Inilah Cara Mendapatkan EFIN Tanpa ke Kantor Pajak

cara mendapatkan EFIN tanpa ke kantor pajak

Benarkah cara mendapatkan EFIN tanpa ke kantor pajak itu bisa dilakukan secara online di rumah saja? Nah, setiap warga negara Indonesia yang sudah menjadi Wajib Pajak diharuskan melapor SPT setiap tahunnya, bukan? Bahkan di tengah pandemi ini, kewajiban melapor SPT tahunan wajib dilaksanakan. Namun, bagaimana kalau belum punya EFIN sehingga tidak bisa lapor SPT secara online? 

Gawat sekali, karena salah satu syarat aktivasi akun DJP online adalah memiliki EFIN (Electronic Filing Identification Number). Nomor EFIN ini baru bisa didapatkan bila Wajib Pajak sudah punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Untuk mendapatkan EFIN, Wajib Pajak harus mendatangi kantor pajak untuk mendaftar. Namun, kini ada cara mendapatkan EFIN bisa tanpa ke kantor pajak. Caranya sangat praktis dan tentunya membantu memutus rantai penyebaran COVID-19. Berikut cara mendapatkan EFIN tanpa ke kantor pajak!

Cara Mendapatkan EFIN Tanpa ke Kantor Pajak Via Aktivasi Online

Nomor EFIN ini ternyata bisa didapatkan via aktivasi online tanpa perlu ke kantor pajak. Caranya dengan menggunakan layanan terbaru dari DJP per tahun 2021. Wajib Pajak cukup mengunjungi laman efin.pajak.go.id. Laman ini akan menuntun Wajib Pajak untuk mengaktivasi nomor EFIN secara online dengan fitur pengenalan wajah Wajib Pajak atau yang dikenal sebagai teknologi face recognition. Pelayanan dengan teknologi terbaru ini baru diluncurkan Ditjen Pajak pada Maret 2021 lalu.

Cara mendapatkan EFIN tanpa ke kantor pajak via aktivasi online juga cukup sederhana. Pertama, kunjungi efin.pajak.go.id. Jangan lupa siapkan NPWP, lalu klik Lanjutkan. Klik Setuju untuk menggunakan kamera perangkat, lalu klik Lanjutkan. Nantinya akan muncul disclaimer bertuliskan “Aktivasi EFIN (Beta) dapat dilakukan jika data kependudukan Anda telah sesuai dan verifikasi data pendaftaran selesai dilakukan petugas KPP.” Setelah itu, klik Mulai Sekarang, kemudian isi Nomor NPWP sesuai kolom yang tersedia. Klik Lanjutkan. Aktivasi EFIN dengan face recognition akan berjalan bila NPWP terdeteksi oleh sistem.

Baca juga: Cari Tahu Cara Lapor Pajak Pribadi Online

Cara Mendapatkan EFIN tanpa ke kantor pajak via Email

Karena aktivasi online dengan teknologi face recognition untuk sementara masih dalam versi percobaan (Beta), terkadang masih ada proses yang gagal. Jangan berkecil hati, Wajib Pajak masih bisa mendapatkan EFIN tanpa ke kantor pajak via email! Caranya dengan mengirimkan email ke kantor pajak.

Cara mendapatkan EFIN tanpa ke kantor pajak via email dimulai dengan membuat pesan baru di email Wajib Pajak. Kemudian, di kolom tujuannya, isi alamat email kantor pajak sesuai dengan tempat NPWP terdaftar. Alamat email setiap kantor pajak bisa dilihat di pajak.go.id/unit-kerja

Isi kolom subject email dengan kalimat “PERMINTAAN NOMOR EFIN.” Kemudian dalam email, sertakan data nomor NPWP, nama lengkap, nomor KTP, alamat tempat tinggal, dan nomor ponsel yang aktif. Jangan lupa, scan KTP dan NPWP juga dalam bentuk file digital, kemudian unggah sebagai attachment bersama foto diri. Setelah semua berkas sudah dicantumkan, tinggal kirim pesan email saja. Petugas kantor pajak setempat nantinya akan mengirim pesan email berisi nomor EFIN.

Baca juga: Syarat Pengajuan efin badan yang harus Anda Ketahui

Jika dengan cara di atas belum juga berhasil, Wajib Pajak bisa mencoba mengirim 4 berkas sebagai syarat aktivasi EFIN. Unduh dulu formulir permohonan aktivasi EFIN di Ditjen Pajak Online, lalu isi sesuai kolom yang diminta. Setelah diisi, cantumkan formulir bersama foto KTP, foto NPWP, dan pas foto Wajib Pajak. Jika semua data sudah sesuai, petugas KPP akan langsung mengirimkan EFIN dalam bentuk PDF lewat email.

Itulah cara mendapatkan EFIN tanpa pergi ke kantor pajak. Jangan lupa email di saat jam kerja agar petugas kantor pajak setempat bisa langsung memprosesnya. Wajib Pajak harus mendapatkan nomor EFIN agar dapat memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Jadi, meskipun pergerakan dibatasi karena pandemi, masih ada jalan lain untuk mendapatkan EFIN. Setelah mendapatkan EFIN, langsung lapor pajak melalui platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP agar lebih mudah!

Memaknai Pajak Pedagang Eceran

oleh Irwan Wisanggeni, Mahasiswa Program Doktoral Akuntansi Universitas Trisakti

Pedagang eceran atau pedagang yang langsung menjual barang ke konsumen akhir kerap kali disebut bisnis ritel.  Peran besar bisnis ini dalam membantu menyerap tenaga kerja. Data  Badan Pusat Statistik melaporkan, lapangan usaha atau perusahaan yang berhasil menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia berasal dari usaha perdagangan besar dan eceran. yaitu sebanyak 22,4 juta orang, atau 31,81 persen dari tenaga kerja yang ada di Indonesia. Sektor tersebut, termasuk tiga terbesar penyumbang lapangan usaha. Jelas sekali jumlah pedagang cukup besar di Indonesia dan ada disektor barang dan jasa. Yuk baca selengkapnya mengenai pajak yang ditetapkan pada pedagang eceran dibawah ini.

Dalam peraturan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk kriteria pedagang eceran tercantum didalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2012 Pasal 20, dijabarkan sebagai berikut, pengusaha kena pajak yang dalam kegiatan usahanya melakukan penyerahan barang kena pajak dengan cara, pertama melalui tempat penjualan eceran langsung dan mendatangi konsumen akhir, kedua, tanpa penawaran tertulis, pesanan dan kontrak tertulis atau lelang, ketiga pada umumnya transaksi dilakukan secara tunai dan pembeli langsung membawa barang yang dibelinya.

Kemudahan perpajakan yang diberikan kepada pedagang eceran dengan diizinkan untuk menerbitkan faktur pajak secara digunggung, arti dari digunggung disini faktur pajak yang tidak diisi dengan nama/identitas pembeli dan tanda tangan penjual. Faktur pajak jenis ini hanya digunakan oleh mereka yang menjadi pedagang eceran, dasar hukum dari pembuatan faktur pajak di gunggung di Peraturan Dirjen Pajak ( PER Dirjen) nomor 29 pada pasal 7.

Baca juga: Kewajiban dari Pajak UMKM

Jika bukan dari pedagang eceran namun pengusaha kena pajak menerbitkan faktur pajak secara digungung hal ini akan dianggap faktur pajak tersebut tidak lengkap berdasarkan PER Dirjen nomor 24 tahun 2012 dengan sanksi 2 persen dari dasar pengenaan pajak (DPP), sanksi ini berubah menjadi 1 persen dari dasar penggenaan pajak (DPP)  di UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 cluster perpajakan.

Persoalan muncul ketika pengusaha kena pajak yang bukan eceran melalui digital (e-commerce) yang sulit mendapatkan indentitas pembeli barang atau jasa, sehingga pedagang yang bukan eceran melalui jalur digital karena kesulitan menerbitkan faktur pajak dengan indentitas yang jelas dari cara perdagangan ini dan pengusaha kena pajak mungkin akan mengambil solusi menggunakan faktur pajak digunggung. Potensi sanksi pajak yang akan di kenai kepada mereka atas transaksi tersebut yaitu saksi 1 persen dari dasar pengenaan pajak (DPP).

seorang wanita sedang berbelanja kebutuhan natal saat bazaar berlangsung

Selain itu dalam kasus lainya adalah pedagang besar atau pabrikan melakukan penjualan eceran saat dia bertransaksi dengan konsumen akhir atau saat mereka mengadakan bazar dimana produk pedagang besar dan pabrikan akan dijual langsung ke konsumen akhir yang sulit diminta indentitasnya sehingga mereka menggunakan cara faktur pajak digunggung. Hal ini akan menimbulkan konsekwensi sanksi 1 persen dari dasar pengenaan pajak.   

Dalam kasus diatas mungkin pengusaha kena pajak  yang bukan pedagang eceran menempuh jalur membuat faktur pajak (tanpa digunggung) namun tidak mencantumkan indentitas wajib pajaknya,  Kondisi seperti ini sebenarnya juga masuk kriteria faktur pajak tidak lengkap sesuai dengan Istilah faktur pajak lengkap dan faktur pajak tidak lengkap sebenarnya merujuk pada pasal 13 ayat 5 UU PPN yang menjelaskan, faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dapat digunakan sebagai sarana mengkreditkan pajak masukan yang harus diisi secara lengkap. Petunjuk pelaksanaan atas  pembuatan faktur  lengkap diatur melalui pasal 5 pada PER 24/PJ/2012.

Sedangkan yang masuk kriteria faktur pajak tidak lengkap  yaitu  Faktur pajak tidak diisi secara lengkap, jelas dan benar. Faktur pajak tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat yang ditunjuk PKP untuk menandatangani sesuai dengan prosedur. PKP membuat faktur pajak menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak (NFSP) ganda/nomor seri yang sama dalam tahun pajak yang sama. Semua faktur pajak dengan nomor seri Faktur Pajak tersebut masuk dalam kategori faktur pajak tidak lengkap. Kode dan nomor seri faktur pajak  yang diisi PKP tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh PER-24/PJ/2012. Faktur pajak terlambat dilaporkan kepada kepala KPP tempat PKP yang melaporkan dikukuhkan. Keterlambatan pelaporan faktur pajak ini menyebabkan faktur pajak dianggap tidak lengkap sampai diterimanya pemberitahuan. Jika semua ini terjadi maka potensi sanksi 1 persen dari dasar pengenaan pajak (DPP).

Baca juga: Mekanisme Perhitungan PPh Badan

Pengusaha kena pajak akan mengalami kesulitan ketika pembelinya adalah konsumen akhir dalam beberapa kondisi yaitu pedagang besar tapi sebagian dagangnya retail, pedagang e-comerce,  sehingga akan membuat high cost dikarenakan adanya potensi sanksi denda 1 persen dari dasar pengenaan pajak. Jika pengusaha kena pajak membebankan potensi sanksi tersebut pada harga pokok barang hal ini membuat barang tersebut menjadi mahal sehingga membebani masyarakat dan akan menyumbang inflasi dirana ekonomi makro.

Ilustrasi terkait Pajak Pedagang Eceran

Biaya Pajak

Teori pajak supply side tax policy  menjelaskan kebijakan perpajakan yang pada akhirnya menurunkan “cost of taxation (biaya pajak) ” sehingga mampu mendorong produktivitas yang tinggi. Biaya pajak yang tinggi  akan mempersempit  ruang bagi pelaku usaha untuk berproduksi sehingga mengurangi supply. Berangkat dari teori kontemporer ini seyogyanya ada solusi untuk persoalan faktur pajak digunggung bagi yang hanya sebagian melakukan jualan eceran dan juga bagi pelaku pedagang e commerce. Sehingga sanksi tidak memberatkan dan tidak berujung memberatkan pengusaha kena pajak yang tentunya harga tersebut akan dipantulkan ke harga barang dan hal ini akan memberatkan masyarakat.

Kebijakan supply-side tax policy di atas pun memiliki keunggulan lainnya, yang dapat diwujudkan tanpa harus menggenyampingkan aspek penerimaan negara. Melainkan negara akan mendapatkan penerimaan pajak yang lebih besar dengan adanya peningkatan produksi tersebut.

Pengertian PPh Final Pasal 4 Ayat 2

PPh Final Pasal 4 Ayat 2

PPh final Pasal 4 Ayat 2 bisa jadi salah satu regulasi paling penting dalam dunia perpajakan yang perlu Anda ketahui. Disebut dengan pasal final karena sifatnya yang wajib bagi orang pribadi maupun badan. Ini berarti PPh final Pasal 4 Ayat 2 tidak bisa dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang harus dilunasi. Dengan kata lain, pemotongan yang diterapkan hanya berlaku sekali saja dalam satu periode pajak. Untuk tahu lebih banyak tentang regulasi pajak yang satu ini, Anda bisa terus membaca ulasan di bawah ini.

Objek PPh Final Pasal 4 Ayat 2

Objek dari regulasi pajak yang satu ini dikenakan hanya pada unsur tertentu dari penghasilan yang diperoleh perorangan atau suatu badan tertentu, mulai dari omzet penjualan suatu badan usaha yang dalam satu tahun masa pajak mendapat untung kotor kurang dari Rp4,8 miliar. 

Penghasilan yang dimaksudkan juga termasuk bunga deposito dan tabungan, bunga obligasi, penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal, surat berharga, dan penerimaan hadiah. Perhitungan untuk transaksi pengalihan aset seperti sewa atas tanah dan/atau bangunan. Bentuknya bisa berupa usaha real estate seperti rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuanjuga perlu dihitung dengan mengacu pada PPh final 4 Ayat 2. 

Baca juga: Penjelasan Lengkap PPh Pasal 23

Tarif PPh Final Pasal 4 Ayat 2

Bergantung pada objek pajaknya, tarif PPh Pasal 4 Ayat 2 yang berlaku bisa bervariasi. Berikut poin-poin penerapan tarif PPh final berdasarkan objek pajak spesifiknya:

1. Pajak 0-20%

Tarif pajak ini adalah bunga dari kewajiban.

2. Pajak 0,1%

Tarif pajak ini dikenakan untuk transaksi penjualan saham, termasuk juga pengalihan ibu kota mitra perusahaan yang diperoleh dari modal usaha.

3. Pajak 0,5%

Tarif dikhususkan pada transaksi penjualan saham pendiri sebesar 0,5%, dan saham non-founder sebesar 0,1%.

4. Pajak 2-6%

Tarif yang hanya diberlakukan pada jasa konstruksi.

5. Pajak 2,5%

Tarif ini dikenakan pada transaksi derivatif jangka panjang dan telah diperjualbelikan di bursa sesuai PP No. 17 Tahun 2009.

6. Pajak 5%

Tercantum dalam PP. No 71 Tahun 2008, dikenakan dalam transaksi pengalihan hak atas tanah juga bangunan.

7. Pajak 10%

Secara rinci diatur dalam PPh Pasal 17 Ayat 7 dan turunannya di PP No. 15 Tahun 2009. Tarif ini diberlakukan pada bunga simpanan yang dibayar pihak koperasi pada para anggota koperasi. Besaran tarif yang sama juga diberlakukan pada dividen yang diterima pihak Wajib Pajak perorangan. Ditetapkan juga besaran tarif yang sama untuk transaksi sewa tanah atau bangunan.

8. Pajak 20%

Dalam PP No. 131 Tahun 2000 juga turunannya Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK/04/2001, tarif sebesar 20% ini diperuntukkan bagi bunga deposito juga berbagai jenis tabungan. Termasuk juga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan diskon jasa giro.

9. Pajak 25%

Tarif pajak untuk transaksi hadiah atau undian yang diatur sebesar 25% dalam PP No. 132 Tahun 2000.

Baca juga: Ketentuan Dalam PPh Pasal 25

Mekanisme pembayaran

Berdasarkan isi PPh Final Pasal 4 Ayat 2 ini, mekanisme pembayaran yang diterapkan ada dua jenis. Pertama, mekanisme pemotongan di mana pihak yang menyewa harus memotong PPh sebesar 10% dari uang sewa yang dibayarkan. Ini dapat diterapkan jika penyewa sendiri adalah pihak yang teridentifikasi sebagai pemotong pajak, yakni perorangan, wakil perusahaan luar negeri, kerja sama operasi, bentuk usaha tetap, penyelenggara kegiatan, subjek pajak badan dalam negeri, serta badan pemerintah sesuai dengan peraturan Dirjen Pajak.

Kedua, mekanisme pembayaran sendiri atau tunggal. Mekanisme ini dilakukan oleh pemilik tanah/bangunan yang disewakan dengan membayar pajak final sebesar 10% dari harga sewa. Dengan catatan, pihak yang menyewa bukan salah satu dari pihak yang sudah disebutkan di atas tadi.

Baca juga: Mengenal PPh Pasal 29

Itu dia ulasan seputar pengertian PPh final Pasal 4 Ayat 2 yang penting untuk Anda ketahui. Dengan memahaminya, Anda sebagai Wajib Pajak bisa semakin memahami tentang kewajiban perpajakan Anda. Untuk membantu Anda dalam mengurus pembayaran dan pelaporan pajak, gunakan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Mengenal PPh Pasal 29

PPh Pasal 29

PPh Pasal 29 ini adalah PPh Kurang Bayar (KB) yang akan Anda temukan dalam SPT Tahunan PPh. Dengan kata lain, PPh Pasal 29 ini mengatur sisa PPh yang terutang dalam masa pajak satu tahun dan sudah dikurangi dengan kredit PPh lainnya dalam Pasal 21, 22, 23, dan 24, termasuk juga PPh Pasal 25.

 

Secara definitif, fungsi PPh Pasal 29 juga dimuat dalam UU No. 36 Tahun 2008. Selengkapnya soal objek Wajib Pajak yang diatur dalam pasal ini, tarif, serta contoh perhitungannya akan Anda simak di bawah ini.

 

 

Wajib Pajak PPh Pasal 29

Peraturan PPh Pasal 29 melingkupi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) dan Wajib Pajak badan (WPB). Kedua pihak Wajib Pajak ini bertanggung jawab untuk melunasi pajak kurang bayar sebagaimana diatur dalam PPh Pasal 29 itu tadi.

 

Untuk WP OPPT, kekurangan pajak tersebut harus sudah dilunasi selambat-lambatnya pada tanggal 31 Maret setiap tahunnya. Ini dilakukan jika tahun buku sesuai dengan tahun kalender. Sementara jika tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, yakni dimulai sekitar tanggal 1 Agustus dan berakhir di 31 Juli untuk periode satu tahun, maka tanggal jatuh temponya adalah 31 Oktober. 

 

Penerapan tanggal jatuh tempo pelunasan pajak kurang bayar ini berbeda untuk WPB. Dengan sistem kalender pembukuan yang sama dengan tahun kalender, maka pajak harus sudah dilunasi sebelum 30 April. Sebaliknya, jika kalender buku berbeda dengan tahun kalender, maka pelunasan paling lambat dilakukan sebelum tanggal 30 November.

 

 

Baca juga: Pengertian PPh Final Pasal 4 Ayat 2

 

 

Tarif PPh Pasal 29

Dari penjelasan singkat pada poin sebelumnya, Anda bisa menyimpulkan bahwa tarif PPh Pasal 29 ini sebenarnya berbeda dengan dua tarif pajak lainnya yang diatur dalam pasal ini. Pertama, untuk WP OPPT, PPh Pasal 25 yang harus dilunasi sebesar 0,5% dari jumlah omzet setiap bulannya. Sementara untuk PPh Pasal 29 yang wajib dilunasi adalah selisih dari PPh terutang dan PPh Pasal 25 yang sudah dilunasi tadi.

 

Kedua, untuk WPB, dikenakan tarif pajak yang berbeda sesuai dengan besar pendapatan dalam masa satu tahun pajak. Berikut beberapa jenis tarif tersebut:

  • Pendapatan bruto mencapai Rp 4,8 miliar per tahun — Dikenakan tarif pajak PPh final dengan mengambil 0,5% dari seluruh pendapatan bruto tersebut. 
  • Pendapatan bruto lebih dari Rp 50 miliar per tahun — Dikenakan tarif pajak tunggal sebesar 22% dari laba bersih sebelum terkena pajak.
  • Pendapatan bruto lebih dari Rp 4,8 miliar dan kurang dari Rp 50 miliar per tahun — Tarif pertama sebesar 11% untuk pendapatan bruto hingga Rp4,8 miliar. Tarif kedua sebesar 22% untuk pendapatan bruto yang tidak mencapai Rp4,8 miliar – Rp50 miliar.

 

 

Baca juga: Penjelasan Lengkap PPh Pasal 23

 

 

Contoh perhitungan PPh Pasal 29

Supaya semakin mudah untuk memahami proses perhitungan PPh Pasal 29, berikut adalah contoh perhitungan yang bisa Anda baca. Dimulai dengan perhitungan untuk WP OPPT. Anggaplah Subjek A adalah pemilik UMKM dan termasuk WP OPPT, kira-kira begini perhitungan pajaknya.

 

Semisal omzet dalam setahun dari usaha Subjek A adalah Rp300 juta, maka besar PPh Pasal 25 yang perlu dilunasi adalah:

0,5% x Rp 300.000.000,- = Rp 1.500.000,-

 

Sementara setelah dihitung kembali, pajak terutang dari Subjek A mencapai Rp3.000.000,-. Ini berarti besaran PPh Pasal 29 yang wajib untuk dilunasi Subjek A adalah:

Rp 3.000.000 – Rp 1.500.000 = Rp 1.500.000,-

 

Berbeda dengan perhitungan pajak WPOPPT, pajak WPB dihitung berdasarkan jenis tarif dan besar pendapatan bruto, seperti yang sudah dipaparkan di atas. Contoh, Subjek B mendirikan sebuah koperasi. Di tahun 2018, diketahui PPh terutang satu tahun bernilai Rp12 juta. Lalu, di tahun berikutnya, Subjek B berhasil memperoleh lebih banyak pajak. Alhasil, setelah dihitung kembali, pajak terutang di tahun 2019 ini menjadi Rp15 juta. Begini perhitungannya:

 

Ada kewajiban angsuran PPh Pasal 25 di tahun 2019 adalah sebagai berikut:

12 bulan x Rp 1.000.000,- = Rp 12.000.000,-

 

Ini berarti kewajiban untuk membayar PPh Pasal 29 di tahun 2019 adalah:

Rp 15.000.000 – Rp 12.000.000 = Rp 3.000.000,-

 

 

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 yang Harus Anda Pahami

 

 

PPh Pasal 29 ini bisa dibilang sebagai kewajiban pajak yang dihitung di akhir. Perlu ketelitian dan pemahaman yang kompleks seputar regulasi pajak. Itu sebabnya Anda juga perlu tahu lebih banyak tentang penerapan-penerapan pasal pajak lainnya yang juga banyak diulas di AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Aplikasi pajak online ini akan membantu Anda dalam proses pembayaran dan pelaporan pajak!

Apa Sanksi Telat Bayar Pajak?

sanksi telat bayar pajak

Terlambat membayarkan kewajiban pajak? Anda perlu mempersiapkan diri untuk menerima sanksi telat bayar pajak. Tidak bisa dianggap remeh, sanksi telat bayar pajak diterapkan agar para Wajib Pajak menjadi jera dan menghindari sanksi keterlambatan ini di masa depan.

 

Dibuatnya sanksi telat bayar pajak ini pun bukan tanpa alasan. Alasan utamanya adalah menciptakan kondisi di mana pihak Wajib Pajak lebih terdorong untuk terus disiplin dan tertib dalam mempertanggungjawabkan kewajibannya. Supaya Anda bisa menghindarinya, berikut sanksi-sanksi telat bayar pajak yang perlu Anda ketahui.

 

 

Baca juga: Inilah Cara Aktivasi e-Filing Pajak

 

 

Sanksi administrasi

Mengacu pada UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), sanksi telat bayar pajak atau sanksi perpajakan ini dibagi menjadi sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi merujuk pada sanksi denda, sanksi bunga, serta sanksi kenaikan pajak.

 

Sanksi denda diberlakukan jika terjadi pelanggaran terkait kewajiban pelaporan pajak, termasuk sanksi telat bayar pajak itu sendiri. Nominal spesifiknya pun berbeda-beda, tergantung pada regulasi yang mengatur kondisi pelanggaran tertentu.

 

Sebagai contoh, jika terjadi keterlambatan saat pelaporan SPT Masa PPn, sanksi telat bayar pajak yang harus dibayarkan adalah Rp500 ribu. Lalu, sanksi telat bayar pajak saat pelaporan SPT Masa PPh denda yang harus dibayarkan Wajib Pajak orang pribadi adalah Rp100 ribu, sementara untuk Wajib Pajak badan akan dikenakan denda sebesar Rp1 juta.

 

Kedua, sanksi pengenaan bunga yang berlandaskan hukum UU KUP Pasal 9 Ayat 2 (a) dan 2 (b). Tertulis bahwa denda yang dikenakan sebesar 2% per bulan dan akan dihitung sejak tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Denda ini harus dilunaskan oleh Wajib Pajak yang tidak membayar pajak sebelum jatuh tempo. Disebutkan juga bahwa Wajib Pajak yang baru membayar setelah jatuh tempo SPT tahunan akan menerima denda sebesar 2% setiap bulannya. Ini wajib dilakukan sejak tanggal batas pelaporan SPT sampai batas waktu pembayaran.

 

Sanksi telat bayar pajak lainnya adalah sanksi kenaikan yang biasanya diberlakukan jika terjadi pelanggaran berupa pemalsuan data. Sanksi yang akan diterima oleh pihak Wajib Pajak adalah kenaikan jumlah pajak yang bisa mencapai 50% dari nominal pajak yang belum dilunasi.

 

 

Baca juga: Mengenal Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

 

 

Sanksi pidana

Selain sanksi administrasi, terdapat pula sanksi pidana dalam urusan perpajakan. Tentunya, sanksi yang berat ini tidak diberikan hanya semata-mata sebagai sanksi telat bayar pajak. Disebutkan bahwa sanksi pidana ini akan diberikan pada kasus pelanggaran berat yang menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan sudah terjadi berkali-kali.

 

Salah satu contoh sanksi pidana ini dimuat dalam UU KUP Pasal 39 Ayat i, yakni sanksi pidana bagi pihak yang lalai menyetorkan pajak yang sudah dipotong. Sanksinya adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan paling cepat 6 bulan. Penerima sanksi juga harus membayar denda setidaknya 2 kali pajak terutang dan maksimal denda sebanyak 4 kali pajak terutang.

 

Batas waktu pelaporan SPT

Agar tidak mendapat sanksi telat bayar pajak yang sudah dijelaskan di atas, Anda perlu tahu dan ingat batas waktu pelaporan SPT tahunan. Dimulai dengan Surat Pemberitahuan Masa yang harus segera diurus paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. Lalu, dilanjutkan dengan SPT PPh Wajib Pajak orang pribadi yang perlu diurus paling lambat 3 bulan setelah masa pajak berakhir. Untuk SPT PPh Wajib Pajak badan, harus dilaporkan paling lambat 4 bulan setelah masa pajak berakhir.

 

Ingat, batas waktu ini tidak boleh dilanggar bila Anda tidak ingin dikenakan sanksi atau telat bayar pajak di masa depan. Anda juga bisa menggunakan bantuan aplikasi pajak online AyoPajak yang memiliki fitur pengingat untuk melakukan pelaporan pajak. Ada juga fitur untuk membantu Anda menghitung nominal pajak yang harus Anda bayar. Pastikan juga Anda selalu mengisi laporan pajak dengan jujur, ya.

 

 

Baca juga: Cari tahu cara lapor pajak pribadi online

 

 

Pada dasarnya, sanksi telat bayar pajak ini bisa Anda hindari asalkan Anda tetap patuh pada peraturan dan menjalankan kewajiban perpajakan Anda. Jadi, seharusnya Anda tidak perlu risau soal sanksi atau denda pajak. Jika ingin melakukan pelaporan dengan efisien, Anda bisa mencoba saran tadi untuk menggunakan sistem perpajakan online e-Filing di AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Dengan begitu, Anda akan dimudahkan dalam proses pembayaran dan pelaporan pajak. 

Mengenal SPT Tahunan yang Penting Diketahui

SPT tahunan adalah

Surat Pemberitahuan Tahunan atau SPT tahunan adalah perangkat laporan yang dipakai oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan serta membayar pajak. Wajib Pajak yang dimaksudkan di sini adalah subjek pajak yang mengacu pada regulasi pajak wajib untuk melakukan kewajiban perpajakan tersebut.

 

Setiap individu, terutama yang sudah bekerja dan memiliki gaji, dan badan usaha diwajibkan untuk melaporkan SPT setiap tahunnya. Dengan kata lain, SPT tahunan adalah komponen wajib yang harus dipelajari dan dipahami oleh Anda untuk dapat mempermudah proses membayar kewajiban pajak itu sendiri. Berikut ulasan selengkapnya.

 

Fungsi SPT tahunan

SPT tahunan adalah komponen perpajakan yang sudah tentu dibuat dengan fungsinya sendiri. Fungsi utamanya berkaitan dengan Wajib Pajak PPh atau Pajak Penghasilan, yakni sebagai sarana pelaporan dan pertanggungjawaban jumlah pajak terutang.

 

Fungsi lain dari SPT tahunan adalah melaporkan pelunasan pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak. Termasuk juga melaporkan penghasilan lain yang masuk dalam kategori objek pajak. Ini berarti Anda juga perlu melaporkan harta benda yang dimiliki sepanjang tahun.

 

Fungsi SPT tahunan bagi pengusaha kena pajak tidak begitu berbeda, yakni untuk melaporkan serta mempertanggungjawabkan perhitungan pajak, tetapi terkhusus untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terutang. 

 

Tidak hanya itu, SPT tahunan adalah komponen penting bagi pengusaha kena pajak untuk melaporkan pelunasan pajak yang sudah dilakukan. Pembayaran dan pelaporan dilakukan sesuai dengan regulasi perpajakan yang berlaku.

 

Tidak hanya bagi pihak Wajib Pajak, SPT tahunan adalah komponen yang juga krusial bagi pihak pemungut pajak karena digunakan sebagai alat pelaporan dan pertanggungjawaban pajak yang dipotong dan disetorkan oleh Wajib Pajak dalam masa pajak satu tahun ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di mana Wajib Pajak terdaftar.

 

 

Baca juga: Yuk Pahami Cara Lapor SPT Tahunan Badan Online

 

 

Isi SPT tahunan

Sebagaimana fungsi utamanya sebagai dokumen pelaporan, sudah dapat dipastikan kalau SPT tahunan adalah dokumen yang melampirkan banyak hal. SPT tahunan pun ada dua jenis, untuk Orang Pribadi dan Badan. SPT tahunan Orang Pribadi terbagi dalam tiga jenis berdasarkan besar penghasilan dalam setahun, sumber penghasilan, serta status kepegawaiannya. 

 

SPT jenis pertama adalah Formulir SPT Tahunan 1770 yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang adalah juga pemilik bisnis. Termasuk juga dapat digunakan untuk pekerja ahli atau pekerja lepas.

 

Formulir yang kedua adalah Formulir SPT Tahunan 1770 S yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak dengan nominal penghasilan per tahunnya lebih dari Rp60 juta. Terakhir adalah Formulir SPT Tahunan 1770 SS untuk Wajib Pajak dengan penghasilan per tahun kurang dari Rp60 juta.

 

Berbeda dengan Wajib Pajak orang pribadi, formulir SPT tahunan Wajib Pajak badan hanya ada satu jenis saja. Formulir SPT Tahunan 1771 ini dipakai Wajib Pajak badan untuk melaporkan penghasilan dan biaya operasional badan, termasuk perhitungan PPh terutang dalam masa pajak satu tahun.

 

 

Baca juga: Pahami cara mengisi spt tahunan

 

 

Cara melapor SPT tahunan

Mengingat era yang sudah serba digital, cara melapor SPT tahunan pun sudah semakin mudah berkat sistem e-Filing. Cukup pastikan Anda sudah memiliki akun DJP online, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan nomor EFIN yang sudah aktif. Ini memungkinkan Anda untuk login ke dalam sistem e-Filing.

 

Berikutnya, Anda bisa mengikuti langkah-langkah dan arahan untuk membuat SPT Tahunan. Kemudian, tinggal memasukkan beberapa data serta dokumen yang dibutuhkan untuk mempermudah sistem verifikasi. Selama dokumen-dokumen dan data yang diminta sudah lengkap, proses pelaporan SPT akan berjalan dengan lancar.

 

Karena SPT tahunan adalah komponen perpajakan yang penting, tidak heran jika ada sanksi untuk keterlambatan pelaporan. Untuk Wajib Pajak orang pribadi, ada denda Rp100 ribu untuk keterlambatan. Sementara Pengusaha Kena Pajak bisa dikenakan denda sebesar Rp1 juta. Denda ini belum termasuk denda SPT Masa PPN yang dikenakan sebesar Rp500 ribu dan SPT Masa lainnya sebesar Rp100 ribu.

 

Aplikasi pajak online seperti AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP juga sudah menyediakan fitur pengingat dan alat bantu hitung pajak untuk mempermudah Anda. Tujuannya tentu saja untuk membantu Anda mempersiapkan dokumen dan data yang diperlukan untuk membuat laporan. Itu sebabnya SPT tahunan adalah komponen penting yang harus benar-benar Anda pahami.

Cara Menghitung PPh 21 Karyawan dengan Mudah

cara menghitung PPh 21 karyawan

PPh 21 merupakan pajak atas pendapatan yang sudah diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi yang berlaku untuk berbagai jenis profesi. Pemotongan pajak yang satu ini akan selalu Anda temukan dalam sistem pembayaran upah atau gaji karyawan di Indonesia. Cara menghitung PPh 21 karyawan ini pun bervariasi, tergantung pada karakter profesi serta status pekerjaan, apakah pekerjaan tetap atau pekerja lepas. Jika Wajib Pajak belum memiliki NPWP, maka perhitungan PPh 21 pun akan berbeda. Mari kita simak cara-cara menghitung PPh 21 karyawan berikut ini. 

Untuk karyawan tetap

Kita mulai dengan cara menghitung PPh 21 karyawan tetap. Ambil contoh Karyawan A yang bekerja di PT Elang sejak Januari 2019. Karyawan A menerima penghasilan tetap setiap bulan dengan rincian sebagai berikut:

  • Gaji tetap sebesar Rp10.000.000,-.
  • Tunjangan transportasi sebesar Rp500.000,-.
  • Tunjangan komunikasi sebesar Rp300.000,-.
  • Jaminan kesehatan 4% dibayarkan perusahaan.
  • Jaminan kecelakaan kerja 0,24% dibayarkan perusahaan.
  • Jaminan kematian 0,3% dibayarkan perusahaan.
  • Jaminan Hari Tua 3,7% dibayarkan perusahaan, 2% dibayarkan karyawan.
  • Jaminan Pensiun 2% dibayarkan perusahaan, 1% dibayarkan karyawan.

Jaminan yang ditanggung oleh perusahaan:

  • Jaminan Kesehatan (4%) = Rp400.000,-
  • Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24%) = Rp24.000,-
  • Jaminan Kematian (0,3%) = Rp30.000,-

Penghasilan bruto Karyawan A adalah Rp11.254.000,-/bulan

Sementara biaya pengurangnya adalah sebagai berikut:

  • Biaya Jabatan: 5% x Penghasilan Bruto = Rp500.000,-
  • Jaminan Hari Tua (2%) = Rp200.000,-
  • Jaminan Pensiun (1%) = Rp100.000,-

Penghasilan bersih Karyawan A adalah Rp10.454.000,-/bulan.

 

Bisa ditafsirkan bahwa penghasilan bersih yang diterima Karyawan A adalah Rp125.448.000,-/tahun. Dari sini, bisa dihitung penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tanpa tanggungan sebesar Rp54 juta. Sementara penghasilan kena pajak (PKP) dihitung dari selisih penghasilan bersih dan PTKP. Jadi, besar Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah Rp71.448.000,-.

 

Berdasarkan PTKP, cara menghitung PPh 21 Karyawan A selama setahun adalah:

5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000,-

15% x (Rp 71.448.000,- Rp 50.000.000,-) = Rp 3.217.200,-

 

Jumlah keduanya adalah PPh 21 terutang selama setahun, yakni Rp 5.717.200,-. Ini berarti PPh 21 terutang di Januari 2019 adalah sebesar Rp476.433,33. 

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Penghasilan dengan Mudah

Untuk karyawan harian atau pekerja lepas

Cara menghitung PPh 21 karyawan untuk pekerja harian atau lepas berbeda dengan karyawan tetap. Walau bersifat harian, karyawan lepas tetap memiliki kewajiban PPh Pasal 21. Kewajiban pajak ini dihitung sesuai dengan upah harian serta akumulasi upah yang diterima dalam waktu sebulan. Lebih tepatnya, karyawan lepas yang memiliki upah harian lebih dari Rp450 ribu serta jumlah total sebulan lebih dari Rp4,5 juta akan dikenakan pajak PPh 21.

Sebaliknya, karyawan lepas yang menerima upah kurang dari Rp450 ribu sehari dengan jumlah total upah sebulan kurang dari Rp4,5 juta tidak akan dikenakan pajak PPh 21. Itu sebabnya jika Anda adalah salah satu karyawan lepas, penting untuk menghitung penghasilan harian serta bulanan Anda untuk memeriksa kewajiban pajak Anda.

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 yang Harus Anda Pahami

Menghitung uang lembur karyawan

Tidak hanya diterapkan untuk gaji atau upah saja, cara menghitung PPh 21 karyawan juga dapat diterapkan untuk menghitung uang lembur yang berhak Anda terima. Lembur di sini berarti penambahan jam kerja karyawan, yang berarti upah kerja bagi karyawan juga akan ditambahkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Peraturan ini secara spesifik diatur dalam UU Ketenagakerjaan, termasuk juga dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak. Mari coba hitung bersama. Anggaplah Karyawan B memiliki gaji tetap sebesar Rp8 juta dengan tambahan upah lembur Rp2 juta. Berarti, total penghasilan kotor Karyawan B adalah Rp10 juta.

Dengan komponen pengurang sebesar Rp 400.000,-, maka penghasilan bersih yang diterima Karyawan B adalah Rp9,6 juta/bulan. Ini berarti penghasilan bersih selama setahunnya  mencapai Rp115,2 juta. Dengan asumsi karyawan tidak memiliki tanggungan, maka PTKP-nya mencapai Rp54 dengan total Rp 61,2 juta selama setahun. PPh 21 terutang selama setahun mencapai Rp4,18 juta. Artinya, PPh 21 dengan tambahan upah lembur per bulannya yang harus dibayarkan adalah Rp348.333,33.

Itu dia cara menghitung PPh 21 karyawan untuk memudahkan Anda dalam mengetahui kewajiban pajak Anda. Demi mempermudah pembayaran dan pelaporan pajak, gunakan aplikasi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

Memahami Seluk Beluk Pajak Progresif

Pajak progresif adalah

Pajak progresif adalah pajak yang akan dibebankan pada pemilik kendaraan bermotor, baik itu berupa mobil maupun motor. Pajak ini akan berlaku apabila seseorang memiliki kendaraan dengan jumlah lebih dari satu unit yang menggunakan nama pribadi maupun nama dari anggota keluarga dengan satu alamat.

 

Pengenaan pajak untuk kendaraan bermotor sebenarnya telah diatur oleh pemerintah dalam pelaksanaannya. Salah satunya dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur kepemilikan kedua dari kendaraan milik seseorang dalam pembayaran pajak yang dibagi dalam tiga jenis, yakni:

  • Kepemilikan kendaraan bermotor dengan <4 roda
  • Kepemilikan kendaraan bermotor dengan 4 roda
  • Kepemilikan kendaraan bermotor dengan >4 roda

 

Sebagai gambaran, Anda memiliki kendaraan bermotor yang berupa mobil satu unit, motor satu unit, dan truk satu unit pada satu rumah. Kendaraan-kendaraan itu merupakan atas nama pribadi. Dari masing-masing kendaraan inilah nantinya akan ditetapkan sebagai pemilikan pertama karena jenisnya yang berbeda. Dengan begitu, Anda pun akan dikenai pajak kendaraan progresif pertama saja.

 

Aturan mengenai tarif pajak progresif

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 juga diatur mengenai peraturan tarif pajak progresif yang dikenakan bagi kendaraan bermotor. Hal ini terutama tertuang dalam pasal 6. Adapun besarannya berbeda-beda, yakni:

  • Kepemilikan kendaraan bermotor yang pertama akan dikenai biaya paling rendah 1% dan paling tinggi 2%.
  • Kepemilikan kendaraan bermotor yang kedua, ketiga, dan yang seterusnya akan dibebankan tarif terendah 2% dan tarif terbesar 10%.

 

Walaupun persentase pajak progresif sudah diterapkan, tetapan ini pun masih berbeda-beda pula. Peraturan dan kewenangan setiap daerah menetapkan tetapan tersendiri. Dengan catatan, tarif yang dikenakan pajak progresif tidak melebihi rentang jumlah sebagaimana yang disebutkan di atas. Misalnya, besaran tarif pajak progresif di DKI Jakarta memiliki rincian sebagai berikut:

  • Kendaraan pertama: 2%
  • Kendaraan kedua: 2,5%
  • Kendaraan ketiga: 3%

 

Seterusnya, setiap ada penambahan 1 unit kendaraan, maka tarif pajak progresif pun akan naik sebesar 0,5%. Melihat contoh di atas, berarti kendaraan keempat akan dikenakan tarif 3,5% dan kendaraan kelima akan dikenakan tarif 4%.

 

 

Baca juga: Cara Bayar Pajak Mobil Online

 

 

Bagaimana cara menghitungnya?

Dasar perhitungan pajak progresif adalah dasar yang sudah ditentukan berdasarkan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) dan juga efek negatif pemakaian kendaraan bermotor. NJKB sendiri bukan merupakan harga pasaran kendaraan tersebut, melainkan harga maupun nilai yang telah ditetapkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan sebelumnya pihak Dispenda sudah memiliki data yang dimiliki oleh Agen Pemegang Merek (APM). Gambaran perhitungannya adalah sebagai berikut:

 

Pak Ali memiliki empat buah mobil dengan merek sama dan dibeli di tahun yang sama pula. Dalam STNK, tertulis PKB mobil Pak Ali adalah Rp1,5 juta. Lalu, terdapat angka Rp150.000 dari Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). Dari sana, maka NJKB mobil Pak Ali adalah:

NJKB: (PKB/2) x 100 = (Rp 1.500.000/2) x 100 = Rp 75.000.000

Alhasil, untuk perhitungan pajak progresif setiap kendaraan yang dimiliki oleh Pak Ali dari kendaraan yang pertama sampai kendaraan keempat yakni:

 

  • Mobil Pertama

PKB: Rp 75.000.000 x 2% = Rp 1.500.000
SWDKLLJ: Rp 150.000
Pajak: Rp 1.500.000 + Rp 150.000 = Rp 1.650.000

 

  • Mobil Kedua

PKB: Rp 75.000.000 x 2,5% = Rp 1.875.000
SWDKLLJ: Rp 150.000
Pajak: Rp 150.000 + Rp 1.875.000 = Rp 2.025.000

 

  • Mobil Ketiga

PKB: Rp 75.000.000 x 3% = Rp 2.250.000
SWDKLLJ: Rp 150.000
Pajak: Rp 150.000 + Rp 2.250.000 = Rp 2.400.000

 

  • Mobil Keempat

PKB: Rp 75.000.000 x 3,5% = Rp 2.625.000
SWDKLLJ: Rp 150.000
Pajak: Rp 150.000 + Rp 2.625.000 = Rp 2.775.000

 

 

Baca juga: Cara Cek Pajak Kendaraan Online Jakarta

 

 

Bagaimana jika kendaraan dijual?

Pajak progresif adalah pajak yang harus dikeluarkan oleh pemilik kendaraan bermotor sesuai ketentuan. Namun, bagaimana jika kendaraan tersebut dijual kepada orang lain? Anda perlu memblokir STNK atau balik nama. 

 

Anda harus menyertakan STNK dan KTP sesuai dengan yang tertera di STNK termasuk salinan fotokopi keduanya sebanyak satu lembar. Kemudian, sertakan surat pernyataan. Jika dokumen tersebut sudah lengkap, maka prosesnya pun akan cepat pula.

 

Ingat, pajak progresif adalah pajak yang mengikat atas kendaraan yang Anda miliki. Oleh karena itu, penting bagi Anda membayarnya tepat waktu sebelum jatuh tempo agar terhindar dari denda. Untuk panduan dalam urusan perpajakan, Anda bisa menggunakan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Semoga bermanfaat!

Ketahui Cara Lapor Pajak Penghasilan Secara Online

cara lapor pajak penghasilan secara online

Banyak orang beranggapan bahwa cara lapor pajak penghasilan secara online itu kelewat rumit. Bagi Wajib Pajak orang pribadi, diharuskan untuk melaporkan pajak penghasilan Anda selama satu tahun terakhir di awal tahun. Jangan dulu menundanya karena kini sudah ada cara lapor pajak penghasilan secara online tanpa perlu ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Simak cara lapor pajak penghasilan secara online di bawah ini.

 

Jenis SPT Pajak yang Bisa Dilaporkan Secara Online

Dalam cara lapor pajak penghasilan secara online, faktanya semua jenis SPT bisa dilaporkan melalui e-filling, baik itu SPT Tahunan maupun SPT Masa. Khusus bagi Wajib Pajak orang pribadi, formulir SPT yang digunakan di antaranya adalah:

 

1. Formulir 1770

Formulir SPT 1770 ini diperuntukkan bagi Wajib Pajak pribadi yang mendapatkan penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas, penghasilan yang dikenakan PPh final, penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja, atau penghasilan dalam negeri maupun luar negeri lainnya

2. Formulir 1770 S

Jenis SPT Tahunan ini biasa dipakai bagi Wajib Pajak pribadi yang penghasilannya didapatkan dari satu maupun lebih pemberi kerja dalam kurun waktu 1 tahun. Selain itu, formulir ini juga ditujukan bagi Wajib Pajak dengan penghasilan lainnya yang bukan dari kegiatan usaha maupun pekerjaan yang bebas. 

 

3. Formulir 1770 SS

Jenis SPT Tahunan 1770 SS ditujukan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang hanya bekerja pada satu erusahaan atau instansi dalam kurun waktu 1 tahun. Adapun jumlah pendapatan kotornya adalah tidak lebih dari angka Rp60 juta setiap tahunnya.

 

Cara Melaporkan Pajak Penghasilan Secara Online

Setelah mengetahu berbagai jenis SPT yang bisa dilaporkan secara online, inilah panduan lapor pajak online yang bisa Anda ikuti dengan mudah.

1. Lampirkan bukti potong pajak penghasilan

Untuk dapat melakukan pelaporan SPT, tahunan ataupun masa, Anda pun harus melampirkan bukti potong dari pajak penghasilan yang Anda miliki. Bukti potong pajak juga dapat sebagai bukti yang diberikan perusahaan tempat Anda bekerja.

Bukti potong ini terbagi menjadi dua jenis, yakni bukti potong 1721 A1 (karyawan swasta) dan bukti potong 1721 A2 (pegawai sipil). Nantinya, bukti potong wajib Anda siapkan sebelum melaporkan pajak penghasilan secara online melalui e-filling, terutama untuk SPT Tahunan 1770 SS.

Baca juga: Cara Mengisi SPT 1770 yang Mudah

 

2. Membuat EFIN untuk mendaftar akun DJP online

Untuk bisa melaporkan pajak penghasilan secara online sebagai Wajib Pajak, Anda diharuskan untuk memiliki Electronic Filing Identification Number (EFIN). Anda bisa mengunjungi Kantor Pelayanan Pajak tempat NPWP Anda terdaftar untuk mendapatkan EFIN. 

 

Setelah melapor kepada petugas, nantinya Anda akan diarahkan mengisi maupun menandatangani formulir aktivasi EFIN. Pada saat mendaftar, ada beberapa persyaratan dokumen yang harus disiapkan dan dibawa untuk diperiksa petugas seperti:

  • KTP asli dan satu lembar fotokopinya.
  • Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau melampirkan Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) bagi WNA yang berdomisili di Indonesia.
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  • Surat Keterangan Terdaftar (SKT).

 

Setelah EFIN dibuat, lanjutkan dengan mendaftar dan membuat akun DJP online dengan tenggat waktu paling lambat satu hari kerja pada situs resmi DJP. Langkahnya adalah sebagai berikut:

  1. Buka situs DJP online di https://djponline.pajak.go.id/account/login dan klik “Daftar.”
  2. Isi kolom NPWP, EFIN, dan kode keamanan yang tertera. Lalu, klik “Verifikasi.”
  3. Tunggu beberapa saat sampai selesai dan kata sandi akan diberikan melalui tautan pada email yang Anda gunakan untuk mendaftar.
  4. Klik tautan tersebut untuk proses aktivasi akun DJP online.
  5. Bila sudah aktif, masuk kembali dengan NPWP Anda dan kata sandi yang telah diberikan.

 

3. Langkah-Langkah Cara Lapor Pajak Online

Kini, setelah semua dokumen di atas sudah lengkap dan siap, saatnya Anda melakukan pelaporan pajak penghasilan secara online. Terutama melalui e-filling untuk jenis pajak 1770ss pada laman DJP online. Caranya pun cukup mudah, Anda bisa ikuti langkah-langkahnya di bawah ini:

1. Buka laman pajak online http://djponline.pajak.go.id/ dan masukkan nomor NPWP, kata sandi, dan kode keamanan. Klik “Login.”

2. Pilihlah layanan “e-filling” dan lanjutkanlah dengan “buat SPT.”

Tunggu beberapa saat hingga muncul beberapa pertanyaan sebelum Anda masuk pada SPT 1770 SS. Beberapa pertanyaan ini antara lain:

  • Apakah Anda menjalankan usaha atau pekerjaan bebas? Jawab “Tidak.”
  • Apakah Anda seorang suami atau istri yang menjalankan kewajiban perpajakan terpisah (MT) atau pisah harta? Jawablah “Tidak.”
  • Apakah penghasilan bruto yang Anda peroleh selama setahun kurang dari Rp 60 juta? Jawablah “Ya.”

3. Kemudian, klik tombol “SPT 1770 SS.”

4. Isi formulir yang berisikan tahun pajak maupun status SPT.

5. Lanjutkan dengan mengisi data SPT dan klik “Berikutnya.”

6. Kemudian akan muncul ringkasan SPT Anda dan pengambilan kode verifikasi. Anda bisa bisa klik tombol “Di sini” untuk mengambil kode verifikasi tersebut dan kode akan dikirim melalui email maupun nomor telepon Anda. Masukkan kode verifikasi, lalu klik tombol “Kirim SPT.”

7. Cek kembali email Anda dan akan terlampir Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) SPT Tahunan PPh.

 

Baca juga: Mengenal SPT Tahunan yang Penting Diketahui

 

Ternyata cara lapor pajak secara online begitu mudah, ya. Dengan begitu, Anda tidak perlu ribet lagi dalam melaporkan SPT tepat waktu. Tak perlu lagi bingung ketika melapor pajak penghasilan atau mengurus perpajakan, selama Anda menggunakan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Bagaimana Cek NPWP Online? Berikut Informasinya!

cek NPWP online

Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP adalah identitas penting bagi individu maupun badan usaha dengan penghasilan tertentu. Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, kini Dirjen Pajak pun terus berinovasi. Salah satunya dengan fasilitas cek NPWP online yang bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja melalui platform yang ada di bawah ini.

 

Lewat aplikasi DJP

Cara cek NPWP online yang pertama ialah menggunakan aplikasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Aplikasi ini bisa Anda unduh di App Store dan Google Play secara gratis. Kemudian, install aplikasi pada smartphone dan aplikasi pun siap untuk digunakan. Sementara itu, langkah pengecekan pajak melalui aplikasi adalah sebagai berikut:

  1. Bukalah aplikasi DJP yang sudah Anda unduh dan install pada smartphone.
  2. Lanjutkan dengan masuk ke aplikasi dengan memakai akun yang sama ketika Anda melakukan pendaftaran NPWP lewat website.
  3. Bukalah dashboard pada layanan aplikasi.
  4. Setelah itu, Anda bisa langsung cek NPWP online, mulai dari nomor NPWP hingga identitas lainnya. Jika sudah cocok, maka nomor NPWP Anda tidak terjadi masalah. Namun, jika tidak ada kesesuaian data, maka Anda harus melakukan konfirmasi ke kantor pajak terdekat.

 

Lewat website resmi

Berikutnya, mengecek NPWP online dapat dilakukan melalui website resmi pajak. Caranya pun sangat mudah, bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, baik melalui smartphone maupun PC atau laptop selama Anda terhubung dengan jaringan internet. Bagi Anda yang ingin menggunakan cara ini, bisa ikuti langkah-langkah berikut:

  1. Masuklah ke situs resmi pajak di http://ereg.pajak.go.id/ 
  2. Isilah kolom NPWP Anda dengan benar dan pastikan sudah lengkap atau terisi semua.
  3. Tunggulah beberapa saat sampai pointer pindah pada kolom email.
  4. Apabila nomor NPWP Anda aktif, maka semua informasi akan muncul secara otomatis.

Namun, bila informasi dan identitas tidak bisa muncul, hal itu berarti NPWP Anda belum aktif atau bahkan sudah tidak aktif lagi karena hal-hal tertentu. Karenanya, agar lebih mudah dan aman, Anda bisa mendatangi kantor Dirjen Pajak terdekat mengenai permasalahan tersebut.

 

 

Baca juga: Yuk Pahami Cara Lapor SPT Tahunan Badan Online

 

 

Layanan telepon Kring Pajak

Jika ingin mengetahui informasi dan cek NPWP online secara langsung tanpa ribet, bisa dilakukan melalui layanan telepon yang dimiliki oleh Dirjen Pajak. Layanan ini biasa dikenal dengan Kring Pajak di nomor 1500200. Anda bisa menghubungi nomor tersebut untuk mengetahui informasi NPWP dan berkonsultasi seputar pajak yang akan Anda bayarkan.

 

Layanan ini dapat digunakan pada jam kerja saja. Penerima telepon adalah petugas pajak yang ahli dalam bidangnya, sehingga dapat memberikan solusi yang tepat dan akurat secara langsung melalui percakapan telepon. Soal keamanan datanya, Anda tak perlu khawatir sebab layanan yang beroperasi sejak tahun 2012 ini sudah terjamin kerahasiaan maupun keamanannya. 

 

Melalui layanan faksimile

Meskipun sudah memasuki era digital, Dirjen Pajak masih menyediakan pelayanan yang berkaitan dengan informasi pajak menggunakan faksimile, termasuk mengecek NPWP online. Nantinya, mesin faksimile milik Dirjen Pajak ini akan memfasilitasi proses pengiriman pesan surat dan salinannya akan diterima oleh Dirjen Pajak.

 

Meski begitu, untuk menggunakan layanan ini, Anda harus bersabar. Balasan yang akan dikirimkan oleh pihak pajak bisa memakan waktu dua sampai lima hari setelah proses pengiriman. Selain itu, untuk mengirim faksimile ini, Anda harus menghubungi nomor khusus 021-5251245.

 

 

Baca juga: Cari Tahu Cara Lapor Pajak Pribadi Online

 

 

Melalui email pribadi

Cara cek NPWP online mudah yang terakhir ialah menggunakan email pribadi. Keunggulannya bila dibandingkan faksimile, keluhan atau pertanyaan Anda akan segera dibalas dengan cepat. Bila ingin menghubungi melalui email, ada baiknya untuk mencantumkan identitas Anda terlebih dahulu di badan email. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses pengecekan NPWP nantinya.

 

Setelah itu, pada kolom penerima email, Anda bisa memasukkan alamat email Dirjen Pajak pengaduan@pajak.go.id. Sebelum dikirim, pastikan semua data identitas diri yang dimasukkan sudah benar. Selain itu, email Anda pun harus aktif. Sebab, nantinya semua informasi yang dikirimkan akan muncul pada kotak masuk atau spam email yang digunakan. Lakukanlah pengecekan secara berkala agar Anda tidak ketinggalan informasi yang diberikan oleh pihak Dirjen Pajak.

Cukup mudah bukan melakukan cek NPWP online melalui smartphone maupun komputer Anda? Untuk panduan dan informasi menarik lainnya seputar pajak, Anda bisa menggunakan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Ayo, saatnya bayar pajak untuk masa depan yang lebih baik. Orang bijak, bayar pajak!