Kode Faktur Pajak dan Penggunaannya

kode faktur pajak

PER-24/PJ/2012 adalah peraturan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mengatur tentang ukuran, bentuk dan tata cara pengisian keterangan dan kode faktur pajak. Setiap  Pengusaha Kena Pajak (PKP) pasti sudah tidak asing dengan yang namanya faktur pajak. Dokumen yang satu ini digunakan dalam melakukan transaksi penjualan ataupun pembelian. PKP juga familiar dengan kode seri faktur pajak, karena setiap faktur pajak akan membuatnya. Jika masih belum terlalu mengenal kode seri ini, mari kita sama-sama mengenalnya disini.

Mengenal Kode Faktur Pajak

PER-24/PJ/2012 menjadi dasar dalam tata cara pengisian faktur pajak, termasuk nomor seri/kode faktur pajak. Beberapa ketentuan yang diatur dalam peraturan ini adalah:

Format Kode Seri Faktur Pajak

Format kode seri faktur pajak terdiri dari 16 digit. Terdiri dari dua digit pertama yang menjadi kode transaksi, 1 digit berikutnya merupakan kode status dan 13 digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP). Ke-16 digit inilah yang akan digunakan dalam proses validasi faktur pajak yang dibuat PKP. Nomor ini bisa terdiri kombinasi angka, huruf, atau keduanya. Penerbitannya dilakukan satu kali per satu tahun pajak oleh Ditjen Pajak.

1. Kode Transaksi

Kode transaksi dalam kode seri faktur pajak terdiri dari beberapa bagian kode yang mewakili beberapa hal di antaranya:

  • 01 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP yang terutang PPN. PPN-nya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP/JKP.
  • 02 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN bendahara pemerintah yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN bendahara pemerintah.
  • 03 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN lainnya (selain bendahara pemerintah) yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN lainnya (selain bendahara pemerintah).
  • 04 digunakan untuk penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan DPP nilai lain, yang PPN-nya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP/JKP.
  • 05 tidak digunakan dalam faktur pajak.
  • 06 digunakan dalam penyerahan lain yang PPN-nya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP/JKP serta penyerahan kepada orang pribadi yang memegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 E Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  • 07 digunakan dalam penyerahan BKP/JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut/ditanggung pemerintah (DTP).
  • 08 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.
  • 09 digunakan untuk penyerahan aktiva pasal 16 D yang PPN-nya dipungut oleh PKP penjual.

2. Kode Status

Setelah 2 digit kode transaksi, selanjutnya ada 1 digit angka yang merupakan Kode Status. Kode status diisi dengan ketentuan sebagai berikut:

  • 0 (nol) untuk status normal.
  • 1 (satu) untuk status penggantian.

Jika diterbitkan faktur pajak pengganti ke-2, ke-3 dan seterusnya, maka Kode Status yang digunakan tetap kode angka 1 (satu).

3. Nomor Seri Faktur Pajak

Berikutnya akan ada 13 angka. Merupakan nomor unik yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai identitas unik yang bisa PKP gunakan dalam membuat e-faktur.

Faktur pajak ini bisa dibuat secara manual atau dengan diketik sendiri atau membuatnya melalui e-Faktur. Aplikasi ini dapat diunduh di perangkat PC atau laptop yang bisa memudahkan PKP dalam membuat faktur pajak. Kunjungi halaman efaktur.pajak.go.id/aplikasi, unduh sesuai dengan sistem operasi PC atau laptop Anda. Install dan gunakan template yang sudah disediakan aplikasi ini.

Banner e-Faktur

Seperti itulah beberapa informasi penting mengenai kode faktur pajak yang bisa membantu Anda. Dengan memahami hal ini, maka Anda tidak akan kesusahan ketika harus membuat faktur pajak. Gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.

Serba-serbi Informasi Penting Mengenai KLU Pajak Untuk Anda

klu pajak

Dalam mempermudah penyusunan data dari Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan yang namanya Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU). Anda akan menjumpai hal ini ketika ingin mendaftar sebagai Wajib Pajak. Klasifikasi dilakukan dalam bentuk penggolongan dalam kategori tertentu, seperti Golongan Pokok, Golongan, Sub Golongan dan Kelompok Kegiatan Ekonomi. Melalui hal ini, proses pengurusan pajak akan menjadi lebih mudah untuk DJP ataupun wajib pajak. Mari mengenal berbagai informasi penting mengenai KLU ini.

Mari Mengenal KLU Pajak 

Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-321/PJ/2012, KLU memiliki fungsi sebagai berikut:

  1. Penatausahaan data Wajib Pajak, seperti data Kelompok Kegiatan Ekonomi Wajib Pajak dalam Master File Wajib Pajak dan Kelompok Kegiatan Ekonomi pada Surat Pemberitahuan;
  2. Dasar penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Netto;
  3. Berbagai macam keperluan lainnya.

Kode KLU ini akan bisa Anda temukan dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP). Selain pada kedua tempat di atas temukan, kode KLU juga terdapat pada formulir SPT Tahunan saat mengisi data wajib.

Struktur Kode KLU

Dalam lampiran I KEP-321/PJ/2012, dijelaskan bagaimana struktur dari KLU ini. KLU menggunakan kode angka sebanyak 5 (lima) digit. Dengan satu digit berupa kode alfabet yang disebut kategori. Kode alfabet ini tidak menjadi bagian dari kode KLU, namun digunakan untuk memudahkan penyusunan tabulasi sektor atau lapangan usaha utama.

Kode Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib yang berbentuk 5 (lima) digit akan menunjukkan Golongan Pokok, Golongan, Subgolongan dan Kelompok Kegiatan Ekonomi dengan struktur sebagai berikut:

  • Kode Golongan Pokok, adalah dua digit pertama dari KLU
  • Kode Golongan, adalah tiga digit pertama dari KLU
  • Kode Subgolongan, adalah empat digit pertama dari KLU
  • Kode Kelompok , terdiri atas lima digit dan berfungsi sebagai kode KLU Wajib Pajak

Kategori KLU

Pengkodean KLU pajak dibagi menjadi 21 jenis kategori yang akan menggolongkan seluruh kegiatan ekonomi di Indonesia. Seperti yang sudah disebutkan di atas, kode ini akan berbentuk alfabet. Kode yang digunakan adalah:

  • Kategori A yaitu Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
  • Kategori B yaitu Pertambangan dan Penggalian
  • Kategori C yaitu Industri Pengolahan
  • Kategori D yaitu Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin
  • Kategori E yaitu Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah dan Daur Ulang, Pembuangan dan Pembersihan Limbah dan Sampah
  • Kategori F yaitu Konstruksi
  • Kategori G yaitu Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor
  • Kategori H yaitu Transportasi dan Pergudangan
  • Kategori I yaitu Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum
  • Kategori J yaitu Informasi dan Komunikasi
  • Kategori K yaitu Jasa Keuangan dan Asuransi
  • Kategori L yaitu Real Estate
  • Kategori M yaitu Jasa Profesional, Ilmiah dan Teknis
  • Kategori N yaitu Jasa Persewaan, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya
  • Kategori O yaitu Administrasi Pemerintahan, dan Jaminan Sosial Wajib
  • Kategori P yaitu Jasa Pendidikan
  • Kategori Q yaitu Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
  • Kategori R yaitu Kebudayaan, Hiburan dan Rekreasi
  • Kategori S yaitu Kegiatan Jasa Lainnya
  • Kategori T yaitu Jasa Perorangan Yang Melayani Rumah Tangga, Kegiatan Yang menghasilkan Barang dan Jasa
  • Kategori U yaitu Kegiatan Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya

Itulah dia informasi mengenai KLU Pajak yang bisa berguna untuk Anda. Semoga informasi ini bisa berguna. Jika membutuhkan bantuan mengenai perpajakan Anda, maka gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner General (kontak, download app)

Kategori dan Kode Klu Pajak

kode klu pajak

Pernahkah Anda mendengar mengenai kode KLU pajak? Setelah wabah pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia, pemerintah menetapkan pemberian insentif perpajakan untuk beberapa bidang usaha tertentu yang masuk ke dalam Klasifikasi Lapangan Usaha. Bagi bidang usaha yang tidak terdaftar di dalam KLU, maka mereka tidak bisa mendapatkan insentif pajak tersebut. 

Namun, ternyata masih banyak orang yang belum paham mengenai apa itu KLU pajak sehingga melalui artikel ini, AyoPajak akan membahas secara rinci mengenai apa itu KLU dan struktur kode KLU yang penting untuk diketahui.

Pengertian KLU Pajak

KLU atau yang kepanjangannya adalah Klasifikasi Lapangan Usaha, merupakan kode pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mengelompokkan Wajib Pajak Badan sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan. KLU pajak ini diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak nomor KEP-321/PJ/2020 dan terbagi ke dalam 3 klasifikasi yaitu golongan pokok, sub golongan, dan kelompok kegiatan ekonomi. 

Klasifikasi KLU pajak ini dilakukan untuk beberapa tujuan sesuai yang diatur dalam KEP-321/PJ/2020, yaitu:

  1. Penatausahaan data Wajib Pajak, seperti data Kelompok Kegiatan Ekonomi Wajib Pajak dalam master file Wajib Pajak dan Kelompok Kegiatan Ekonomi pada Surat Pemberitahuan;
  2. Dasar penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
  3. Keperluan lainnya.

Baca juga: 6 Insentif Pajak yang Diperpanjang Hingga 2021

Memahami Struktur Kode KLU Pajak

Pemberian kode KLU pajak terdiri atas beberapa hal yaitu yang pertama adalah kategori yang dimasukkan ke dalam kode alfabet dan kemudian ditambahkan kode angka di belakangnya yang melambangkan golongan dari bidang usaha tersebut. Simak informasi lengkapnya berikut ini mengenai kategori dan kode KLU pajak: 

1. Kategori Klasifikasi Lapangan Usaha

Kategori KLU terdiri dari 21 kategori yang ditandai dengan alfabet A hingga U. Bagi usaha yang belum pasti keterbatasannya maka akan dikategorikan ke dalam alfabet X. Berikut ini rincian kode alfabet beserta kategori KLU yang termasuk ke dalamnya, yaitu:

  • A: Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
  • B: Pertambangan dan Penggalian
  • C: Industri Pengolahan
  • D: Pengadaan Listrik, Gas, Uap atau Air Panas dan Udara Dingin
  • E: Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Daur Ulang, Pembuangan dan Pembersihan Limbah dan Sampah
  • F: Konstruksi
  • G: Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor
  • H: Transportasi dan Pergudangan
  • I: Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum
  • J: Informasi dan Komunikasi
  • K: Jasa Keuangan dan Asuransi
  • L: Real Estate
  • M: Jasa Profesional, Ilmiah, dan Teknis
  • N: Jasa Persewaan Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya
  • O: Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial Wajib
  • P: Jasa Pendidikan
  • Q: Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
  • R: Kebudayaan, Hiburan, dan Rekreasi
  • S: Kegiatan Jasa Lainnya
  • T: Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga; Kegiatan yang Menghasilkan Barang dan Jasa oleh Rumah Tangga yang Digunakan Sendiri untuk Memenuhi Kebutuhan
  • U: Kegiatan Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya
  • X: Kegiatan yang Belum Jelas Batasannya

2. Golongan Klasifikasi Lapangan Usaha

Dalam pemberian kode KLU pajak, setelah suatu bidang usaha diketahui kategorinya, maka selanjutnya adalah mengetahui golongan dari bidang usaha tersebut. Adapun klasifikasi sebuah bidang usaha berdasarkan golongannya, yaitu sebagai berikut:

  • Golongan Pokok: Klasifikasi pada golongan pokok merupakan klasifikasi lebih lanjut setelah kategori di mana setiap bidang usaha akan dilihat berdasarkan perbedaan sifatnya, Tiap bidang usaha bisa mendapatkan maksimal 5 golongan pokok, kecuali untuk industri pengolahan.
  • Golongan: Golongan terdiri dari kelompok yang lebih lanjut setelah golongan pokok dan memiliki 3 angka yang masing-masing terdiri dari: 2 angka pertama termasuk ke dalam golongan pokok dan/atau 1 angka terakhir merupakan kegiatan ekonomi setiap golongan terkait.
  • Sub Golongan: Setelah golongan pokok dan golongan, maka selanjutnya adalah sub golongan yang merupakan uraian lanjutan dari kedua klasifikasi sebelumnya.
  • Kelompok Kegiatan Ekonomi: Tahap klasifikasi yang terakhir dalam golongan adalah kelompok kegiatan ekonomi di mana sebuah bidang usaha akan diklasifikasi berdasarkan kegiatan usahanya menjadi lebih homogen.

Itulah struktur kode KLU pajak yang perlu diketahui dan jika Anda ingin mengetahui seputar kode KLU bidang usaha yang dijalankan atau pendaftaran kode KLU ke Direktorat Jenderal Pajak, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

Banner General (kontak, download app)

6 Insentif Pajak yang Diperpanjang Hingga 2021

insentif pajak adalah

Insentif pajak adalah merupakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23 Tahun 2020 yang dikeluarkan ketika wabah COVID-19 muncul di Indonesia. Situasi pandemi COVID-19 melumpuhkan hampir sebagian besar kegiatan perekonomian di Indonesia. Banyak pegawai yang terpaksa di-PHK karena perusahaan tidak mampu untuk membayar gaji mereka. Tidak hanya itu, beberapa perusahaan pun juga terpaksa gulung tikar karena tidak mampu menghadapi krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi ini. Oleh karena itu, melihat situasi ekonomi yang terus menurun, pemerintah melalui menteri keuangan mencanangkan intensif pajak guna mendorong roda perekonomian negara.

Sebelumnya, pemberian insentif ini berlangsung selama 6 bulan, yaitu dari bulan April hingga September 2020. Akan tetapi, insentif pajak ini diberlakukan kembali hingga 2021 melihat situasi pandemi COVID-19 yang tidak kunjung turun. Dibawah ini merupakan insentif pajak adalah yang masih diberlakukan hingga tahun 2021? Simak pembahasannya di bawah ini.

Apa Saja Insentif Pajak yang Diperpanjang Hingga Tahun 2021?

Pada tahun 2021, ada 6 insentif pajak yang diperpanjang, yaitu sebagai berikut:

1. PPh Pasal 21

Bagi pegawai yang sudah memiliki NPWP dan berpenghasilan bruto tidak lebih dari 200 juta rupiah dalam setahun atau setidaknya tidak lebih dari 16,6 juta rupiah per bulan, maka pegawai tersebut berhak mendapatkan insentif PPh pasal 21. Insentif pajak ini akan diperpanjang hingga tanggal 30 Juni 2021. Peraturan ini tercantum dalam PMK nomor 9/2021.

Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 yang Harus Anda Pahami

2. PPh Pasal 23

Bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak pandemi COVID-19 maka berhak untuk mendapatkan insentif PPh 23 atau dibebaskan dari kewajiban perpajakan hingga tanggal 30 Juni 2021. Adapun kriteria dari pelaku UMKM adalah mereka yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan berbentuk koperasi, CV, firma, atau perseroan terbatas (PT) yang memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun. Peraturan mengenai kriteria UMKM tercantum dalam PP 23 tahun 2018.

Baca juga: Penjelasan Lengkap PPh Pasal 23

3. PPh Final Jasa Konstruksi

Bagi para pengusaha jasa konstruksi yang terdampak pandemi COVID-19 juga akan dibebaskan dari pajak penghasilan dan seluruh pajak tersebut akan ditanggung oleh pemerintah. Pengusaha jasa konstruksi yang dapat menerima insentif pajak ini adalah mereka yang terdaftar dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI).

4. PPh Pasal 22 Impor

Bagi para importir tertentu, pemerintah juga akan memberikan insentif pajak berupa pembebasan pemungutan PPh pasal 22 impor untuk 730 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat. Peraturan ini dapat dilihat dalam PMK 9/2021 dan hanya berlaku bagi Wajib Pajak yang memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU).

Baca juga: Informasi Pengecualian Pemungutan PPh 22

5. PPh Pasal 25

Bagi Wajib Pajak yang menjalankan salah satu usaha dari 1.018 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat sesuai yang tercantum dalam PMK 9/2021 akan mendapatkan insentif pajak berupa pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 50% dari angsuran yang seharusnya terutang. 

Baca juga: Ketentuan Dalam PPh Pasal 25

6. PPN 

Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) akan mendapatkan insentif pajak berupa restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar. Persyaratan PKP yang dapat menerima insentif pajak tersebut harus termasuk ke dalam salah satu dari 725 bidang usaha tertentu yang diatur dalam lampiran PMK 9/2021.

Banner General (kontak, download app)

Jadi, itulah 6 insentif pajak yang diperpanjang hingga 2021 dan bisa Anda dapatkan apabila termasuk ke dalam kriteria penerima insentif pajak tersebut. Apabila Anda ingin mengetahui lebih jelas mengenai insentif pajak adalah ini dan bagaimana cara untuk mendapatkannya, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

Seluk Beluk Pajak Jual Beli Rumah

pajak jual beli rumah

Sebelum memutuskan untuk menjual atau membeli rumah, Anda harus terlebih dahulu memahami seluk beluk pajak jual beli rumah. Apa saja pajak yang harus ditanggung oleh penjual rumah dan apa saja pajak yang harus ditanggung oleh pembeli rumah? Selain itu, biaya apa saja yang harus Anda keluarkan apabila ingin membeli rumah?

Melalui artikel ini, AyoPajak akan membahas secara rinci mengenai pajak jual beli rumah yang perlu Anda ketahui beserta biaya apa saja yang perlu dikeluarkan.

Pajak Jual Beli Rumah

Berikut ini merupakan pembahasan lengkap mengenai pajak yang harus ditanggung oleh masing-masing pihak penjual dan pihak pembeli rumah, yaitu:

1. Pajak yang Ditanggung Penjual

Bagi Anda yang ingin menjual rumah dan rumah tersebut bukan merupakan warisan, maka ada dua jenis pajak yang perlu dibayarkan. Kedua pajak tersebut adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan juga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Ketika menjual rumah, Anda akan menerima uang hasil transaksi dan penghasilan tersebut, sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 34 tahun 2016 tentang Tarif Baru PPh final atas Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan, maka akan dikenakan pajak penghasilan sebesar 2,5%. Pembayaran PPh ini harus dilakukan sebelum Akta Jual Beli diterbitkan.

Lalu untuk Pajak Bumi atau Bangunan, Anda harus membayarkan sebesar 0.5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang sudah dikalikan dengan NJOP. Anda harus melakukan kewajiban pembayaran PBB ini sebelum rumah dialihkan kepada pihak pembeli.

Baca juga: Memahami Cara Mendapatkan SPPT PBB

2. Pajak yang Ditanggung Pembeli

Apabila Anda merupakan pihak pembeli rumah, maka pajak yang perlu dibayarkan adalah Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dengan tarif 10%. Pembayaran PPN ini bisa langsung dibayarkan ketika transaksi jual beli berlangsung dengan pihak developer atau perusahaan yang terdaftar sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak). Jika pihak penjual merupakan pihak non-PKP, maka Anda harus membayar PPN langsung kepada negara. 

Biaya Tambahan yang Ditanggung Pembeli

Saat Anda memutuskan untuk membeli rumah, maka ada beberapa biaya yang perlu dipersiapkan. Berikut ini merupakan rincian biaya tambahan yang perlu dipersiapkan, yaitu:

1. Biaya Pembuatan Akta Jual Beli

PPAT atau Pejabat Pembuat Akta Tanah biasanya akan mengenakan biaya pembuatan Akta Jual Beli sebesar 1% dari nilai transaksi jual beli rumah. Namun tak jarang ada beberapa pihak yang mengenakan biaya pembuatan Akta Jual Beli lebih dari 1% sehingga dengan demikian, Anda dapat mencoba untuk melakukan negosiasi terutama untuk pembelian unit rumah yang memiliki harga tinggi.

2. Biaya Balik Nama Sertifikat

Ketika Anda membeli sebuah rumah, tentunya akan ada perubahan nama sertifikat milik yang perlu diperbaiki. Untuk melakukan balik nama sertifikat tersebut, Anda akan dikenakan setidaknya 2% dari nilai transaksi jual beli rumah atau sesuai dengan peraturan pemerintah daerah yang berlaku.

3. Biaya Cek Sertifikat

Anda juga perlu mengeluarkan biaya untuk melakukan pengecekan legalitas sertifikat rumah yang akan dibeli. Hal ini perlu dilakukan guna mencegah hal yang tidak diinginkan ketika Anda akan membeli rumah. Biaya yang dikeluarkan untuk cek sertifikat biasanya mencapai Rp100.000.

4 . Biaya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Biaya terakhir yang perlu Anda keluarkan saat membeli rumah adalah BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Biaya yang dikeluarkan untuk BPHTB ini mencapai 5% dari harga penjualan rumah dan dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). 

Baca juga: Inilah Cara Menghitung BPHTB yang Benar

Jadi, sekarang Anda sudah memahami bukan mengenai seluk beluk pajak jual beli rumah dan biaya apa saja yang diperlukan apabila ingin membeli rumah? Jika Anda pertanyaan lebih lanjut seputar perpajakan jual beli rumah ataupun pelaporan pajak tahunan untuk rumah, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

Banner General (kontak, download app)

Cara Mengisi Laporan Pajak Tahunan

laporan pajak tahunan

Tahukah Anda, sebagai masyarakat yang telah memiliki penghasilan wajib untuk membuat laporan pajak tahunan. Biasanya batas akhir pelaporan SPT yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi adalah paling lama setidaknya pada bulan Maret setelah masa tahun pajak berakhir. Bagi Wajib Pajak Badan, maka pelaporan pajak paling lama setidaknya pada bulan April setelah tahun pajak berakhir.

 

Dalam melaporkan pajak tahunan, Anda harus mengisi SPT tahunan atau Surat Pemberitahuan Tahunan yang berbentuk formulir 1770. Bagi Anda yang masih belum memahami cara pengisian SPT tahunan tersebut, AyoPajak akan memberikan panduan lengkap mengenai cara mengisi laporan pajak tahunan melalui artikel berikut ini. 

Cara Mengisi Lapor SPT Tahunan Pribadi Secara Online

Untuk dapat mengisi laporan pajak tahunan, Anda tidak perlu repot-repot mendatangi Kantor Pelayanan Pajak setempat. Kini, Anda bisa melakukan pelaporan SPT tahunan secara online. Ada 6 langkah yang perlu Anda ikuti untuk melaporkan SPT sebagai Wajib Pajak Pribadi, yaitu:

 

1. Persiapkan Dokumen yang Dibutuhkan

Pertama-tama, Anda harus mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan. Bagi Anda yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang berarti menerima penghasilan, dokumen yang dibutuhkan adalah bukti potong 1721 A1 bagi pegawai swasta atau bukti potong 1721 A2 bagi pegawai negeri. Selain itu, apabila Anda menerima penghasilan lain di luar pekerjaan tetap seperti pekerjaan freelance, maka bukti penghasilan lain di luar pekerjaan juga harus dilaporkan.

 

Untuk pelaporan pajak SPT badan, maka dokumen-dokumen yang dibutuhkan cukup banyak, berdasarkan dengan bidang usaha yang dijalani. Namun secara umum, dokumen yang perlu dipersiapkan bagi Wajib Pajak Badan adalah bukti potong A1/A2, laporan neraca dan laba-rugi (pembukuan), serta norma atau rekapitulasi bulanan peredaran bruto dan biaya. 

 

2. Masuk Ke Dalam DJP Online

Setelah seluruh dokumen dipersiapkan, maka langkah selanjutnya adalah masuk ke dalam djponline.pajak.go.id. Anda akan diminta untuk memasukkan NPWP dan juga password serta kode keamanan. Akan tetapi, perlu dicatat untuk dapat masuk ke dalam website DJP Online, Anda perlu mendaftar terlebih dahulu dengan meminta nomor EFIN (Electronic Filing Identification Number) yang bisa didapatkan melalui email ataupun langsung mengunjungi Kantor Pelayanan Pajak tempat NPWP terdaftar. 

 

3. Pilih Formulir SPT Tahunan

Dalam halaman utama DJP Online, Anda dapat menemukan berbagai fitur yang dapat digunakan untuk kebutuhan perpajakan. Untuk melaporkan SPT tahunan, maka fitur yang Anda pilih adalah e-Filing. Setelah itu, Anda akan diberikan beberapa pertanyaan agar sistem dapat menentukan formulir mana yang dipilih sesuai dengan pertanyaan yang telah dijawab.

 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut biasanya berupa jumlah penghasilan dalam setahun, apakah ada bisnis yang dijalankan, dan apakah Anda merupakan suami atau istri yang menjalankan kewajiban perpajakan secara terpisah. Kemudian, akan ada 3 pilihan formulir untuk pelaporan SPT tahunan tersebut yaitu formulir 1770, 1770 S, dan 1770 SS.

 

Baca juga: Cara Mengisi SPT 1770 yang Mudah

 

4. Isi Data Sesuai dengan Kondisi 1 Tahun Terakhir

Selanjutnya, isi keseluruhan data sesuai dengan kondisi 1 tahun terakhir. Anda akan diminta untuk mengisi data penghasilan secara rinci mulai dari gaji hingga bonus, kemudian ada permintaan data seputar harta, aset, dan tabungan. 

 

5. Minta Kode Verifikasi

Setelah semua data terisi, maka selanjutnya Anda akan meminta kode verifikasi di akhir pengisian formulir. Pastikan status SPT Anda nihil. Apabila status SPT merupakan kurang bayar, maka Anda harus membayar sisanya dengan membuat e-Billing dan kemudian memasukkan kode bukti pembayaran ke dalam form SPT tersebut. 

 

Selanjutnya, Anda dapat meminta kode verifikasi yang akan dikirimkan melalui email yang digunakan untuk mendaftarkan NPWP pada website DJP Online. Masukkan kode verifikasi yang Anda terima kemudian klik kirim SPT. Anda sudah selesai dalam mengirimkan dan melaporkan pajak tahunan. 

 

6. Cek Bukti Lapor SPT

Untuk dapat mengecek bukti lapor SPT, Anda dapat mengunjungi bagian e-Filing dan memilih menu kaca pembesar pada tahun pajak yang dilaporkan. Selain itu, sistem DJP Online akan mengirim bukti pajak melalui email Anda juga.

 

Baca juga: Pahami Cara Mengisi SPT Tahunan

 

Demikian informasi mengenai cara mengisi laporan pajak tahunan yang dapat Anda ikuti. Apabila Anda membutuhkan jasa konsultan pajak untuk membereskan masalah pembukuan untuk Wajib Pajak Badan, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

Apa yang Dimaksud dengan Pajak?

apa yang dimaksud dengan pajak

Sebagai masyarakat yang tinggal di negara hukum, apakah Anda tahu dan paham mengenai apa yang dimaksud dengan pajak? Mungkin sebagian dari Anda hanya mengetahui bahwa ketika makan di sebuah restoran akan dikenakan pajak, setiap tahun harus membayar pajak kendaraan dan rumah, atau pelaporan pajak penghasilan setiap tahunnya. Tapi, apa sesungguhnya arti dari pajak dan fungsinya apa untuk Anda dan juga negara?

Melalui artikel dari AyoPajak ini, kami akan memberikan informasi penting untuk Anda seputar apa yang dimaksud dengan pajak, fungsi, dan juga jenis-jenisnya yang penting untuk diketahui.

Pengertian Pajak

Pajak merupakan kontribusi wajib oleh orang pribadi dan badan yang dibayarkan kepada negara dan bersifat memaksa berdasarkan dengan Undang-undang. Bisa disimpulkan bahwa pemasukan suatu negara diambil dari pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan Usaha. Pungutan pajak tersebut akan digunakan oleh negara untuk membayar gaji pemerintahan, perbaikan infrastruktur, dan lainnya. Dengan demikian, penting untuk Anda agar patuh dalam membayar pajak demi keberlangsungan negara kita.

Fungsi Pajak

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, pajak dipungut oleh negara demi keberlangsungan negara itu sendiri. Manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh negara, namun juga oleh masyarakatnya termasuk Anda. Berikut ini, fungsi pajak bagi negara dan masyarakat, yaitu:

  1. Pajak berfungsi sebagai budgeter, artinya pajak yang dipungut oleh negara akan dijadikan sebagai sumber pendapatan negara yang berfungsi untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pendapatan negara.
  2. Pajak berfungsi sebagai regulator, artinya pajak digunakan untuk mengatur negara dalam bidang sosial dan ekonomi seperti untuk menghambat laju inflasi, untuk mendorong kegiatan ekspor, untuk dijadikan sebagai investasi modal usaha yang dapat membantu meningkatkan perekonomian negara, dan lain sebagainya.
  3. Pajak berfungsi sebagai distributor, artinya pajak digunakan untuk pemerataan ekonomi negara demi kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: 4 Fungsi Pajak yang Dalam Kehidupan Bernegara

Jenis-jenis Pajak

Ada berbagai jenis pajak yang berlaku di Indonesia saja. Pajak tidak hanya dikelompokkan berdasarkan pajak restoran, pajak kendaraan, pajak rumah, dan pajak penghasilan saja. Namun, pajak digolongkan berdasarkan lembaga pemungutnya yakni pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berikut ini, pembahasan lebih lanjut mengenai pajak pusat dan pajak daerah, yaitu:

1. Pajak Pusat

Pajak pusat merupakan pajak yang dipungut langsung oleh pemerintah pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Adapun pajak yang termasuk ke dalam pajak pusat adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Meterai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

2. Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh provinsi dan kabupaten/kota sehingga pajak yang termasuk ke dalam dua kelompok tersebut adalah sebagai berikut:

  • Pajak Daerah Provinsi: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Rokok, dan Pajak Air Permukaan
  • Pajak Daerah Kabupaten/Kota: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Air Tanah, dan banyak lagi pajak yang termasuk ke dalam pajak daerah kabupaten/kota.

Baca juga: Mengenal Macam-macam Pajak di Indonesia

Banner e-Filing

Pajak yang Harus Dilaporkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

Sebagai masyarakat yang patuh akan hukum, Anda perlu membayar pajak dan melaporkannya setiap tahun dalam bentuk SPT atau  Surat Pemberitahuan Pajak. Jika Anda merupakan Wajib Pajak atau yang menerima penghasilan setiap bulannya, maka Anda disebut sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi yang harus membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) setiap bulannya atau yang biasanya sudah dipotong oleh perusahaan setiap bulannya. Namun jika Anda memiliki sebuah usaha yang sudah tercatat oleh negara, maka Anda disebut sebagai Wajib Pajak Badan dan perlu membayarkan pajak sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan. Untuk pertanyaan lebih lanjut seputar perpajakan, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

Jenis-jenis Tarif Pajak, Termasuk Tarif Pajak Proporsional

tarif pajak proporsional

Ada berbagai jenis tarif pajak yang berlaku di Indonesia dan salah satu contohnya adalah tarif pajak proporsional. Perlu Anda Ketahui, pengertian tarif pajak adalah dasar pengenaan pajak (DPP) atas objek pajak yang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak (WP). Setiap jenis tarif pajak memiliki besaran persentase yang berbeda, sesuai dengan ketentuan dari Undang-undang dan Peraturan Pemerintahan. Untuk lebih jelasnya, mari simak pembahasan mengenai jenis-jenis tarif pajak di Indonesia melalui artikel dari AyoPajak berikut ini.

Jenis-jenis Tarif Pajak Di Indonesia

Di bawah ini, ada 6 jenis tarif pajak yang berlaku di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

1. Tarif Pajak Proporsional

Tarif pajak proporsional merupakan jenis tarif pajak yang memiliki nilai besaran persentase tetap dan tidak terpengaruh dengan perubahan nilai dasar pengenaan pajak. Jadi dapat disimpulkan apabila semakin besar jumlah objek pajak yang dibayarkan, maka persentase tarif pengenaan pajaknya akan tetap sama.

Contoh jenis pajak yang termasuk ke dalam tarif pajak proporsional adalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang memiliki nilai persentase 10% dan juga PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang memiliki besaran tarif pajak 0,5%.

2. Tarif Pajak Progresif

Apabila pada tarif pajak proporsional besaran tarif pajaknya tetap, maka lain halnya dengan tarif pajak progresif yang besaran tarif pajaknya mengikuti nilai objek pajak. Jadi, semakin besar nilai objek pajak yang perlu dibayarkan, maka persentase tarif pajaknya juga akan semakin besar. 

Untuk memahami pajak progresif seperti tarif pajak progresif memiliki 3 pengelompokkan tarif pajak yaitu tarif progresif-progresif, tarif progresif tetap, dan terakhir tarif progresif degresif.

3. Tarif Pajak Degresif

Memiliki perhitungan tarif pajak yang berbanding terbalik dengan tarif pajak progresif, tarif pajak degresif merupakan jenis tarif pajak yang nilai persentasenya semakin kecil apabila nilai objek pajaknya semakin besar. Akan tetapi, tarif pajak degresif juga dikelompokkan menjadi 3 jenis tarif pajak seperti tarif pajak progresif yaitu tarif degresif-degresif, tarif degresif-tetap, dan terakhir adalah tarif degresif-progresif.

4. Tarif Pajak Regresif

Tarif pajak regresif atau yang biasa disebut sebagai tarif pajak tetap merupakan jenis tarif pajak yang besarannya tetap meskipun nilai objek pajaknya berubah-ubah. Contoh dari tarif pajak regresif ini adalah bea meterai. Bea meterai memiliki tarif pajak 10.000 (berlaku sejak tahun 2021) dan tidak akan berubah.

5. Tarif Pajak Spesifik

Tarif pajak spesifik berarti tarif pajak yang dikenakan pada suatu objek pajak sudah spesifik berdasarkan objek pajak yang dikenakan tersebut. Seperti contoh, jika Anda melakukan impor barang seperti smartphone, maka tarif pajak yang dikenakan akan sesuai dengan jenis barang yang diimpor tersebut dan bukan nilai barangnya. 

6. Tarif Pajak Ad Valorem

Jenis tarif pajak yang terakhir adalah tarif pajak Ad Valorem. Jenis pajak ini memiliki besaran persentase khusus pada suatu objek pajak. Sebagai contoh kasus, perusahaan Anda ingin mengimpor mesin khusus seharga 5 juta per unit sebanyak 50 unit. Apabila Anda dikenakan tarif bea sebesar 20%, maka total pajak yang harus anda bayarkan adalah sebesar: jumlah unit x harga per unit x bea masuk. Total pajak Ad Valorem yang dibayarkan adalah sebesar 20 juta rupiah. 

Baca juga: Kebijakan Diskon Tarif PPnBM Untuk Sektor Otomotif
Sekian informasi mengenai jenis-jenis tarif pajak yang dapat kami sampaikan dan apabila Anda membutuhkan konsultan pajak yang dapat mengatur perpajakan Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

Banner General (kontak, download app)

Cara Meminta Nomor Seri Faktur Pajak Offline dan Online

cara meminta nomor seri faktur pajak

Bila Anda adalah seorang pengusaha yang harus membayar pajak, atau lebih dikenal dengan istilah Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka hal yang satu ini harus diketahui. Setiap PKP harus memiliki yang namanya NSFP (Nomor Seri Faktur Pajak). Nomor seri ini bisa didapatkan secara offline maupun online. Bila masih bingung dengan hal yang satu ini, maka Anda bisa mengikuti cara meminta nomor seri faktur pajak berikut ini.

Cara Meminta Nomor Seri Faktur Pajak

NSFP memiliki bentuk berupa nomor seri yang terdiri dari 13 digit. Bisa terdiri dari kumpulan angka, huruf, atau kombinasi keduanya. Diterbitkan sebanyak satu kali per satu tahun pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada PKP. Menjadi syarat pembuatan e-Faktur. NSFP ini akan dilampirkan bersama dengan kode Faktur Pajak yang diletakan pada awal nomor seri dalam faktur tersebut. Untuk kode Faktur Pajak, bentuknya adalah 2 digit kode transaksi dan satu digit kode status. Sesuai dengan PENG-4/PJ.02/2014 yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

Seperti yang sudah disebutkan, ada 2 cara untuk mendapatkan NSFP ini. Bisa secara online dan juga offline. Kali ini, kami akan memberikan informasi untuk kedua cara tersebut.

Baca juga: Pengertian Faktur Pajak dan Fungsinya

Meminta NSFP Secara Offline

Proses untuk pengajuan permintaan NSFP melalui cara offline akan melewati prosedur berikut ini:

  • Datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), atau melalui Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
  • Sampaikan surat permintaan NSFP.
  • Selanjutnya permintaan Anda akan diproses hingga selesai.

Meminta NSFP Secara Online

Untuk pengajuan NSFP melalui cara online, langkah yang harus diikuti adalah:

  • Lewat aplikasi e-Nofa Pajak di situs web https://efaktur.pajak.go.id.

Elektronik Nomor Faktur Online (e-Nofa) adalah aplikasi yang disediakan DJP bagi wajib pajak yang ingin melakukan permintaan nomor faktur pajak secara online. Aplikasi ini ditujukan untuk memudahkan para PKP, sehingga tidak perlu datang ke KPP atau KP2KP. 

Untuk bisa menggunakan aplikasi ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti:

1. Terdaftar & Dikukuhkan Sebagai PKP

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang memiliki perusahaan dengan omzet di atas Rp4,8 Miliar per tahun. Serta lulus survei yang dilakukan KPP atau KP2KP.

2. Memiliki Sertifikat Elektronik Pajak

Memiliki sertifikat elektronik yang berlaku selama 2 tahun. Anda dapat mengajukan hal ini ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Anda terdaftar dan telah disetujui DJP. Sertifikat elektronik pajak berisi tanda tangan digital beserta identitas wajib pajak yang resmi dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

3. Memiliki Kode Aktivasi dan Password

Untuk hal ini Anda harus datang ke KPP dan mengisi formulir permintaan.

Setelah memenuhi syarat di atas, Anda akan bisa mengajukan permintaan NSFP melalui e-Nofa.

  1. Login e-Nofa di laman efaktur.pajak.go.id/login
  2. Pilih menu Permintaan NSFP. Tunggu munculnya pemberitahuan untuk memilih sertifikat elektronik yang sudah diinstal
  3. Pilih sertifikat elektronik dan klik “OK”
  4. Setelah itu pilih Proceed to efaktur.pajak.go.id (unsafe)
  5. Isi tahun pajak, nama pemohon (nama PKP), jabatan pemohon (jabatan PKP), dan jumlah NSFP yang diminta. Klik “Proses”
  6.  Masukkan kata sandi e-Nofa dan klik “Ya”
  7. Akan muncul pemberitahuan Permohonan NSFP telah disetujui dan surat akan dicetak. Pilih “OK”. NSFP akan terunduh otomatis
  8. Bila NSFP tidak terunduh, buka menu Riwayat Permintaan NSFP dan unduh secara manual

Seperti itulah langkah yang harus Anda lakukan sebagai cara meminta nomor seri faktur pajak melalui jalur offline dan online. Jika Anda membutuhkan bantuan dari proses ini, maka gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda.

Banner General (kontak, download app)

Memahami Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan

cara menghitung pajak bumi dan bangunan

Bagi para Wajib Pajak yang memiliki tanah, bangunan, atau properti wajib sekali membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB). Pajak yang satu ini sangat penting untuk bisa membantu negara. Dengan membayarnya, maka Anda sudah menjadi warga negara yang baik. Bagi yang sedang berencana untuk membeli rumah, tanah, gudang, atau properti yang lain, maka ada hal penting yang harus diketahui. Pelajari cara menghitung Pajak Bumi dan Bangunan. Sehingga Anda akan bisa lebih baik dalam mempersiapkan rencana pembelian berbagai macam properti nantinya.

Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan

PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan. Artinya besarnya pajak akan ditentukan dari objek pajak (tanah dan atau bangunan). Tidak berhubungan dengan subjeknya (pembayar pajak). Sehingga besarnya pajak hanya berdasarkan dari objeknya saja. Individu perseorangan atau badan yang termasuk dalam wajib pajak tersebut harus bisa segera melunasi pembayaran pajak. Paling lambat adalah 6 bulan setelah tanggal diperolehnya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 menjadi dasar hukum dari PBB ini. Bahkan PBB bisa menjadi pendapatan daerah dan sudah diatur dalam UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 77 sampai dengan Pasal 84 per tahun 2010. Sehingga setiap daerah akan bisa berkembang dengan baik jika semuanya taat bayar pajak.

Siapa yang Menjadi Subjek PBB?

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan tidak akan mempengaruhi seberapa besar pajak yang harus dibayarkan. Hanya objek pajaknya ] yang bisa mempengaruhi hal ini. Namun, kita juga harus mengenal siapa saja yang akan menjadi subjek dari pajak ini. Untuk menjadi subjek PBB, harus ada beberapa kriteria yang bisa menentukan apakah seseorang wajib membayarkan Pajak Bumi dan Bangunan setiap periode tahunnya. Kriteria yang sesuai dengan Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 dan UU No.12 Tahun 1994 tersebut adalah:

  • Memiliki bukti kepemilikan sah atas bumi (tanah)
  • Mendapatkan beragam manfaat atas bumi (tanah) yang dimiliki
  • Memiliki bangunan fisik
  • Memiliki hak dan kekuasaan atas bangunan
  • Memperoleh beragam manfaat aset bangunan

Baca juga: Memahami Cara Mendapatkan SPPT PBB

Penentuan PBB

Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP, sesuai dengan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998 menjadi dasar penentu dalam PBB. Hal ini menjadi dasar dari penentuan seberapa besar pajak yang harus dibayarkan. NJOP menunjukan harga pasar atau bisa juga acuan per meter persegi. NIlai ini akan diatur oleh Kementerian Keuangan. Setiap tiga tahun sekali akan ditentukan NJOP pada suatu daerah. Terkecuali untuk daerah tertentu yang akan ditetapkan setahun sekali sesuai dengan perkembangan daerahnya. 

Dasar penentuan selanjutnya adalah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Sebuah bangunan atau tanah bisa saja tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. Untuk besarannya akan berbeda pada setiap daerah. Tapi, berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, besaran terendah NJOPTKP adalah Rp10.000.000 untuk setiap wajib pajak.

Serta dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), telah diatur tarif pajak yang dikenakan. Tarifnya adalah sebesar 0,5%.

NJKP merupakan nilai jual objek yang akan dimasukan dalam perhitungan pajak terutang. KMK Nomor 201/KMK.04/2000, menyatakan rincian persentase yang harus dibayarkan adalah sebesar 40%. Bagi objek pajak perkebunan, objek pajak pertambangan, dan objek pajak kehutanan.Jika NJOP lebih besar dari 1 miliar Rupiah, persentase NJKP-nya 40%. Jika NJOP di bawah 1 miliar Rupiah, persentase NJKP-nya 20%.

Baca juga: Cara Mengetahui NOP PBB yang Hilang

Perhitungan PBB

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) menjadi elemen penting di sini. Beberapa rumus yang bisa digunakan adalah:

  • NJOP = (NJOP Bumi = luas tanah x nilai tanah) + (NJOP Bangunan = luas bangunan x nilai bangunan).
  • NJKP = 40% dari NJOP atau 20% dari NJOP untuk perhitungan PBB
  • PBB yang terutang = 0,5% x NJKP (jumlah PBB yang harus dibayar setiap tahun)

Itulah dia cara menghitung Pajak Bumi dan Bangunan. Semoga hal ini bisa membantu Anda. Manfatkan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda menjadi lebih mudah.