekrutmen karyawan baru, Anda wajib mengetahui syarat dan proses lengkap dalam pembuatan NPWP. Berikut penjelasan selengkapnya.

 

 

Berkas-berkas yang harus dipersiapkan

Pendaftaran NPWP bisa dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau kantor pajak , ataupun langsung atau melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id. Jika NPWP dibuat bagi Anda yang belum bekerja, maka syarat membuat NPWP untuk melamar kerja yang harus dipenuhi adalah surat keterangan dari Balai Desa atau Kantor Kelurahan. Dokumen ini berlaku untuk Anda yang langsung mendaftar langsung ke KPP.

 

Selain surat keterangan dari Kelurahan atau Balai Desa setempat, berkas yang harus dibawa adalah fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP). Jika membuat NPWP menjadi salah satu syarat dari perusahaan tempat bekerja, Anda bisa meminta surat dari HRD sebagai tanda bahwa Anda telah bekerja dan NPWP menjadi salah satu persyaratan perusahaan. Semua prosesnya dilakukan secara gratis dan cepat. Pastikan semua berkasnya lengkap agar pembuatan NPWP berjalan lancar.

 

 

Baca juga: Cara Membuat NPWP Bagi yang Belum Bekerja

 

 

Ambil antrian lewat sistem online

Setiap harinya, ada banyak orang yang datang ke KPP untuk membuat NPWP dan mengurus perpajakan. Jadi, jangan heran kalau antriannya akan sangat panjang. Sebaiknya, jika Anda ingin langsung mendaftarkan diri untuk pembuatan NPWP secara langsung di KPP, datang lebih pagi. Namun tenang saja, sekarang Anda juga bisa mengantre di KPP lewat sistem online.

 

Caranya, masuk ke dalam situs resmi di www.pajak.go.id dan pilih menu e-Registration. Klik “Daftar,” lalu isi kolom-kolom kosong dengan data diri Anda pada formulir npwp online ini, mulai dari nama, alamat sesuai domisili, hingga email. Jika sudah, tinggal klik “Save.” Setelah itu, baru aktivasi akun dengan membuka email dari Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan langkah selanjutnya.

 

Jika belum memiliki pekerjaan, pada saat mengisi data pekerjaan , isi statusnya sebagai pekerja lepas atau wirausaha pada kolom pekerjaan. Dan jika memiliki pekerjaan, isi sesuai dengan bentuk pekerjaan Anda, entah itu sebagai pegawai swasta atau bentuk pekerjaan lainnya. Setelahnya, tinggal tunggu saja sampai ada notifikasi yang menyampaikan apakah pengajuan NPWP disetujui atau ditolak lewat email. Dari email ini, Anda bisa mengecek di mana KPP yang akan mengeluarkan NPWP. Umumnya, NPWP dikeluarkan oleh KPP yang berdomisili sesuai dengan tempat tinggal Anda di KTP.

 

Bila pengajuan disetujui, maka Anda akan mendapatkan notifikasinya di email. Notifikasi ini tinggal Anda cetak lalu diserahkan ke KPP untuk melanjutkan dengan proses pencetakan kartu NPWP. Kalau Anda mendaftar melalui online, biasanya kartu NPWP akan dikirim dalam 3-7 hari kerja ke alamat Anda.

 

 

Baca juga: Syarat Membuat NPWP Pribadi

 

 

Walaupun masih berstatus job seeker, tidak ada ruginya untuk memiliki NPWP sekarang. Ternyata, NPWP ini tidak hanya dijadikan kartu identitas perpajakan, NPWP juga memiliki banyak manfaat bagi para pelamar kerja. Selain jadi pemenuhan syarat perusahaan, NPWP memiliki banyak fungsi.

 

Pertama, NPWP menjadi pelengkap administrasi melamar pekerjaan nantinya. Lalu, NPWP juga mempermudah Anda membuat visa jika ingin berkunjung ke luar negeri. NPWP juga menjadi salah satu persyaratan untuk membuka rekening bank. Tak hanya untuk syarat membuka ATM saja. NPWP juga membantu Anda saat mengajukan kredit bank untuk kartu kredit atau KPR rumah. Jika Anda ingin membuka usaha sendiri, NPWP juga dibutuhkan untuk membuat Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP) yang harus dibuat untuk usaha kecil hingga besar.

 

Itulah syarat membuat NPWP untuk melamar kerja yang bisa Anda siapkan sedini mungkin. Alangkah baiknya pembuatan NPWP dilakukan secara online karena lebih cepat dan memutus rantai penyebaran COVID-19. Selain itu, pembuatan NPWP online cocok untuk Anda yang sibuk dengan waktu sedikit agar bisa tetap mendapatkan NPWP di tengah-tengah kesibukan. Untuk urusan perpajakan, Anda bisa menggunakan aplikasi pajak online Ayopajak! yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Kartu NPWP Hilang, Bagaimana Cara Mengurusnya?

seorang pria panik karena kartu npwp hilang

Kartu NPWP hilang pastinya membuat siapa saja jadi panik. Sudah dicari di setiap ruang, namun kartu yang menyimpan identitas perpajakan ini tetap tak ditemukan. Apalagi bila kehilangan kartu NPWP saat mendekati waktu pelaporan pajak tahunan, di mana kartu NPWP sangat dibutuhkan. Selain urusan perpajakan, kartu NPWP juga wajib dimiliki sebagai satu syarat administrasi perbankan dan banyak lagi. 

 

Lalu, apa ada cara mengurus kartu NPWP yang hilang? Tentu saja ada cara menyelesaikan masalah ini. Cara ini juga bisa dilakukan bagi Wajib Pajak yang kartu NPWP-nya rusak. Mari kita bahas cara mengurus kartu NPWP hilang atau rusak selengkapnya berikut ini!

 

Dokumen apa saja yang perlu disiapkan?

Sebelum mengajukan penggantian NPWP hilang, kita harus membawa dokumen-dokumen penting. Anda harus melapor kehilangan kartu NPWP ke kantor polisi untuk mendapatkan surat kehilangan dari kepolisian. Anda cukup membawa fotokopi surat kehilangannya saja. 

Setelah membawa fotokopi surat kehilangan, Anda juga harus membawa fotokopi KTP atau fotokopi Kartu Keluarga sebagai alternatif. Akan lebih baik lagi jika Anda memiliki fotokopi kartu NPWP. Setelah dokumen-dokumen ini disiapkan, per 1 Januari 2020 Anda harus membawa materai Rp 10.000 untuk pengesahan formulir pengajuan kartu NPWP hilang.

Baca juga: Cara Membuat NPWP Bagi yang Belum Berkerja 

Datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat

Setelah menyiapkan dokumen-dokumen ini, Anda bisa mengurus kartu NPWP hilang di KPP setempat, tak perlu di KPP tempat Anda membuat kartu NPWP. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

1. Isi Formulir Permohonan Pencetakan Ulang NPWP

Formulir ini hanya bisa didapat di KPP. Tinggal isi saja sesuai dengan keterangan yang diminta. Di akhir formulir, tempel materai senilai Rp10.000 dan tanda tangan di atasnya.

2. Ambilah nomor antrian

Setelah mengisi formulir, ambilah nomor antrian untuk pencetakan NPWP dan tunggu sampai nama Anda dipanggil.

3. Lakukan Pengecekan Kembali

Sebelum menyerahkan Formulir Permohonan Pencetakan Ulang NPWP, Pastikan identitas Anda sesuai dengan KTP. Jika salah cetak, Anda harus mengulang lagi proses pencetakan ulang yang tentunya memakan waktu banyak. Jadi, perhatikan lagi segala informasinya, mulai dari nama panjang, alamat rumah, sampai ke tempat tanggal lahir. 

Semua proses ini tidak memakan biaya, jadi Anda tak perlu membayar siapa pun. Prosesnya juga termasuk cepat, tidak akan memakan waktu seharian. Sebagai tips, saat ingin mengurus kartu NPWP hilang, sebaiknya Anda datang lebih pagi. Semakin pagi datangnya, semakin cepat mendapat nomor antre. Namin, jangan lupa untuk memastikan kelengkapan semua dokumen, ya!

Baca juga: Fungsi NPWP Bagi Wajib Pajak

Cara mengurus kartu NPWP hilang secara online

Jika Anda tidak bisa bepergian seperti saat di tengah pandemi, Anda juga bisa mengurus kartu NPWP hilang secara online. Kini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyediakan fitur untuk melakukan cetak NPWP elektronik. Disebut elektronik karena nantinya NPWP dikirim lewat email wajib pajak yang mengajukan permohonan.

Lalu, apakah syarat pengajuan NPWP elektronik berbeda? Jawabannya, ya. Wajib Pajak harus sudah memiliki akun DJP Online. Wajib Pajak juga harus sudah memiliki kode EFIN yang merupakan salah satu tahapan wajib dalam pendaftaran di sistem DJP online. Kalau belum ada kode EFIN, Anda bisa mendaftar akun DJP online dengan meminta EFIN kepada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

Jika sudah bisa login, Anda bisa menuju ke Registrasi Data Wajib Pajak dan mulai proses pembuatan NPWP dengan cara mengisi data yang diperlukan. Nantinya, Wajib Pajak akan mendapat surat keterangan terdaftar sementara. Lalu, klik “Daftar” dan formulir registrasi Wajib Pajak akan terkirim secara online ke KPP tempat Anda terdaftar.

Setelah formulir sudah diisi, Anda harus mencetak dokumen Formulir Registrasi Wajib Pajak dan Keterangan Terdaftar Sementar. Tanda tangani formulir lampirkan berkas dokumen persyaratan yang sudah disiapkan. Langkah terakhir, kirim saja formulir registrasinya ke KPP terdekat. 

Baca juga: Cara Membuat NPWP Secara Online

Itulah langkah-langkah yang harus dilakukan kalau kartu NPWP hilang. Cara ini juga bisa dilakukan untuk kartu NPWP yang rusak. Kartu NPWP ini sangat bermanfaat untuk urusan perpajakan dan keperluan administrasi lainnya. Jadi, pastikan kartu NPWP ini disimpan dengan baik dan benar. Untuk berbagai kegiatan pajak seperti e-Filing maupun e-SPT, lakukan saja dengan mudah menggunakan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Fungsi NPWP Bagi Wajib Pajak

fungsi NPWP bagi wajib pajak

Sebagai warga Indonesia, kita wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk bisa menikmati fungsi-fungsi NPWP. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal Nomor 1, pengertian NPWP diartikan sebagai tanda pengenal yang diberikan Ditjen Pajak kepada setiap Wajib Pajak, orang pribadi atau badan yang meliputi pembayar, pemotong, dan pemungut pajak. Masing-masing punya hak dan kewajiban yang sudah dilindungi oleh undang-undang. 

 

NPWP biasanya terdiri dari 15 digit angka kode unik untuk menjamin data pajak Anda tidak tertukar. Biasanya, orang baru membuat NPWP ketika mereka baru akan mulai bekerja, karena sebagai syarat rekrutmen di perusahaan. Ternyata, fungsi NPWP bukan hanya untuk memenuhi syarat tersebut, tetapi juga berhubungan untuk membayar pajak tahunan. Agar tidak bingung lagi, mari intip fungsi NPWP bagi Wajib Pajak berikut ini!

 

Fungsi Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) untuk urusan perpajakan

Selain berfungsi sebagai persyaratan administrasi ataupun sebagai identitas Wajib Pajak, NPWP memiliki fungsi untuk urusan perpajakan. Apa sajakah fungsi NPWP untuk administrasi perpajakan?

 

1. Mengurus Restitusi Pajak

Jika Anda terlanjur membayar pajak dalam nominal yang kelebihan, Anda bisa mengajukan restitusi. Restitusi adalah pembayaran pajak yang melebihi batas seharusnya. Pengambilan pembayaran pajak berlebih ini hanya berlaku bagi yang memiliki NPWP saja. Jika tidak ada, pengajuan restitusi tidak bisa dilaksanakan.

 

2. Pengajuan Pengurangan Pembayaran Pajak

Dengan tingkat finansial yang berbeda-beda, Wajib Pajak bisa mengajukan keberatan akan jumlah pajak yang dikenakan. NPWP menjadi syarat utama dalam mengajukan pengurangan pembayaran pajak. sesuai dengan Pasal 21 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, bahwa besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi yaitu sebesar 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP.

 

3. Pemotongan Pajak yang Rendah

Salah satu manfaat memiliki NPWP adalah mendapatkan diskon pajak penghasilan sebesar 20%. Diskon ini tidak bisa dinikmati oleh mereka yang tidak memiliki NPWP. Jadi, jangan sampai menunda membuat NPWP saat bagian HRD perusahaan meminta Anda untuk membuat kartu identitas pajak ini, ya!

 

4. Mengetahui Jumlah Pajak yang Harus Dibayarkan

Banyak Wajib Pajak yang masih lupa dengan jumlah pajak yang harus dibayarkan. Daripada kurang atau lebih, Anda bisa memanfaatkan fungsi NPWP untuk mengetahui jumlah pajak yang harus dibayarkan. NPWP berfungsi untuk melakukan pelaporan pajak tahunan secara online juga.

 

Baca juga: Inilah syarat membuat NPWP pribadi

 

Fungsi Memiliki NPWP untuk Persyaratan Administrasi

Fungsi NPWP untuk Wajib Pajak berikutnya adalah untuk persyaratan administrasi. Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak akan mendapatkan kemudahan dalam mengurus administrasi atau syarat dokumen pendukung. Berikut contoh pembuatan dokumen yang membutuhkan NPWP:

 

1. Rekening Dana Nasabah

NPWP menjadi syarat dokumen bagi nasabah yang ingin berinvestasi lewat Rekening Dana Nasabah (RDN) atau biasa juga dikenal dengan sebutan Rekening Dana Investor (RDI). Tanpa NPWP, Anda tidak bisa membeli produk investasi di pasar modal ini.

 

2. Rekening Efek

Bagi Anda yang memiliki investasi saham, maka Anda terlebih dahulu harus memiliki rekening efek. Untuk memiliki rekening penyimpanan saham ini, Anda harus melewati proses pembuatan dengan syarat kepemilikan NPWP.

 

3. Rekening Koran

Perusahaan atau badan usaha harus memiliki rekening koran untuk aktivitas keuangan mereka. Rekening jenis ini memiliki fungsi seperti buku tabungan untuk rekening bank perorangan. Rekening koran ini baru bisa didapatkan jika Anda memiliki NPWP.

 

Baca juga: Kartu NPWP Hilang, Bagaimana Cara Mengurusnya?

 

4. Rekening Bank

Sesuai dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012, calon nasabah wajib menyerahkan NPWP untuk mencegah pencucian uang dan pencegahan pendanaan teroris oleh bank umum.

 

5. Administrasi Pajak Final

Jenis pajak ini harus diselesaikan dalam masa pajak yang sama seperti saat diterima dan tidak perlu dilaporkan pada akhir tahun pajak. Jika Anda ingin melakukan pembayaran pajak final, NPWP sangat dibutuhkan dalam prosesnya.

 

6. Pembuatan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

Selain untuk urusan rekening, Anda juga wajib memiliki NPWP untuk mendapatkan Surat Izin Usaha Perdagangan atau SIUP. SIUP ini tak hanya dibutuhkan untuk pedagang besar, tetapi juga pedagang UMKM yang harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari pihak pemerintah.

 

7. Pembuatan Paspor

Bagi Anda yang ingin membuat paspor, maka Anda wajib memiliki NPWP. Paspor sendiri adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh direktorat imigrasi yang memuat informasi serta identitas pemegangnya termasuk NPWP.

 

Baca juga: Cara Membuat NPWP Bagi yang Belum Bekerja

 

Itulah fungsi NPWP yang harus Anda ketahui, selain itu Anda juga perlu tau bahwa NPWP ternyata memiliki syarat dan jumlah tanggungan NPWP. Setelah mengetahui fungsi NPWP yang ternyata ada cukup banyak, sebaiknya segera membuat NPWP. Pembuatan NPWP tidak sulit, bahkan sekarang NPWP bisa dibuat secara online tanpa Anda harus pergi ke Kantor Pelayanan Pajak setempat. Untuk konsultasi dan administrasi pajak, Anda bisa mengandalkan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Cara Menghitung PPh 21 yang Harus Anda Pahami

cara menghitung PPh 21

Apakah Anda sudah memahami cara menghitung PPh 21? Jika Anda termasuk anggota divisi HRD di kantor, atau bagian lain yang berurusan langsung dengan gaji karyawan, maka cara menghitung PPh 21 adalah pengetahuan yang penting untuk dikuasai. Sebab, PPh 21 adalah tanggung jawab para Wajib Pajak individu, yaitu karyawan di suatu perusahaan, yang akan dipotongkan dari gaji bulanan mereka. Namun, bukan karyawan kantoran saja, seseorang yang bekerja freelance pun wajib membayar PPh 21 jika memang memenuhi syarat. Dalam artikel ini, kami akan menjelaskan kepada Anda bagaimana cara menghitung PPh 21 dan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Dirjen Pajak terkait PPh pasal 21.

 

 

Pengertian PPh 21 dan Wajib Pajak yang Dikenai

Pajak Penghasilan Pasal 21 atau PPh 21 adalah pungutan wajib yang dibuat oleh pemerintah berdasarkan aturan perundangan yang sudah dibuat. Pemotongan upah ini diambil dari pendapatan secara individu, baik yang bekerja dengan orang lain atau memiliki usaha sendiri. Dengan kata lain, PPh ini adalah pajak wajib masing-masing individu. Selain PPh 21, ada pula pajak penghasilan seperti PPh 22 yang dibebankan kepada PT atau CV di bidang ekspor impor, dan PPh 22 untuk penghasilan atas modal atau jasa. 

 

Lalu, siapa saja yang dikenai PPh 21? Selain karyawan, Wajib Pajak yang harus membayar PPh 21 ini antara lain adalah pegawai swasta, anggota dewan komisaris yang bekerja pada perusahaan berbeda, penerima uang pesangon atau pensiunan, dan peserta kegiatan yang mendapatkan gaji seperti freelance atau usaha lain milik sendiri. Karenanya, jika Anda termasuk Wajib Pajak, penting untuk mengetahui cara menghitung PPh 21. 

 

Baca juga: Mengenal PPh Pasal 29

 

 

Tarif Pengenaan Pajak PPh pasal 21

Tarif PPh 21 telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak dalam UU No. 3 Tahun 2008 Pasal 17. Tarif pembayaran ini dibagi menjadi beberapa kelompok seperti berikut.

  1. Wajib Pajak yang memiliki penghasilan tahunan mencapai Rp50 juta per tahun dikenakan tarif sebesar 5%.
  2. Wajib Pajak dengan penghasilan setahunnya di antara Rp50 juta sampai dengan Rp250 juta nilai pajaknya sebesar 15%.
  3. Wajib Pajak yang penghasilan tahunannya mencapai Rp250 juta sampai dengan Rp500 juta dikenakan PPh 21 sebesar 25%.
  4. Wajib Pajak dengan penghasilan di atas Rp500 juta wajib membayar pajak 30%.

Jika Anda masuk kriteria Wajib Pajak yang dikenai pajak penghasilan, maka wajib membayarkan sesuai dengan kelompok penghasilan yang sudah diatur oleh Dirjen Pajak. Hitung berapa total pendapatan Anda dalam satu tahun dan cari tahu masuk ke kelompok mana. Kalau sudah mengetahui kelompoknya, sekarang bisa lanjut ke cara menghitung PPh 21. 

 

 

Objek Pajak yang Termasuk Ke Dalam PPh pasal 21

Ada beberapa ketentuan objek pajak yang dipotong PPh 21, khususnya bagi wajib pajak yang merupakan pegawai tetap di sebuah perusahaan. Berikut ini beberapa objek yang termasuk ke dalam pemotong PPh pasal 21 yaitu:

  • Gaji pokok
  • Tunjangan Pokok
  • Iuran BPJS yang dibayarkan oleh perusahaan (Meliputi jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja)
  • Tunjangan Hari Raya Keagamaan
  • Bonus

Baca juga: Memahami Tata Cara Pelaporan PPh 23

 

 

Cara Menghitung PPh 21

Apabila Anda karyawan kantor, biasanya penghitungan PPh 21 sudah dilakukan oleh divisi yang bertanggung jawab dalam pengurusan gaji. Namun, kalau Anda tidak bekerja dengan orang lain atau kantoran, maka harus menghitung dan mengurusnya sendiri. Meski begitu, tidak ada salahnya mempelajari cara menghitung PPh 21 untuk memastikan bahwa urusan pajak Anda sudah sesuai dengan ketentuan. Di bawah ini contoh perhitungannya.

 

 

  1. Hitung penghasilan bruto Anda dalam setahun, termasuk gaji pokok, tunjangan, makan, transportasi, kesehatan, dll.
  2. Hitung PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) sesuai dengan status kekeluargaan, apakah Anda sudah menikah atau belum, hingga jumlah anak.
  3. Kurangi dengan tunjangan biaya jabatan 5% (maksimal Rp6 juta) dan iuran pensiun 5% (maksimal Rp2,4 juta). Kedua biaya tersebut diambil dari penghitungan gaji bruto selama setahun.
  4. Hitung gaji neto (gaji bruto – PTKP – iuran jabatan atau pensiun). 
  5. Setelah gaji neto didapat, kalikan dengan besaran tarif pajak yang berlaku. 

 

 

Baca juga: Pengertian PPh Final Pasal 4 Ayat 2

 

 

Daftarkan Diri Anda Di Aplikasi Pajak Online untuk Melaporkan PPh 21

Demikian panduan mengenai cara menghitung PPh 21. Harap hati-hati dan teliti saat menghitung pajak, terutama ketika menghitung angka gaji yang dikalikan dengan tarif besaran pajak. Pastikan yang dihitung adalah gaji neto dan bukan bruto. Jika ingin membayar PPh 21, Anda bisa membuat akun di aplikasi pajak online, Ayo Pajak. Merupakan aplikasi pembayaran pajak yang diawasi langsung oleh DJP. 

Inilah Cara Aktivasi e-Filing Pajak

Cara Aktivasi e-Filing Pajak

e-Filing adalah penyampaian SPT Tahunan Pajak melalui saluran pelaporan pajak elektronik atau online yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan mengenai e-Filing ini tertuang dalam Peraturan DJP Nomor 03/2015. Untuk bisa melaporkan pajak tahunan, Anda harus memiliki dan mengaktivasi e-Filing sebagai salah satu persyaratannya. Tanpanya, Wajib Pajak tidak bisa melaporkan SPT Tahunan Pajak yang sudah dibayarkan, baik itu wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan. Karenanya, segera cari tahu cara aktivasi e-Filing pajak di bawah ini.

 

Dapatkan nomor EFIN untuk wajib pajak terlebih dahulu

Untuk bisa melaporkan SPT secara online melalui e-Filing pajak, maka Anda harus memiliki nomor EFIN (Electronic Filing Identification Number) terlebih dahulu. Cara aktivasi e-Filing pun harus dengan memiliki EFIN terlebih dahulu. EFIN berisikan kode identifikasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak agar Anda dapat melakukan transaksi elektronik, seperti membuat kode billing dan lapor SPT Tahunan Pajak. 

 

Cara mendapatkan EFIN pribadi

Bagi Wajib Pajak yang mau mengurus EFIN secara pribadi, maka dapat mengikuti langkah-langkah di bawah ini:

  1. Unduh formulir EFIN dari website Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Online, lalu isi sesuai dengan data dan informasi yang sebenarnya.
  2. Lengkapi formulir tersebut dengan dokumen persyaratan, di antaranya adalah KTP asli dan fotokopi, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) asli dan fotokopi, serta KITAS asli dan fotokopi bagi WNA. 
  3. Bawa formulir dan dokumen tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat. 

 

Cara mendapatkan EFIN secara berkelompok

Bagi Wajib Pajak yang bekerja kantoran dan mendapatkan fasilitas permohonan EFIN berkelompok dari perusahaan, maka bisa mengikuti langkah-langkah di bawah ini:

  1. Cara ini bisa dilakukan untuk karyawan perusahaan, dengan syarat minimal pemohon 20 orang.
  2. Nama karyawan harus tercantum pada pelaporan SPT PPh 21
  3. Perusahaan harus menyediakan peralatan dan tempat yang dibutuhkan untuk aktivasi EFIN pajak.
  4. Karyawan harus hadir saat pengaktifan EFIN.
  5. Unduh formulir berkelompok di situs DJP Online.
  6. Isi formulir tersebut dan lengkapi dengan dokumen persyaratan seperti KTP asli dan fotokopi, KITAS asli dan fotokopi untuk WNA, serta NPWP asli dan fotokopi. 

 

Baca juga: Cara Membuat e-Billing Seperti Apa Ya?

 

Aktivasi EFIN

Sebelum ke cara untuk aktivasi e-Filing pajak, terlebih dahulu Anda harus mengaktivasi EFIN yang tadi sudah diproses untuk didapatkan. Jika sudah mendapatkan kode EFIN, maka selanjutnya bisa ke website DJP dan ikuti langkah berikut: 

  1. Pada laman aktivasi EFIN, masukkan nomor NPWP.
  2. Ketikkan nomor EFIN dan kode keamanan atau captcha yang tertera. Lanjutkan dengan klik ‘Submit’. 
  3. DJP akan mengirimkan email konfirmasi berisi password sementara.
  4. Klik tautan yang tersedia dan ganti password Anda sesuai dengan keinginan. Aktivasi EFIN maksimal 30 hari setelah kode didapatkan. Jika tidak, maka nomor hangus dan Anda harus mengajukan EFIN ulang. 

 Lalu bagaimana jika Anda lupa nomor EFIN? Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan, diantaranya adalah:

  • Telepon nomor resmi KPP
  • Surel menuju alamat email resmi KPP
  • Melalui Agen Kring Pajak
  • Mengirimkan Direct Message (DM) akun media sosial KPP tempat wajib pajak terdaftar

 

Registrasi e-Filing

Nah, sekarang masuk ke cara aktivasi e-Filing pajak. Setelah tadi memiliki dan mengaktivasi EFIN, kini saatnya Anda menggunakan layanan pelaporan SPT Tahunan Pajak secara online. 

  1. Login ke akun e-Filing Anda melalui situs resmi Ditjen Pajak atau aplikasi DJP Online.
  2. Masukkan nomor NPWP.
  3. Ketikkan password yang tadi sudah dibuat saat aktivasi EFIN. 
  4. Masukkan kode keamanan atau captcha dan klik ‘Login’. 
  5. Anda siap menyampaikan pelaporan SPT Tahunan Pajak secara online melalui e-Filing. 

 

Baca juga: Inilah Cara Mendapatkan EFIN Tanpa ke Kantor Pajak

 

Cara aktivasi untuk e-Filing pajak sebenarnya sudah jadi satu ketika Anda mengaktivasi EFIN yang didapatkan dari KPP terdekat. Setelah EFIN diaktivasi, maka secara otomatis e-Filing ikut aktif dan siap digunakan untuk mengisi pelaporan SPT Pajak Tahunan. Anda bisa melaporkan pajak tahunan dengan EFIN dan e-Filing yang sudah dikonfirmasi oleh DJP. Penyampaian SPT online secara resmi juga bisa Anda lakukan lewat aplikasi pajak online, AyoPajak.

Pengertian dan Koreksi Negatif Positif Rekonsiliasi Fiskal

Pengertian dan Koreksi Negatif Positif Rekonsiliasi Fiskal

Dalam laporan keuangan, terdapat perbedaan perhitungan yang berkaitan dengan perhitungan penghasilan kena pajak. Perbedaan ini sebenarnya bisa direkonsiliasi dan selanjutnya dikenal dengan istilah koreksi fiskal. Pada intinya, koreksi atau rekonsiliasi fiskal ini adalah sebuah kegiatan pencatatan keuangan yang berkaitan dengan penyesuaian atau pembetulan oleh Wajib Pajak. 

 

Adanya rekonsiliasi fiskal biasanya disebabkan oleh ditemukannya perbedaan penempatan maupun pengakuan biaya pada laporan keuangan dengan akuntansi pajak. Lantas, apa saja jenis koreksi dalam rekonsiliasi fiskal dan bagaimana langkah-langkah untuk melakukannya? Simak ulasannya berikut ini.

 

 

Baca juga: Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

 

 

Jenis koreksi fiskal

Rekonsiliasi fiskal dalam akuntansi pajak dibedakan menjadi dua jenis untuk memudahkan Anda dalam mencatat laporan keuangan, yakni koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif. Keduanya sudah sesuai dengan peraturan perpajakan UU No.36 tentang PPh Koreksi Fiskal. Berikut pengertian keduanya berdasar undang-undang tersebut:

 

  • Koreksi fiskal positif

Adapun tujuan koreksi positif dalam rekonsiliasi fiskal adalah untuk menambah laba. Dalam hal ini, laba yang dimaksud adalah laba Penghasilan Kena Pajak (PKP). Dengan kata lain, adanya koreksi positif tersebut dapat menambah pendapatan maupun mengurangi pengeluaran biaya dalam fiskal. Koreksi fiskal ini disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:

 

  1. Berhubungan dengan imbalan dalam hal jasa atau pekerjaan berbentuk kenikmatan atau natura.
  2. Adanya jumlah lebih dari yang kewajaran yang diberikan oleh pihak pajak yang berhubungan dengan pekerjaan atau jasa.
  3. Biaya yang tidak berhubungan dengan biaya dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
  4. Biaya dari menagih, memelihara, dan mendapatkan penghasilan yang bersifat Pajak Final maupun penghasilan di luar objek pajak.
  5. Adanya selisih antara penyusutan komersial yang ada di atas penyusutan fiskal.
  6. Bantuan, hibah, dan sumbangan.
  7. Biaya kepentingan pribadi bagi Wajib Pajak.
  8. Premi asuransi beasiswa dan asuransi kesehatan dwiguna.
  9. Sanksi administrasi.
  10. Pajak penghasilan.

 

 

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Penghasilan dengan Mudah

 

 

  • Koreksi fiskal negatif

Dalam rekonsiliasi fiskal, untuk koreksi fiskal negatif sendiri bisa dikatakan merupakan kebalikan dari fiskal positif. Dengan artian, fiskal negatif ini tujuannya adalah untuk mengurangi laba komersial. Koreksi negatif ini dilakukan jika adanya laba komersial yang nominalnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan pendapatan fiskal. Kemudian, ada pula faktor lainnya yang menyebabkan biaya komersilnya lebih kecil ketimbang biaya fiskal. Penyebabnya adalah sebagai berikut:

 

  1. Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal
  2. Adanya penyesuaian fiskal negatif yang lain dan tidak berasal dari faktor-faktor di atas.
  3. Penghasilan yang dikenai pajak PPh Final maupun penghasilan yang tidak digolongkan pada objek pajak, namun masuk dalam kategori peredaran usaha.

 

 

Baca juga: Syarat dan Jumlah Tanggungan NPWP

 

 

Bagaimana tahapan koreksi dalam rekonsiliasi fiskal?

Setelah Anda mengetahui jenis koreksi dalam rekonsiliasi di atas, ketahui pula mengenai tahapan koreksi dalam rekonsiliasi fiskal. Lakukanlah dengan cermat secara berurutan untuk menghindari kesalahan atau kekeliruan. Langkahnya antara lain sebagai berikut:

 

  1. Ketahui jenis koreksi fiskal yang diperlukan oleh perusahaan. Caranya, Anda perlu menganalisis kondisi laba komersial dan juga pendapatan fiskal selama kurun waktu tertentu.
  2. Kemudian, analisis juga elemen untuk penyesuaiannya agar bisa diketahui apa saja pengaruh bagi laba usaha yang kena pajak.
  3. Lakukan monitoring pada angka yang tertera pada koreksi fiskal negatif maupun koreksi fiskal positif.
  4. Susunlah laporan keuangan dengan fiskal sebagai landasan utamanya. Lalu, lampirkan di dalam SPT Tahunan pajak penghasilan saat membayar di kantor pajak.

 

Melihat dari ulasan di atas, pencatatan keuangan dalam sebuah perusahaan memang penting.  Begitu pula dengan rekonsiliasi fiskal yang dilakukan guna memudahkan Anda dalam menganalisis keuangan perusahaan selama kurun waktu tertentu. Anda juga bisa menggunakan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

7 Kewajiban Pajak UMKM

pajak umkm

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mulai populer sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan, disebut-sebut UMKM ini mampu dijadikan sebagai penopang ekonomi nasional yang cukup penting karena dapat menciptakan lapangan kerja dan menstabilkan keuangan nasional. Namun, bagi pelaku UMKM, penting pula untuk mengetahui kewajiban pajak UMKM apa saja yang harus dibayarkan, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan berikut ini.

 

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)

PPh 21 diberlakukan bila UMKM memiliki jumlah pegawai dan wajib memotong PPh 21 dari gaji, honorarium, upah, tunjangan, dan juga pembayaran dengan nama yang berkaitan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan atas usaha wajib pajak dalam negeri. Penyetoran PPh 21 bukti pemotongannya harus diserahkan pada karyawan. 

 

 

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 yang Harus Anda Pahami

 

 

Pajak Penghasilan Pasal 23  (PPh 23)

Untuk kewajiban pemotongan PPh 23, hanya dapat dilakukan oleh UMKM yang berbentuk Badan usaha. Kewajiban pemotongan ini sehubungan dengan adanya pemanfaatan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan,jasa konstruksi dan jasa lainnya kecuali yang sudah dipotong PPh 21, sewa harta selain tanah dan bangunan, bunga pinjaman selain bunga pinjaman yang dibayarkan kepada lembaga keuangan, dividen, dan royalti.

 

Tarif PPh 23 dibedakan berdasarkan Wajib Pajak yang memiliki NPWP dan Wajib Pajak tidak memiliki NPWP.  Bagi Anda yang tidak memiliki NPWP, besaran tarif pajaknya menjadi naik 100%, contoh apabila tarif pajak PPh 23 atas pemanfaatan jasa adalah sebesar 2 % ,jika si pemberi jasa tidak memiliki NPWP, maka tarif pajaknya menjadi 4%.

 

 

Baca juga: Penjelasan Lengkap PPh Pasal 23

 

 

Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)

Pajak ini berlaku bila Wajib Pajak Badan melakukan transaksi luar negeri. Misalnya pembayaran gaji, dividen, jasa, royalti, bunga, sewa dan lainnya dalam PPh 21 dan PPh 23. Pemotongannya berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi asing maupun Wajib Pajak badan asing.

 

Tarifnya adalah 20% dari penghasilan bruto diterima badan atau orang asing. Syaratnya, di negara penerima penghasilan itu tidak ada kerjasama Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia. Selain itu, untuk penerima penghasilan ini harus menunjukkan surat penting seperti surat keterangan domisili dari negara asal.

 

Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2

Sama seperti Pajak penghasilan 23/26, untuk pemotongan ini hanya bisa dilakukan bagi UMKM yang berbentuk badan usaha atau Orang pribadi telah ditunjuk sebagai pemotongan pajak. Yang menjadi Objek Pajak PPh 4(2) ini adalah penghasilan pajak yang dikenakan atas pengalihan hak atas bangunan, transaksi sewa tanah atau bangunan, dan penghasilan atas usaha dari jasa konstruksi serta dividen perusahaan yang dibayarkan kepada orang pribadi. Sifat jenis pajak ini adalah final. Dengan kata lain, penghasilan yang sudah dipotong tadi tidak dihitung lagi pada SPT Tahunan PPh Badan. Tarifnya adalah:

 

  • Sewa tanah/bangunan 10%
  • Pengalihan hak atas tanah/bangunan 2,5%
  • Dividen yang dibayarkan ke orang pribadi 10%

 

Pajak Penghasilan Final PP 23/2018

Sejak tahun 2013, pemerintah menaruh perhatian besar terhadap UMKM, maka di tahun 2013, Pemerintah mengeluarkan Peraturan pemerintah No.46 tahun 2013, yang memberikan insentif pembayaran pajak hanya sebesar 1% dari peredaran bruto dan bersifat Final, hal ini bertujuan untuk lebih memudahkan para UMKM dalam membayar pajak dan kesadaran UMKM untuk membayar Pajak, bahkan di tahun 2018 pemerintah memberikan insentif tambahan dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.23 tahun 2020, untuk mengganti  PP 46 sebelumnya di peraturan ini pemerintah menurunkan tarif UMKM hingga menjadi 0,5%. Akan tetapi, sifat jenis pajak ini lebih mengacu pada insentif pelaku UMKM, terutama untuk Wajib Pajak yang diperbolehkan memilih jenis PPh Final ini yang dikarenakan tarifnya lebih ringan bila dibandingkan PPh Badan normal.

 

Adapun pemanfaatan tarif UMKM ini mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu peredaran bruto tidak boleh lebih dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun. Hanya jenis usaha yang diperbolehkan oleh Direktorat Jenderal pajak untuk menggunakan tarif ini, dan juga mempunyai batas waktu pengenaan insentif. Yaitu 7 tahun untuk Wajib Pajak Pribadi, 4 Tahun untuk wajib pajak berbentuk persekutuan komanditer, firma, kongsi, dan 3 tahun untuk wajib pajak berbentuk perseroan. Dan dihitung sejak perusahaan berdiri atau memanfaatkan insentif ini.

 

 

Baca juga: Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

 

 

Pajak Pertambahan Nilai

Ketika UMKM memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak,  maka kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tetap dilakukan. Di sini, UMKM yang sudah berstatus PKP harus menerbitkan faktur pajaknya. PPN terutang yaitu pada saat  penyerahan Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak dalam negeri atau diterimanya pembayaran, tergantung mana yang terjadi terlebih dahulu. Adapun besarnya PPN yang harus dipungut adalah sebesar 10%, sementara untuk kegiatan ekspor  dikenakan tarif 0%.

 

Pajak Tahunan

Selain beberapa kewajiban di atas, semua UMKM wajib menyampaikan SPT Tahunannya, bagi Wajib Pajak UMKM yang berbentuk badan usaha atau orang pribadi yang memilih pembukuan, walaupun pengenaan pajak penghasilannya bersifat final selama mendapatkan fasilitas. Kewajiban melakukan pembukuan tetap harus dijalankan, karena apabila sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai UMKM, maka perhitungan Tarif Pajak terutangnya akan kembali seperti Tarif Umum pajak penghasilan.

 

Setidaknya, itulah kewajiban pajak UMKM yang harus Anda ketahui. Kini, membayar pajak bagi pelaku UMKM semakin mudah, aman, dan cepat dengan menggunakan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

 

6 Pengertian Jenis Pajak Penghasilan yang Perlu Diketahui

Keyword: Jenis pajak penghasilan

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dikenakan bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun badan usaha dalam jumlah tertentu dalam kurun waktu satu tahun pajak. Di Indonesia sendiri setidaknya ada delapan jenis pajak penghasilan. Apa saja jenis pajak tersebut? Berikut beberapa di antaranya yang wajib Anda ketahui sebagai Wajib Pajak.

 

Pajak Penghasilan Pasal 15

Jenis pajak penghasilan pertama ialah PPh 15 yang dikenakan bagi badan usaha maupun orang pribadi sebagai pengusaha. Beberapa di antaranya adalah perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional maupun dalam negeri, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan migas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, hingga perusahaan investor dalam bentuk build, operate, and transfer.

 

Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak penghasilan Pasal 21 merupakan pemotongan bagi penghasilan dari pekerjaan, baik itu berupa jasa maupun kegiatan lainnya menggunakan nama dan bentuk apapun yang didapatkan Wajib Pajak orang pribadi di dalam negeri. Biasanya, pemotongan pajak akan ini dilakukan oleh pemberi kerja atau bendahara yang membayar gaji.

 

 

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 yang Harus Anda Pahami

 

 

Pajak Penghasilan Pasal 22

PPh 22 adalah jenis pajak penghasilan yang diberlakukan bagi Wajib Pajak atas kegiatan perdagangan barang, khususnya ekspor dan impor badan usaha tertentu, baik milik pemerintah (BUMN) maupun swasta. Hal ini diberlakukan juga atas pembelian barang mewah oleh Wajib Pajak.

 

Perhitungan pajak ini bisa dilakukan dengan menerapkan Angka Pengenal Importir (API) sebesar 2,5% dari nilai impor barang. Namun, bila tidak menggunakan atau tanpa API, maka besarannya 7,5% dari nilai impor. Ketentuan tarif lainnya ialah:

 

  • Pembelian barang yang dilakukan oleh DPJP, BUMN/BUMD, dan bendahara pemerintah –  tarifnya adalah 1,5% dari pembelian.
  • Pembelian bahan keperluan untuk industri – tarifnya adalah 0,25% dikalikan harga pembelian (tidak termasuk PPN).
  • Penjualan hasil produksi – tarifnya adalah 0,1% dikalikan DPP PPN tidak final (kertas), 0,25% dikalikan DPP PPN tidak final (semen), 0,3% dikalikan DPP PPN tidak final (baja), dan 0,45% dikalikan DPP PPN tidak final (otomotif).
  • Penjualan hasil produksi maupun penyerahan barang oleh produsen atau importir minerba (mineral, bahan bakar, dan gas) dan juga pelumas yang sifatnya final untuk penyalur dan tidak final bagi lainnya.
  • Impor bahan baku seperti gandum maupun tepung terigu – tarifnya adalah 0,5% dari nilai impor.

 

Pajak Penghasilan Pasal 23

PPh 23 dikenakan untuk penghasilan atas modal, hadiah, bonus penyerahan jasa, maupun penghargaan lainnya selain yang sudah dipotong dalam PPh 21. Jenis pajak penghasilan PPh 23 akan dikenakan apabila terdapat transaksi dua belah pihak, yaitu antara penerima (dalam hal ini bisa penjual maupun pemberi jasa) dengan pihak pemberi penghasilan (penerima jasa maupun pembeli). 

 

Untuk tarifnya, diberlakukan menurut Dasar Pengenaan Pajak maupun jumlah bruto penghasilan. Lalu, ada dua jenis tarif yang tergantung pada objeknya, yaitu:

 

  • Tarif 15% dari jumlah bruto – dividen yang bukan orang pribadi, hadiah, dan penghargaan yang tidak terpotong dalam PPh 21.
  • Tarif 2% jumlah bruto – imbal jasa teknik, jasa konstruksi, jasa konsultan, maupun jasa manajemen. Begitu juga dengan penghasilan atas sewa dan penggunaan harta selain tanah dan bangunan.

 

 

Baca juga: Penjelasan Lengkap PPh Pasal 23

 

 

Pajak Penghasilan Pasal 25

PPh 25 adalah angsuran pajak yang dikenakan dari Pajak Penghasilan terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh yang dikurangi PPh terpotong maupun PPh terutang di luar negeri dengan sifat boleh dikreditkan. Pembayarannya harus dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dan tidak boleh diwakilkan orang lain.

 

Untuk pembayarannya sendiri dilakukan dengan cara diangsur. Hal ini untuk meringankan Wajib Pajak ketika membayar pajak tahunannya. Perhitungan angsuran pajak bulanannya adalah:

 

(PPh terutang – Kredit Pajak) /12

 

Pajak Penghasilan Pasal 26

PPh 26 dikenakan pada penghasilan dari Indonesia yang mana diterima oleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha yang tetap. Biasanya, besaran pajak yang dikenakan adalah 20%. Beberapa jenis yang akan diberlakukan tarif pajak ini antara lain adalah dividen, hadiah dan penghargaan, hingga royalti dari sewa maupun penghasilan lainnya yang berhubungan dengan penggunaan harta.

 

Di samping itu, jenis pajak lain yang dikenakan atas PPh ini adalah bunga, diskonto maupun imbalan jaminan pengembalian utang dan juga pembayaran atas jasa, pekerjaan, hingga kegiatan. Pajak ini juga berlaku bagi premi swap, pensiunan dan pembayaran berkala, dan keuntungan yang dikarenakan pembebasan hutang.

 

Di atas merupakan beberapa pengertian jenis pajak penghasilan yang perlu Anda ketahui sebagai Wajib Pajak orang pribadi maupun badan usaha. Lakukanlah pembayaran pajak sebelum jatuh tempo melalui aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Mengenal Pengertian Penghasilan Bruto

penghasilan bruto adalah

Sudah bekerja dan memiliki pendapatan sendiri? Jika ya, maka Anda pasti sudah tidak asing lagi dengan aktivitas perpajakan. Termasuk juga mengenali beberapa istilah yang sering dipakai saat mengurus pajak. Terkait dengan pendapatan Anda tadi, salah satu istilah yang pastinya pernah Anda dengar adalah penghasilan bruto. Penghasilan bruto adalah salah satu objek yang wajib dilaporkan oleh setiap Wajib Pajak. Ini dia penjelasan lebih jauh soal penghasilan bruto.

 

Apa itu penghasilan bruto?

Penghasilan bruto adalah penghasilan kotor yang terkumpul dalam satu tahun. Karena disebut penghasilan kotor, sumber penghasilan bruto didapatkan dari sumber yang fleksibel. Artinya, sumber penghasilannya bisa berasal dari mana saja, termasuk hasil usaha atau gaji tetap Anda. Selama penghasilan itu diperoleh dari aktivitas kerja, maka akan dianggap sebagai penghasilan bruto.

 

Selain itu, penghasilan bruto adalah penghasilan yang tidak hanya diterapkan pada Wajib Pajak perorangan saja. Jenis penghasilan itu juga diterapkan pada Wajib Pajak institusi, badan usaha, dan sejenisnya. Penghasilan bruto menjadi jenis penghasilan yang nantinya akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.

 

Penghasilan bruto adalah jenis penghasilan yang dibagi dalam dua jenis penghasilan, yakni penghasilan bruto yang bersifat rutin dan tidak rutin. Penghasilan yang bersifat rutin ini merujuk pada pendapat dari gaji pokok juga tunjangan. Disebut rutin karena konsistensi perolehannya,  sementara yang bersifat tidak rutin diperoleh secara tidak tentu dan tidak teratur. Bonus atau THR bisa termasuk dalam jenis penghasilan bruto tidak teratur.

 

Dasar hukum penghasilan bruto

Untuk penghasilan bruto ini pun ada dasar hukumnya yang mengatur. Salah satunya adalah UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Lalu, ada juga Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

 

Membaca regulasi atau ulasan lebih lanjut tentang kedua regulasi di atas bisa memberikan Anda pandangan lengkap soal penghasilan bruto. Berikut ketentuan definitif juga cara menghitung pajak penghasilan yang akan dibebankan pada penghasilan bruto ini.

 

Komponen penghasilan bruto yang harus dilaporkan

Sebagaimana diatur perihal penghasilan, penghasilan bruto adalah jenis penghasilan yang juga punya beberapa komponen wajib lapor pajak. Komponen-komponen ini wajib tercantum dalam laporan SPT tahunan Anda. Ini dia daftar lengkapnya;

 

  • Uang pensiunan (bagi yang sudah pensiun) serta gaji.
  • Berbagai tunjangan, termasuk di sini Tunjangan Hari Raya, Tunjangan Hari Tua, Tunjangan PPh, juga tunjangan lainnya seperti tunjangan kesehatan, transportasi, makan, hingga tunjangan biaya pendidikan.
  • Honorarium juga wajib dilaporkan, termasuk apabila honorarium berbentuk imbalan atau uang tunai.
  • Premi asuransi yang dibayarkan.
  • Bonus tahunan yang diterima.

 

Komponen penghasilan bruto diambil dari penghasilan-penghasilan yang Anda peroleh selama jangka waktu satu tahun. Setelah menuliskan tiap komponen dalam SPT, barulah Anda akan mengetahui seberapa besar nilai PPh yang harus dibayarkan kemudian.

 

Melakukan perhitungan sendiri terhadap berbagai jenis sumber pendapatan yang Anda miliki perlu dilakukan dengan teliti dan akurat. Tujuannya jelas agar mengetahui besaran Wajib Pajak yang tepat pula. Jika Anda merasa kesulitan untuk melakukan perhitungan, dan membutuhkan dampingan atau bantuan yang aman dan efisien, menggunakan aplikasi pajak online AyoPajak bisa jadi salah satu solusinya.

 

Aplikasi pajak online dari AyoPajak diawasi langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak Indonesia ini memberikan asistensi berupa fitur-fitur layanan perpajakan. Mulai dari fitur yang membantu perhitungan pajak untuk Anda sampai fitur aplikatif untuk membantu Anda mengisi SPT dan melakukan pembayaran pajak tersebut secara daring.

Penjelasan Account Receivable dalam Perpajakan

account receivable adalah

Account Receivable dalam Perpajakan

Account receivable adalah istilah yang sangat umum terdengar terutama dalam bidang akuntansi. Istilah yang sama juga biasa digunakan berdampingan dengan istilah lainnya, yakni account payable. Namun, ternyata tidak hanya digunakan dalam dunia akuntansi saja, account receivable adalah istilah yang juga digunakan dalam dunia perpajakan. Berikut penjelasannya lebih jauh.

 

Apa itu account receivable

 

Account receivable adalah istilah yang juga dapat disebut dengan istilah piutang usaha. Piutang usaha ini merujuk pada piutang yang ada karena sudah melangsungkan transaksi penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang usaha seringkali dilakukan perusahaan untuk bisa menjual barang atau jasa dalam jumlah banyak, sehingga perusahaan tidak akan mengalami kerugian karena ada sisa stok barang yang tidak terjual.

 

Ketika perusahaan membuat perintah penjualan, maka account receivable belum tercatat. Account receivable resmi tercatat jika pembeli sudah mengirimkan uang sebagai cicilan pembayaran atau pelunasan uang muka. 

 

Perbedaan account receivable dengan piutang pajak

Sementara itu, account receivable tidak bisa disamakan dengan piutang pajak. Piutang pajak tergolong sebagai piutang lain-lain dalam pembukuan perusahaan. Piutang pajak diartikan sebagai piutang yang ditagihkan karena pendapatan pajak yang belum dilunasi sampai akhir masa pencatatan keuangan.

 

UU KUP No. 29 Tahun 2007 mengatur tentang potensi pendapatan negara. Inilah yang menyebabkan adanya pengakuan piutang pajak ini sendiri. Pengakuan piutang pajak ditandai dengan terbitnya Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak karena telah dilaksanakan proses penagihannya.

 

Dengan kata lain, account receivable merupakan hal yang wajib dibayarkan oleh pembeli terutang ke perusahaan. Sementara itu, piutang pajak adalah hal yang wajib dilunasi oleh subjek Wajib Pajak dalam periode berjalan di tahun berikutnya. Baik account receivable maupun piutang pajak akan dimasukkan sebagai aset lancar dalam neraca laporan keuangan. 

 

Ciri-ciri account receivable

Pertama, account receivable memiliki nilai jatuh tempo, yakni nominal tagihan transaksi utama yang sudah ditambah bunga. Kedua, tanggal jatuh tempo saat perusahaan akan menagih piutang ke pembeli. Apabila pembeli gagal membayar sebelum tanggal jatuh tempo berakhir, maka perusahaan akan memberlakukan denda. 

 

Ketiga, adanya umur jatuh tempo yang dibagi jadi harian maupun bulanan. Maksudnya, jika account receivable dihitung bulanan, maka tanggal jatuh tempo piutang usaha akan berlaku di tanggal yang sama dengan transaksi utama setiap bulannya. 

 

Account receivable dan piutang pajak memberlakukan denda jika ada kegagalan pembayaran. Dalam account receivable, apabila transaksi penjualan dikenakan PPN 10% dari total harga barang, maka account receivable juga dicatat masuk dalam PPN. 

 

Cara meminimalisir piutang tak tertagih

Agar bisa melancarkan cash flow dan juga proses pencatatan keuangan, maka perusahaan harus giat dalam menagih piutang usaha atau piutang lainnya seperti piutang pajak. Dalam mencegah adanya piutang tak tertagih, perusahaan harus rajin melakukan follow up ke terutang. Bila memang kegagalan pembayaran sudah sering terjadi, maka perusahaan perlu memberikan sikap yang lebih agresif. 

Tetapkan denda dan limit kredit. Selanjutnya, jika terutang tergolong sebagai pembeli yang sulit diajak berkoordinasi perihal penagihan piutang usaha ini, tidak ada salahnya untuk memasukkan terutang ke dalam daftar hitam. 

 

Nah, piutang tak tertagih ini juga harus dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam PPh. Piutang tak tertagih akan disebut sebagai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Tidak perlu bingung soal piutang tak tertagih ini dalam pelaporan PPh. Melakukan perhitungan PPh yang akurat pun sangat mungkin dilakukan dengan menggunakan aplikasi pajak online AyoPajak. Aplikasi yang menyediakan berbagai fitur efisien untuk mendampingi Anda dalam melakukan perhitungan dengan akurat dan yang merupakan PJAP resmi serta diawasi langsung oleh DJP.

 

Tidak hanya menyajikan fitur untuk membantu Anda berhitung, beberapa fitur lainnya juga tersedia. Termasuk pula fitur untuk membantu Anda melakukan pembayaran pajak secara daring dengan lebih fleksibel. Ditambah lagi, Anda juga bisa mengatur sistem pengingat untuk aktivitas pajak lainnya yang penting untuk segera dihitung atau diselesaikan agar bisa segera memenuhi tanggung jawab sebagai seorang Wajib Pajak.